Aku berjalan lurus ke depan, disana gelap, tanganku meraba-raba kemanapun aku bisa. Apa ada kerikil dibawahku? Apa aku akan terjatuh?
"Dantaaaa.."
Tentu saja tidak, ini adalah ulah danta, sudah setengah jam ia menutup mataku dengan kain hitam, dan menuntunku berjalan entah kemana.
"Apa sayang?" Ia mencium pipiku.
"Aku dimana? Bukain iketan matanya." Keluhku.
"Sedikit lagi sampai. Jangan ngeluh terus dong.. katanya sayang aku?"
"Danta ih!"
Laki-laki ini benar-benar meledekku, kalimat sayangnya selalu membuatku kalah dalam segala hal. Mungkin itu salah satu alasan mengapa aku mencintainya.
"Satuuu.. duaaaa.. tigaaaa.."
Danta melepas penutup mataku, aku berdiri di sebuah ruangan, ruangan yang hanya ada aku dan danta, juga rangkaian nada indah dari piano, pandanganku mengitar, aku dimana?
"Kamu suka?"
Danta memangkukan kepalanya di bahuku, ia memelukku dari belakang. Tangannya menyelusup lewat pinggangku, memberikan setangkai mawar putih kesukaanku.
"Apa kamu ga pernah menemukan penjual mawar merah?" Ledekku.
"Untuk apa? Putih itu suci. Seperti aku yang jatuh cinta pertama kali."
Bodoh. Kenapa kalimatnya membuat pipiku memerah? Aku berusaha menormalkan keadaan, kulihat sebuah meja dengan sepasang kursi, dan lilin di atasnya menyala indah. Piringan makanan yang aku yakini disajikan untuk kami berdua, apa ini romantic dinner?
"Ayo duduk.." danta menarik kursi untukku.
Aku meletakkan tubuh di atas kursi, mataku tajam menatap danta. Lelaki itu selalu punya cara untuk membuatku jatuh cinta lagi dan lagi.
"Gimana? Kamu suka ngga?" Ia mengulangi sekali lagi pertanyaannya.
"Sukaaa kok. Banget malah." Jawabku sambil tersenyum malu-malu.
Danta menggenggam erat tanganku, sambil sesekali mengelus punggung tangannya, membuatku semakin nyaman tak karuan.
"Ayo mulai makannya." Ajaknya.
"Nggakmau, suapin."
Aku membuka mulutku menggodanya, tak menyentuh makananku sama sekali sampe ku dapati reaksi danta terhadapku.
"Nihhhh.." ia menyuapkan makanannya untukku.
"Nih sekarang kamu.." aku melakukan hal yang sama padanya.
"Dasar manja"
Danta tertawa cekikikan, entah kenapa aku sangat bahagia melihat tawa lepasnya, aku bahagia melihatnya tersenyum, teruslah begini danta.
"Sekarang sambelnya ayo, berani ngga?" Aku mengambil sambal dengan sendokku.
"Kalo aku berani, aku dapet apa?" Alisnya mengangkat sebelah berusaha menggodaku.
"Apa aja deh yang kamu mau, tapi jangan susah-susah."
"Aku mah dapet cium, dari sepanjang kita keluar resto ini sampe kerumah kamu." Jawabnya.
"Dealll!" Aku menyahuti mantap.
Aku berusaha menahan tawaku, sendokku perlahan-lahan menghampiri bibir danta, bibirnya terbuka dan langsung melahap senok sambal tanpa berfikir lagi.
"Danta"
Ia benar-benar melakukannya, sambal itu sudah habis di makannya, ini akan jadi malam panjang untuk menciumnya di sepanjang jalan.
"Yes! Aku menang.. tapi pedes.." ia buru-buru meneguk minumannya.
"Dih, kenapa bener dilakuin sih?"
"Kan biar dapet ciuman sepanjang jalan dari pacarku yang cantik ini." Ia mencolek ujung hidungku.
Kenapa lelaki konyol ini membuatku begitu cinta? Bahkan tak sekalipun aku ingin mencintai yang lain, tidak sama sekali.
"Nah, sekarang aku punya sesuatu buatmu." Ia melanjutkan permainannya.
"Apa emang?"
"Tuh disitu." Matanya melirik ke arah kue yang tersaji di depanku.
"Kue?"
"Buka aja. Ada di tengahnya."
Aku mengenakan garpuku, mengobrak-abrik kue coklat yang lumer itu.
"Ahh ini.." aku mengambil sesuatu di dalamnya.
"Aku ragu sih, cukup apa engga. Siniin."
"Danta, apa ini gak kecepetan?"
"Apanya? Ini cuma cincin, bukan cincin lamaran." Jawabnya sambil tertawa kecil.
"Lalu cincin apa?"
"Aku belum bisa ngelamar kamu hari ini lexis, meski aku pengen banget. Jadi aku kasih kamu ini, cincin ini tanda keseriusan aku buat ngejalanin semuanya sama kamu, dan suatu hari cincin ini bakal aku ganti sama cincin lamaran."
Danta menyematkan cincin itu di jari manisku, kami berdua berdiri berhadapan, aku memandangi wajahnya yang tampan, matanya tajam, bibirnya tersenyum tipis.
"Aku sangat mencintaimu danta.."
Aku memeluk danta tanpa ragu-ragu, kini sudah kupastikan aku takkan berjuang sendirian. Aku akan berjuang berdua dengannya, dengan kekasihku.
"Hei, jangan lupa janjimu sayang." Danta memelukku.
"Iya-iya ga lupa."
"Yaudah ayo kita balik sekarang."
Ia mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja. Tangannya menarikku lembut, semua perlakuan danta tentu saja membuatku sangat bahagia.
"Silahkan masuk nona." Ia membukakan pintu mobil untukku.
"Baiklah, pangeran kodok." Aku tertawa geli.
"Ayo mulai.." ia menyalakan mesin mobilnya.
Chuuppmuahhh♡
Sebuah ciuman mendarat di pipi kiri danta, ia tersenyum sembari asik melajukan mobilnya. Jantungku berdegup kencang, berulangkali ku cium pipi danta sebagai realisasi atas janjiku."Aku sayang kamu dan.."
"Aku juga lexis.."
Aku tak pernah bosan mengucapkannya, juga tak pernah bosan mendengar ucapan yang sama dari bibir danta. Langit hitam ini menjadi saksinya, begitu juga dengan bulan dan bintang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta untuk Danta
RomanceJatuh cinta? Bukankah hal yang wajar? Tapi bagaimana dengan orang yang jatuh cinta untuk pertama kali? Lalu berfikir bahwa cinta yang ia miliki benar-benar salah? Perjalanan alexis begitu terjal untuk membahagiakan danta, meski harus membagi cintany...