BAB 3 - Less Sugar.

692 25 0
                                    

Ini kali pertama aku ada di tempat ini, terlihat banyak sekali alat-alat besar dan matras warna warni. Aku masih tak percaya bisa ada disini, duduk sendirian di sudut ruangan.

"Woy, lama ya? Kayak orang ilang lex duduk disitu." Ara menghampiriku dengan cepat.

"15 menit lumayan sih." Jawabku.

"Nih, ini obatnya.. ini daftar makanan yang harus di hindari, ini jadwal rutin olahraganya.." ia menyerahkan beberapa lembar kertas dan sebotol penuh obat diet.

Menyambung obrolan ringan di kantin tentang keinginanku untuk berdiet, akhirnya ara membawaku ke tempat ini. Oval gym. Aku membaca deretan tulisan di kertas itu.

"Tidak daging, tidak lemak, tidak gula, tidak nasi. Apa ini ra?" Mataku terbelalak melihat semua pantangan makanan.

"Yap, benar. Untuk hasil maksimal, 10kilo perminggu, itu jadwal + obatnya." Ara tersenyum padaku.

"Oh.. baiklah.."

Setelah menyimpan semua peralatan tempur itu dalam tas selempangku, aku bersiap dengan sepatu olahragaku. Ini seperti perjalanan ke museum, saat seorang pelatih mengenalkanku pada alat-alat besar yang sedari tadi menyita perhatian mataku.

"Coba, kamu treadmill dulu.. kamu bakar lemak disini, biar kita tau juga gimana detakan jantungmu."

Aku memposisikan kakiku di atas mesin berjalan itu. Ini benar-benar pertama kalinya, hanya beberapa menit sampai akhirnya aku bisa menguasai langkahku.

"Semangat lex.." ara bersorak dari sisi belakangku.

Keringat mulai bercucuran, pertanda baik karena itu artinya alat ini benar-benar membakar lemakku. Aku terus berjalan, dengan tempo yang lebih cepat lagi.

****

Selesai dengan semua alat besar itu, aku meregangkan otot kakiku di sebuah matras warna warni. Rasanya kakiku akan memar, atau mungkin patah. Mataku mengitar ke seluruh penjuru ruangan, barangkali ada sesuatu yang bisa ku lihat, sungguh. Perutku sudah berbunyi dari hampir sejam yang lalu, tapi dikertas itu tertulis jadwal makanku hanya mulai pukul 12 siang hingga 5 sore.

"Ara. Itu danta kan?" Aku mencengkram paha ara dengan kuat.

"Awh, sakit. Kalo kaget jangan gitu juga."

"Iya maaf. Tapi itu danta."

Aku menunjuk ke arah lelaki yang tengah berolahraga di sudut yang bersebrangan denganku. Lelaki berbaju lengan pendek itu terus memompa tenaganya tak mengenal rasa lelah.

"Dadanya pasti bidang banget!" Ara mulai menunjukkan wajah nakalnya.

"Ara ih!"

"Udah yuk samperin." Dengan sigap ia menarik tanganku ke arah danta.

Deg.. deg.. apa-apaan ara ini? Kenapa dia menarik tanganku kearah danta? Apa dia tidak tau jika aku akan sangat malu terlihat ada di tempat ini.

"Hei.. danta.." mati! Ia langsung saja menyapa danta tanpa tau malu.

"Hei.. ara.."

Ketika dua orang famous bertemu, apa kabar denganku yang tak banyak dikenal orang?

"Dan ini.. alexis kan?" Danta menatapku sambil tersenyum hangat.

"I.. iyaaaa.."

What the? Dia tau namaku? Darimana? Bahkan kami tidak sekelas, bahkan teman sekelasku saja jarang yang mengenalku, hanya sebutan babi yang melekat dalam diriku. Tapi dia memanggil namaku? Alexis?

"Kok kalian ada disini juga?" Tanyanya melanjutkan obrolan.

"Iya, tadi kami.."

"Tadi, aku nemenin ara ngegym." Aku memotong kalimat ara.

Jangan sampai gadis ini membocorkan alasan sebenarnya kami kesini. Aku terus menggenggam tangan ara, sesekali meremas telapak tangannya untuk memberi kode-kode yang pantang ia langgar.

"I-iya. Aku lagi olahraga, dan lexis yang nemenin." Sambung ara setuju dengan pernyataanku.

"Ohh, gitu.." lelaki itu tersenyum sempurna.

"Btw, alexis juga olahraga?" Ia memandangku dengan tatapan hangat.

"Iya, sedikit hehe."

"Baguslah, karena gendut itu rawan penyakit, diet biar kurus itu bagus. Buat apa juga kan badan di gendut-gendutin?" Ia masih setia dengan senyum tipisnya.

Buat apa badan di gendut-gendutin? Ada pedang? Atau pistol sekalian? Erika banyak berbohong tentang lelaki ini, dia bilang danta tipe yang tidak pernah menghina, tapi pertanyaannya barusaja berhasil menyudutkanku.

"Yaudah, ara, lexis, aku duluan ya."

Seusai menatap jarum jam di tangannya, ia buru-buru pergi meninggalkan kami.

"Sempurna banget ya si danta, mukanya, badannya, sifatnya." Ara masih tak memalingkan pandangannya.

"Hanya fisiknya. Dia sama aja kayak cowo-cowo lain, mungkin caranya lebih halus. Tapi kalimatnya nyakitin aku juga." Jelasku panjang lebar.

Apa maksudnya dengan badan di gendut-gendutin? Emang ada yang sengaja pengen punya badan melar? Dia kira aku makan sebanyak apa? Satu truk? Aku hanya makan sepiring nasi lengkap dengan lauknya, hanya saja badanku penuh pupuk, jadinya subur!

"Ambil positifnya aja, mungkin itu cara dia nyemangatin kamu biar ngegymnya semangat."

"Shit!" Singkat padat dan jelas.

Mungkin benar, tidak ada sisi bagusnya menjadi seorang gadis dengan berat badan berlebih..

Apa itu alasan aku tak pernah memiliki kekasih sampai hari ini?

Cinta untuk DantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang