Beberapa bulan berlalu, aku tak pernah datang lagi ke kampus, tanpa keterangan, dan tanpa ada juga yang menanyakan, tapi hari ini aku memijakkan kakiku disana. Hanya untuk mengucapkan salam perpisahan pada suasana sejuk dan dedaunan rindang. Sore ini aku berangkat, semuanya sudah siap, tiket pesawat dan segalanya. Ku mohon bertahanlah alexis, kau bisa melakukannya.
"Alexis!"
Selalu dia yang pertama kali muncul saat aku datang ke kampus, vanya.
"Vanya.." aku memeluk gadis itu sedikit canggung.
Aku harus pintar menyembunyikan tangisanku, jangan sampai vanya menyadari segalanya.
"Kok lama nggak keliatan sih?" Tanyanya dengan manja.
"Iya, aku abis sakit." Senyumku.
"Ohya, ini buatmu.."
Ia memberikanku sebuah undangan, sengan kertas putih bergambar kereta kencana, pita merah mengikat undangan itu dengan rapi. Aku belum membaca ini dari siapa, tapi aku yakin ini akan menjadi bencana besar bagiku.
"Jangan lupa dateng ya.."
"I-iya pasti kok.. aku ke perpus dulu ya.. ada yang harus ku kerjain."
Aku berlari secepatnya. Airmataku hampir lolos, apa ini undangan pernikahanmu vanya?
Bruk!!
"Aw! Hati-hati dong!" Bentakku.
"Lexis."
"Danta."
"Lexis, dengerin aku lexis." Danta langsung saja menarik tanganku.
"Stop danta!" Aku melepaskan genggamannya.
"Lexis. Kamu harus dengerin aku, aku udah janji buat perjuangin kamu lex. Aku udah janji."
Aku berlari menjauh, tanpa menghiraukan semua kalimat yang coba ia susun untukku, aku kembali e taxi yang tadi membawaku kesini. Ku buka undangan pemberian vanya, air mataku berhasil menetes saat melihat namanya.
"Alerina Vanya Oktav & Adanta Alfath"
"Mereka akan menikah? Mereka benar-benar akan menikah.."
Aku menyandarkan tubuhku, hari-hari ini aku melakukan pemborosan air mata, mengapa aku terus menangis seperti ini? Aku yang telah mengambil keputusan ini, aku yang mengambilnya.
"Langsung ke bandara ya pak.."
Taxi yang ku tumpangi melaju dengan cepat, meliuk-liuk di badan jalan raya, otakku masih tak bisa meninggalkn hal lain selain bayangan danta. Bahkan keramaian jalanan sama sekali tak mengusik diamku.
****
"Terimakasih pak.." ku serahkan beberapa lembar uang kertas untuk membayar argo perjalananku.
Aku telah sampai di bandara, ku tarik koper yang akan menjadi teman hidupku disana. Sesekali aku menoleh ke belakang, berharap akan ada seseorang yang menghentikanku, berharap keajaiban mengubah segalanya. Angin kencang menghembus membelai rambutku, langkahku berat sekali, masih ada satu jam lagi sebelum waktunya tiba. Aku menatap layar ponselku, tak ada panggilan ataupun pesan yang berarti. Aku meneruskan langkahku pelan, airmataku masih menetes sepanjang jalan.
"Berhenti Alexis!!" Teriakan itu tak asing bagiku.
"Danta.."
Aku membalikkan tubuhku, ku pandang lelaki itu berlari menghampiriku, bagaimana ia bisa tau tentang keberangkatanku.
"Aku mohon berhenti!" Ia menjatuhkan tubuhnya tepat di bawah kakiku.
"Danta, kamu?"
"Aku mohon lexis. Apa jadinya aku kalo kamu pergi, bilang ke mereka semua. Bilang kalo kamu gak akan ninggalin aku!!! Bilang lexis!! Bilang sayangggg!!"
Danta terus mengkoyak tubuhku, sedang aku hanya menatapnya dengan derai airmata.
"Lexis!! Bilang ke mereka semua, kalo bukan cuman aku yang jatuh cinta!! Tapi kamu juga cinta ke aku lexis."
Aku masih membisu, mataku memerah, berusaha ku tahan bibirku yang ingin berteriak, aku bisa saja berjuang hari ini danta, tapi mengingat om erwin yang sangat ingin melihat kamu bahagia dengan vanya, dan juga vanya yang sangat menyayangimu, aku gak mungkin menghancurkan keduanya.
"Jangan sayang. Jangannn!! Jangan pergi. Aku bakal ngelakuin semuanya!! Kamu mau aku gendong sepanjang pantai kayak dulu? Bakal aku lakuin!! Kamu mau berapa banyak buket mawar putih. Aku beli semuanya buat kamu, tapi jangan tinggalin aku alexis!!"
Tubuh danta memelukku erat, tuhan aku tak tahan lagi. Aku tak tahan dengan semua cobaan ini. Aku hancur tuhan, aku hancur.
"Dantaaaa.."
Tangisku pecah juga, tak sepatah katapun ku ucapkan, aku hanya ingin berada di pelukannya, merasakan hangat tubuhnya meski untuk terakhir kalinya. Mencium wangi tubuhnya semoga bisa mengurangi rinduku nanti.
"Jangan pergi ya sayang." Danta menatapku.
"Maafkan aku."
Aku melepaskan pelukannya, suara speaker pertanda waktuku telah berakhir, aku berjalan meninggalkannya, danta berusaha mrnarik tanganku, tapi aku tetap tak berubah fikiran untuk meninggalkannya.
"Alexiiiiiiiiisssssss!!!!!!!!!!!!"
Mendengar teriakanmu, taukah kau danta? Hatiku lebih sakit dari itu. Semua ini tak bisa ku ungkapkan lewat kalimatku, bukan karena aku tak bisa merangkai kata untukmu, tapi karena seluruh kalimat di muka bumi ini tak cukup menggambarkan rasa sakitku. Setidaknya kita akan belajar dari jarak, kita akan belajar untuk tidak saling membenci, tapi juga tidak saling mencintai. Aku akan kembali danta, suatu hari nanti sebagai teman yang turut berbahagia atas pernikahanmu..
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta untuk Danta
RomanceJatuh cinta? Bukankah hal yang wajar? Tapi bagaimana dengan orang yang jatuh cinta untuk pertama kali? Lalu berfikir bahwa cinta yang ia miliki benar-benar salah? Perjalanan alexis begitu terjal untuk membahagiakan danta, meski harus membagi cintany...