Malam yang terlewati menjadi pagi, rasanya aku tidur nyenyak hingga hampir saja lupa kalau hari ini ada kelas pagi yang akan membuat hariku sibuk.
"Akhir-akhir ini berat badanku turun, padahal aku gak niat diet."
Aku masih memandang pantulan diriku di cermin untuk beberapa menit, dibayanganku melintas kelas pagi yang membosankan, namun tiba-tiba pecah dengan bayangan danta yang melintas tanpa permisi.
"Aku berangkat ma."
Jika aku terus menunda langkahku, aku yakin tidak akan berangkat ke kampus. Apa yang harus ku katakan pada danta hari ini?
Mulai hari ini aku pacarnya..
"Hai danta"
"Hai sayang"
"Hallo"
"Hallo danta"Aku terus bergumam melatih sapaanku, apa cocok? Ku panggil apa dia? Danta? Atau sayang?
"Kenapa sebodoh ini sihhh?"
Kurasa wajahku memerah, mataku terpaku dengan langit biru membentang. Semilir angin terus menemani perjalananku, beginikah rasanya jatuh cinta?
****
"Hai lexis." Gadis itu berlari menghampiriku.
"Haiiii.." senyumku sedikit memaksa.
Baru lima menit tadi aku sampai di kampus, tapi gadis ini sudah datang dan merangkulku, tubuhnya yang mungil jelas saja kesulitan memeluk tubuh melarku.
"Temenin aku ke perpus yuk lexis" pinta vanya padaku.
"Tapi vanya, aku....."
"Udah ayooo."
Tanpa basa-basi vanya menarik lenganku, aku tak keberatan menemaninya kemanapun, tapi hatiku selalu berteriak, aku menghianatinya dan ia sama sekali tak menyadari itu. Ingin rasanya sehari saja melupakan keberadaan vanya dan tentang cinta danta yang masih ia bagi.
"Hai sayaaaaang.."
Aku menciut, setiap kali aku bahagia, selalu ada pemandangan menyebalkan ini. Selalu ada vanya yang memeluk danta di depan mataku, dan selalu ada danta yang tak bergeming menerima pelukannya.
"Ha-hai.." tangan danta mengelus kepala vanya dengan lembut.
"Hai lex.." sapanya padaku.
"Iya.. hallo"
Sabar alexis! Seringkali memang expetasi tak sesuai kenyataan, percayalah pada danta, bahwa cintanya tak pernah terbagi. Percaya lexis. Percaya.
"Sayang, aku mau nonton nanti.. ada film baru" vanya masih saja mengeluarkan sifat manjanya dihadapanku.
"Yaudah nanti pulang kuliah ya kita nonton.." danta mencium kening vanya.
Salahkah jika hatiku sakit? Danta juga kekasihku bukan? Hatiku rasanya tercabik melihat semua ini, meski sesekali danta menatapku, tapi itu tetap saja tak mampu menenangkanku.
"Vanya, aku masuk duluan ya. Aku mau cari buku"
"Eh, iya lexis. Tunggu aku di dalam yaaa.."
Aku melangkah mantap, setidaknya di dalam perpustakaan aku bisa menyembunyikan kegelisahanku. Menyembunyikan semua rasa sakitku. Aku memutuskn mengambil sebuah buku besar untuk ku baca, duduk di sudut perpustakaan dan menutup penuh wajahku dengan buku.
"Dantaaa.." batinku membuncah.
Air mataku tak lagi bisa tertahan, terlihat jelas di depan mataku, kekasihku mencium kening kekasihnya yang lain. Aku mencengkram bajuku tepat di bagian dada. Ada yang salah dengan jantungku, kenapa ia terasa sakit?
"Lexis.." vanya berdiri di hadapanku.
Aku masih sibuk dengan air mataku, tak memperdulikan kehadirannya, air mata ini mengalir tanpa permisi. Aku menutup mataku dengan kedua telapak tangan, bahkan buku itu hampir basah karenaku.
"Lexis, you okay?" Vanya meletakkan bukuku dan memandangku dengan tatapan sayu.
"Aku baik-baik aja." Jawabku singkat.
"Terus kenapa kamu nangis?"
"Aku, aku kangen ara." Tambahku.
Mulutku mencetus begitu saja, meski itu bukan alasan sebenarnya mengapa air mataku lepas dari tempatnya.
Bipp.. bipp..
"Maafin aku. Aku cuma ga pengen vanya curiga."
Sebuah pesan singkat di layar ponselku, aku mengusap air mataku dan membacanya dalam hati. Ini baru hari pertama, dan apa aku akan menyerah? Aku mencintai danta bahkan lebih dari caraku mencintai diriku sendiri.
"Kamu udah baikan?" Vanya masih saja menatapku.
"Aku gakpapa hehe. Nanti aku mau ke makam ara, mungkin itu bakal bikin aku lega."
"Yaudah sekarang jangan nangis lagi."
Pelukan vanya merapat ketubuhku, kenapa gadis ini begitu baik? Hingga aku tak sanggup menyakitinya, apa jadinya jika ia menyadari kekasihnya bermain-main denganku? Apa jadinya jika ia tau kekasihnya menghianatinya untukku?
"Vanyaa maafin aku." Aku memeluknya juga.
"Maaf untuk apa?"
"Maaf. Maaf karena udah bikin kamu khawatir tiba-tiba nangis."
Senyum gadis itu mengembang, aku tak menyangka akan menjadi sahabat baginya. Pelukannya hangat dan menenangkan, bagaimana bisa aku menyakitinya? Mengapa cinta membuatku sejahanam ini? Andai bisa ku katakan dengan sejujurnya, vanya aku gak pernah berfikir buat nyakitin kamu, tapi aku mencintai danta. Bahkan mungkin aku juga gak bisa hidup tanpa danta. Setidaknya biarkan aku menjaganya sampai pada akhirnya dia akan menikah denganmu.
"Cinta, mengapa kau hadir tanpa mengenal tempat? Mengertikah dirimu? Aku bahagia memiliki seorang teman, teman sebaik gadis ini. Tapi karenamu aku berhianat, karenamu aku menyakitinya tanpa memikirkan perasaannya. Cinta, apa ini benar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta untuk Danta
Roman d'amourJatuh cinta? Bukankah hal yang wajar? Tapi bagaimana dengan orang yang jatuh cinta untuk pertama kali? Lalu berfikir bahwa cinta yang ia miliki benar-benar salah? Perjalanan alexis begitu terjal untuk membahagiakan danta, meski harus membagi cintany...