BAB 16 - Keputusan.

470 22 1
                                    

Hari baru dimana aku masih berhasil terbangun dari tidur semalam, rasanya ada mimpi buruk yang menghantuiku hingga pagi datang. Aku masih terduduk di ujung ranjang, hari ini ada 2 mata kuliah yang harus ku ikuti dengan ragu-ragu.

"Pagi sayang.. ke kampus jam berapa?" Mama menghampiriku yang tak juga keluar kamar.

"Tidak ma.." aku menggeleng sekenanya.

"Kenapa lexis?"

"Lexis gak enak badan."

Aku menarik lagi selimutku dan menutupnya hingga ke ujung kepala. Mama hanya mengusap kepalaku seolah menyetujui izinku untuk tidak pergi. Langkahnya mantap meninggalkanku sendirian.

Tilulitt.. tiluliiittt..
Dering ponselku, segera ku cari darimna sumber suaranya, ponselku tergeletak di atas meja rias. Panggilan dari danta sudah jelas terpampang di layar depan, ku geser tombol hijau itu untuk menjawabnya.

"Hallo" sapaku.

"Lex.. kamu dimana?" Nada suara danta terdengar lembut.

"Dirumah, kenapa dan?"

"Kamu gak ke kampus lex?"

"Aku sakit.." jawabku sedikit berbohong.

Langsung ku matikan panggilan itu karena suaraku akan menyerak seketika jika lebih dari 5 menit saja mendengar suara danta. Aku tak ingin danta mendengar suaraku yang sedih. Tapi aku tak sepenuhnya berbohong, kepalaku memang sedikit berat, tanganku juga dingin, sepertinya aku akan terkena flu.

"Mamaaa.." panggilku lirih saat kepalaku terasa semakin berat.

Ruangan yang berputar, pandangan yang terkabur menjadi dua. Ada apa denganku?

****

Tak ku ingat kejadian terakhir sebelum aku membuka mata beberapa menit yang lalu, kepalaku sedikit lebih ringan sekarang, mama sudah ada disampingku dengan segelas air.

"Kamu ga apa-apa sayang?" Tanya nya dengan mata sayu penuh kekhawatiran.

"Lexis gapapa ma.." aku tersenyum simpul.

"Lexis"

Aku mengenal suara itu, apa aku salah mendengar? Apa halusinasiku belum berakhir? Apa suaranya juga masih berusaha menggangguku?

"Danta!" Mataku membulat sempurna.

"Kok kamu disini? Ngapain?" Tanyaku gelagapan.

"Mama turun dulu ya sayang, mama mau beli obat.." mama menyela pertanyaanku untuk meninggalkan kami berdua.

Danta duduk di ujung kakiku yang tertutup selimut, sedangkan aku masih tersandar di atas ranjang bersama gelas air mineralku. Nafas panjang ku hela, aku sengaja tidak masuk kuliah, agar tak bertemu dengan pria ini, tapi dia malah ada disini.

"Ini buatmu.." ia menyerahkan setangkai mawar putih padaku.

"Cepat sembuh" lanjutnya sambil mengecup keningku hangat.

"Ke-kenapa kamu disini?" Tanyaku berulang.

"Aku khawatir, tadi aku datang pas ada suara kamu jatuh. Mamamu panik, terus.." kalimatnya tergantung.

"Terimakasih.."

Mawar putih lagi, begitu harum, seperti hari itu. Mawar putih yang memancing cintaku. Aku memejamkan mata sejenak, pikiranku kosong.

"Kenapa kamu ga datang ke kampus?" Danta mulai membuka pembicaraan.

"Aku sakit." Jawabku menunduk.

"Jangan bohong."

"Aku pingsan kan barusan?" Aku masih mempertahankan jawabanku.

Danta mendekatkan posisi duduknya denganku, matanya berkaca-kaca membuat jantungku makin berdegup tak karuan.

"Berapa orang yang mau kamu bohongi? Apa kamu bisa bohong ke aku?" Matanya tajam menatapku.

"Aku gak.."

Bruk..
Tubuhnya jatuh memelukku, tangannya lembut membelai kepalaku, hidungnya berulang kali menyentuh pipiku, aku tau ia sedang menahan tangisnya, aku tau ia juga sama dilemanya denganku.

"Kenapa kamu masih gak percaya juga?" Ia membisikkan kalimat itu padaku.

"Kita bisa ngelewatin semuanya sama-sama lexis."

Ia melepas pelukannya, tangannya beralih menggenggam tanganku, pandangan matanya masih tajam, genggamannya erat dengan raut wajah penuh kekhawatiran.

"Aku tau, kamu mikir ini semaleman kan? Makanya itu kamu gak balas semua pesanku, aku tau kamu sakit karena kepikiran, jujur sama aku lex."

Aku hanya terdiam, wajah danta yang setengah marah justru membuatku terpanah, apa aku harus memberi jawaban? Bukankah cinta bisa membaca segalanya?

"Kita bakal lewatin semuanya berdua, suatu hari nanti semua orang bakal paham kalo aku sayang sama kamu lex. Kita akan cari jalan untuk ngelepasin vanya tanpa nyakitin dia." Jelasnya panjng lebar.

"Aku.. aku gak mikirin itu danta.. sungguh" aku masih terus berbohong.

"Sampai kapan kamu mau bohong lex?"

Benar, cinta membaca segalanya.. perasaan danta telah berhasil menerjemahkan fikiranku, apa aku hafus kehilangan prinsip sekarang? Apa aku lemah sekarang? Apa pertahananku untuk tidak merebut milik vanya hancur sekarang? Apa cinta lebih kuat daripada ini?

"Aku juga mencintaimu dantaaa!!"

Aku tak tahan lagi, ku mohon maafkan aku. Tapi aku tak bisa memungkirinya lagi, lelaki ini telah menyita waktuku, perhatianku, dan sebagian hatiku. Aku memeluknya dengan erat, aku egois, tapi aku tak begitu kuat untuk melepaskan cinta pertamaku..

"Aku mencintaimu danta.. sangat mencintaimu"

Tangisku pecah, danta mencium keningku untuk membuatku sedikit lebih tenang, tangannya menyapu wajahku, apa aku tak salah jalan? Apa lelaki ini benar mencintaiku? Aku menyandarkan wajahku pada dada bidangnya, jantungnya berdegup begitu kencang, tangan kami saling menggenggam..

"Aku mencintaimu lexis.."
"Aku mencintaimu danta"

Cinta untuk DantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang