BAB 22 - Hangat.

431 19 0
                                    

Sesuatu itu terasa lembut, ada yang menyentuhku, menyentuh rambutku dengan manis. Aku membuka mataku perlahan-lahan, ku raba bagian rambutku yang tersentuh kehangatan.

"Dantaaaaa.." aku terbangun dari tidurku.

"Sayang.." lelaki itu tersenyum menatapku.

"Danta, aku-aku tertidur?"

"Hehe, iya kamu ketiduran." Ia mencubit pipiku.

"Kok bisa sih? Kan aku jagain kamu.."

Aku menatap wajah danta, matanya masih sayu, bibirnya pucat tapi senyum manis telah mengembang dari bibirnya.

"Kamu baik-baik aja kan?" Tanyaku.

"Aku gapapa sayang. Kamu khawatir banget sih."

Tangan usil danta mengacak-acak rambutku, meski gerakannya lemah, tapi aku yakin danta ingin menenangkanku.

"Bodoh. Kenapa? Kenapa kamu bikin aku sekhawatir ini?" Aku menarik tangan danta dan menciumnya berulang kali.

"Hei, jangan nangis dong. Aku kan udah gapapa."

"Permisi.."

Seorang suster datang membawakan nampan makanan milik danta, meletakkannya di atas meja dan kembali meninggalkan ruangan.

"Aku suapin ya?"

"Aku gak laper.."

"Dantaaaa.." mataku melotot menatapnya.

Aku mulai membuka makanan yang telah disajikan, makanan khas rumah sakit, terbungkus rapi oleh plastik tipis lengkap dengan sayur dan sendoknya.

"Ayo buka mulutnya.." tanganku telah siap dengan sendok makanan.

"Nggamau sayang."

"Terus maunya apa?"

"Cium.." danta tersenyum tipis.

"Yaudah satu suapan satu ciuman, setuju?" Aku mengangkat alisku sebelah.

"Setuju.."

Sendokan nasi itu sukses masuk ke mulut danta, ada rasa senang di hatiku, setidaknya ada makanan yang masuk ke perut danta.

"Lagiii lagiiii.."

"Aaakkk" ia membuka mulutnya lebar-lebar.

"Aemmmmm.."

Seperti menyuapi sendok makan pada anak kecil, ia terus menagih ciumanku setiap kali berhasil menelan makanannya.

Chuuu muahhh ♡♡

"Aku kenyang" danta memegang perutnya.

"Minum obatnya ya, biar cepet sehat dan cepet pulang."

Beberapa kapsul obat, beruntung danta hanya kelelahan, dan telat makan. Tak ada penyakit buruk yang ia derita, semoga segera ia bisa pulang dan beraktifitas seperti sebelumnya.

"Kamu tadi ke kampus?" Tanya danta.

"Iya, kenapa emang?"

"Ada vanya?"

Mati!
Apa aku harus berbohong sekarang?

"Kenapa nanyain vanya? Kangen ya?" Usahaku mengalihkan pertanyaannya.

"Dih, cemburu? Nanya aja. Soalnya sejak hari pemakaman papa, dia gapernah muncul lagi." Jawab danta.

"Va- vanya sakit. Dia ga ke kampus."

"Ooh, yaudah."

Sudah? Begitu saja? Keadaan membeku, laki-laki ini setengah es batu ku rasa. Aku kembali bersibuk dengan obat di tanganku, danta meminumnya dengan cepat.

"Cepat sembuh ya.." ku cium kening lelaki itu.

"Peluk dulu baru sembuh.." ledeknya.

Aku memeluk tubuhnya dengan hati-hati, ia terbaring di ranjang, dan aku memeluknya dari samping, lelaki ini sangat manis, syukurlah dia baik-baik saja.

"Alexis.."

"Makasih karena gapernah ninggalin aku."

Mata kami beradu, tatapannya hangat, jantungku berdebar, berhentilah danta sebelum ia bergeser dari tempatnya!

****

Jarum jam berdetik, pukul 2 dini hari, dan danta masih belum juga tertidur. Matanya asik menonton tv, dan aku mencamil kripik singkong yang kubeli sore tadi.

"Hei gendut, makan mulu" ledeknya padaku.

"Biarin sih, hari-hari ini berat badanku turun."

"Haha, iya-iya. Makan aja gapapa. Aku mulai ngantuk, aku boleh tidur?"

Aku meletakkan bungkusan kripik dan menatapnya tajam, jadi dari tadi ia berfikir aku melarangnya tidur?

"Dari tadi aku nunggu kamu tidur danta."

"Gimana aku bisa tidu kalo belum...." ia masih menggantung kalimatnya.

"Belum apa?"

"Belum dipeluk dan dicium."

Senyumnya mengembang, wajah danta terlihat berbinar. Aku memdekat dan ia memelukku dengan erat.

"Tau ga? Dulu aku sering banget usaha buat diet, soalnya takut kalo dipeluk ga bakalan tangannya bisa ngelingkar." Sedikit curhat dariku.

"Terus kenapa sekarang gak diet?"

"Emang kamu pengen aku diet?"

"Jangan deh, ntar kalo meluk ga empuk lagi.." danta tertawa cekikikan.

"Danta ihhh!" Aku memanyunkan biburku.

"Bercanda sayang." Danta menarik tubuhku.

"Awas selangny!" Bentakku kaget.

Hampir saja, aku menindih selang infus di tangan danta karena tarikannya pada tubuhku.

"Susah juga ya punya pacar gendut kalo lagi sakit" danta mengernyitkan keningnya.

"Aku nyusahin ya?" Bibirku mulai mengkerut sedih.

Danta melirik ke arahku, secepat kilat bibirnya menyambar pipiku yang chubby.

"Genduuuuuttttttttt" ia mencium bibirku berulang kali.

"Dantaa! Kamu lagi sakit!"

"Aku udah sembuh sayang."

"Dantaaaa!!"

"Apa lexis??"

Kami saling melotot, mataku tak kalah bulat dengan mata danta, lalu dalam beberapa menit kami tertawa hampir bersamaan.

"Jatuh cinta itu seindah ini ya?" Aku merebahkan kepalaku di atas ranjang danta, dengan tubuh masih menggantung di lantai.

"Aku juga ngerasa gitu."

Ia mencium keningku, benar-benar hangat, setiap sentuhan danta membuatku merasa berarti.

"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu danta, cintaku terlalu besar. Tidak akan pernah terjadi. Sama sekali."

Cinta untuk DantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang