BAB 6 - loss.

557 29 0
                                    

Hari ini langit mengihtam, awan mengembang di hamparan luas itu. Aku memanyunkan bibirku, duduk di bangku taman sambil mendengarkan alunan musik dari mp3 mini ku.

"Sepi banget." Aku menyandarkan punggungku.

Tiba-tiba pandanganku menerawang jauh, aku selalu bergulat dengan pikiranku sendiri. Bayangan danta tiba-tiba muncul dipikiranku.

"Cukup!" Teriakku sendiri.

Ini cuma perasaan mengganggu, perasaan kagum saja, tidak semestinya. Aku meneguk segelas minuman yang ku bawa dari dalam rumah. Hanya karena danta adalah lelaki pertama yang baik kepadaku, bukan berarti aku jatuh cinta bukan? Ini hanya rasa suka, hanya suka.

Bipp.. bipp..
Sebuah pesan masuk di ponselku, aku membukanya dengan cepat.

"Kalo nanti aku pergi, jaga diri baik-baik. Jangan gampang putus asa, jangan gampang sakit hati, terus belajar. Terus berusaha jadi sebaik yang kamu mau. Alexis, kamu sempurna."

Pesan yang cukup panjang dari ara, apa maksudnya? Kenapa dia mengirim aku pesan seperti pesan kaleng itu? Tiba-tiba jantungku berdegup kencang, apa semuanya baik-baik saja?

"Ayo angkat dong raa.."

Aku berulangkali meneleponnya, tapi tak ada jawaban darinya. Apa yang terjadi? Dia mau pergi kemana? Aku memandang ke segala arah, berharap ada yang bisa aku temui di malam larut seperti ini.

"Danta." Ucapku.

Hanya danta , ara dan erika yang aku kenal di kampus. Dan hanya danta yang memiliki jarak rumah cukup dekat denganku.

"Erika, bisa aku minta nomor danta?" Tanpa pikir panjang, panggilan itu kulakukan.

"Oh, i-iya kak.. aku ki-kirim sms ya.."

****

Mobil itu melaju dengan kencang, danta yang mengemudi, dan aku yang duduk di sampingnya. Beberapa lampu lalu lintas sempat membuat kami terhenti, jantungku berdetak tak karuan, aku benar-benar khawatir sekarang.

"Danta.. bisa lebih hati-hati? Aku takut nabrak." Aku berusaha mengatakan kalimat itu dengan berat.

"Sebentar lagi sampai."

Suara klakson, jalanan yang padat, dan semua keributan dijalan raya, pada akhirnya membawa kami ke tower apartment tempat ara tinggal, entah tindakan ini benar atau tidak, tapi kami langsung saja menaiki lift hingga ke lantai 6, lantai tempat ara tinggal.

"Araa!! Araa!!" Panggilku panik.

"Araa.. kamu di dalam?" Danta mengetuk pintu apart ara beberapa kali."

Tak ada jawaban atas panggilan kami, telepon ara pun tak lagi tersambung. Aku mulai tegang, ada apa denganmu ra?

"Apa kita dobrak aja? Gaada waktu buat ngehubungi pihak apart atau yang lain. Resikonya kita yang tanggung, setuju?" Danta menatapku tajam.

"Setuju."

Brak!! Tak ada pilihan lain, dengan beberapa kali terjangan pintu itu berhasil di buka.

"Ara!!" Aku langsung masuk kedalam dan melihat semua kekacauan ini.

"Ara! Ara!"

Tubuh sahabatku sudah tergeletak di lantai, dengan busa di sepanjang liuk bibirnya, kamarnya berantakan, racun serangga, beberapa kapsul obat, dan suntikan.

"Jangan pegang!" Danta langsung menarik badanku saat aku ingin memegang suntikan dan obat-obatan itu.

"Araaaaaa!!!!!!!" Teriakku berlinang air mata.

"Araaaa!! Araaa kamu gak boleh ninggalin aku!! Araaaaaa!!"

Semuanya sudah tak terkendali, bayangan ara menyelinap di pikiranku, masih ku ingat dengan jelas pertemuan kami di hari pertama kampus, aku masih sangat cupu, dan dia sudah sangat popular. Dia yang menjabat tanganku untuk pertama kali, dia yang memelukku saat seluruh dunia tidak lagi perduli dengan keberadaanku.

"Araa!! Dantaa itu araa!!" Air mataku terus mengalir tanpa jeda.

"Hstttt.. tenang yaaa.. kita hubungi polisi dan pihak rumah sakit." Tangan danta melingkar memelukku dari belakang agar aku tidak mendekati jasad sahabatku itu.

Ara? Kamu kenapa? Kamu bilang setiap orang punya kekurangan kan? Kamu yang minta aku buat berhenti ngeluh tentang fisikku, kamu yang minta aku buat berhenti perduli omongan orang tentang aku? Tapi kenapa kamu pergi? Kenapa kamu ninggalin aku? Kamu bilang kamu sahabatku? Kalo kamu pergi? Siapa yang bakal nguatin aku ra?

"Araaaaa!!!!! Kamu gak boleh ninggalin aku raaaa!!!!!" Aku memberontak dari pelukan danta sekuatku.

"Alexis, hei alexis!!" Pelukannya makin kuat.

"Araaa!! Araaa!!"

Tubuhku terjatuh, isak tangis benar-benar tak dapat ku bendung lagi, semua kenangan itu meluap di atas kepalaku, nafasku tersengal, apa seperti ini rasanya kehilangan? Ara bukan sekedar sahabat bagiku, melainkan sudah seperti saudaraku. Ara yang selalu ada dalam keadaan apapun.

"Tenang ya lexis. Ara udah tenang disana. Semuanya bakal baik-baik aja."

"Tapi dannn.. ara dannn.."

Danta langsung saja memelukku, menenangkanku agar tak lagi berderai air mata, badanku masih bergetar, rasanya baru tadi sore kami bercanda tawa berdua, bahkan pelukan hangat danta tak berhasil menghentikan getar di tubuhku.

Banyak rencana yang kita susun kedepannya, kenapa kamu meninggalkanku secepat ini ra?

Cinta untuk DantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang