BAB 24 - Meleleh.

430 22 0
                                    

Aku menangis semalaman, danta menurunkanku begitu saja setelah pulang dari pantai, ia tak menghubungiku, apa dia marah? Mentari terik hari ini, langit putih melengkapi pagiku, aku sudah berjalan hingga gerbang kampus, sudah ramai, kulihat vanya tengah duduk berdua dengan danta.

"Masih pagi lexis, jangan galau." Aku berusaha menghibur diriku sendiri.

"Hai lexis!" Vanya melambaikan tangannya padaku.

Kulihat tangan kanan danta menggenggam tangan kiri vanya. Mata danta menatapku sinis, bibirnya sesekali mencium pipi vanya di hadapanku. Aku hanya tersenyum dari kejauhan untuk membalas sapaan gadis cantik itu.

"Sabar.. sabar.." aku menghela nafas panjang.

Ku lirik layar ponselku, dan tak ada pesan masuk sama sekali, biasanya danta selalu mengucapkan selamat pagi padaku.

"Dantaaa.." ku peluk ponselku.

Aku terus berjalan menuju ruang kelasku, air mata tak terasa sudah berlinang saja di ujung pelupuk mata, semuanya akan baik-baik saja. Aku yakin. Seharian tanpa danta

****

"Lexis, tolong yang ini di antar ke rumah bu nana ya." Mama memberikan bingkisan untuk ku bagikan.

"Dan yang ini kerumah alm. Pak erwin"

"Ha? Lexis baru pulang ma, lexis capek.." aku menolak permintaan mamaku mentah-mentah.

"Lexis. Ini kan udah rutinan, biasanya juga papa sama mama yang anter, tapi hari ini papa gak bisa, mama juga masih harus urus beberapa hal lagi."

"Tapi maaaaa..." aku masih berusaha menolak.

"Berangkat sekarang lexis."

Aku sedikit murung, keadaannya sedang tidak enak antara aku dan danta, tapi kenapa malah aku dapat tugas mendekati kediamannya? Ini sih sama aja masuk kandang macan. Aku mengangkut dua bingkisan yang diberikan mama, satu untuk bu nana, dan satu lagi untuk danta.

"Permisi.." aku mengetuk pintu rumah danta beberapa kali.

"Ada apa kesini?" Danta membuka pintu rumahnya.

"I-ini dari mama, rutinan dari keluarga." Kusodorkan bingkisan dari danta dengan mata terpejam.

"Makasih." Ia meraihnya dan hampir saja menutup pintu rumahnya.

"Danta." Aku menghentikannya.

"Sampai kapan kita harus begini?"

"Sampai kamu bisa tau kalo ga seharusnya kamu deket cowo lain." Danta masih dengan wajah kesalnya.

"Andra cuma temen lama aku, kamu sama vanya juga ngelakuin hal yang bahkan nyakitin aku setiap hari." Mataku mulai basah kurasa.

"Itu beda! Aku perjuangin kamu! Aku bakal ngelepas vanya suatu saat nanti!"

"Iya memang beda! Kamu bakal ngelepas vanya! Tapi aku bahkan gak bakal pernah ngeiket andra!!" Jawabku tak kalah tinggi.

"Tapi aku gak suka! Aku cemburu lexis!"

Mata kami saling menatap, kali ini bukan tatapan beku yang kulihat dafi mata danta, tapi tatapan kasih sayang dan takut kehilangan.

"A-aku gak selingkuh.. aku gak mau kehilangan kamu dan.."

Aku langsung memeluk tubuh danta, tak perduli apa yang akan ia fikirkan tentangku, tapi berjauhan dengannya rasanya tidak enak, aku tidak sanggup.

Chuuu muahhh ♡
Danta mendartkan sebuah ciuman manis untuk keningku, aku terisak, nafasku tersenggal-senggal akibat menangis.

"Maaf ya, aku udah cemburu." Danta membelai rambutku dengan lembut.

"Aku cemburu liat kamu akrab sama cowo lain, aku cemburu liat andra yang terus berusaha deketin kamu." Tambah danta.

"Kamu curang!" Aku mencengkram lembut baju yang ia kenakan.

"Kamu selalu peluk vanya di depan aku, kamu selalu cium vanya di depan aku. Tapi kamu marah aku deket sama andra." Kalimatku terpatah-patah seiring dengan air mataku.

Tak kudengan kalimat apapun dari bibir danta, ia masih memelukku dengan erat, amarahnya terlihat sedikit memudar, tangannya lembut, membuatku selalu nyaman berada di pelukannya.

"Aku cuma lagi bikin vanya bahagia, kamu ga perlu cemburu. Suatu saat aku bakal lepasin dia. Dan itu buat siapa? Buat kamu." Danta mencubit kecil pipiku.

"Kamu gak main-main kan sama kalimatmu dan?"

"Enggak, aku serius sayang." Danta mengecup bibirku lembut.

"Kadang aku mikir kalo aku ini jahat, vanya baik sama aku, tapi aku malah hianatin dia."

"Bukan salah kamu kok, emang dasarnya aku mau macarin vanya cuma demi papa."

Aku kembali hanyut dalam pelukan danta, ia terus membelai pipiku, rambutku dan seskali mencium keningku.

"Kalo suatu saat nanti kita berjodoh, kamu mau punya anak berapa?" Obrolan danta mulai menggodaku.

"Satu.."

"Kok satu?"

"Dua deh biar punya saudara."

"Kok dua sih yang? Sebelas dong. Cowok semua"

"Idih, mau main bola?"

Kami tertawa cekikikan, setiap pertengkaranku dengan danta, selalu berakhir manis, kembali tertawa dan semakin cinta.

"Aku pengen punya anak cewe, biar ada temennya."

"Ga asik, anak cowo aja biar bisa jadi yang terhits di kampusnya, kayak aku hahaha"

Aku melihat senyum danta yang manis, bebannya mungkin terangkat saat ini.

Cinta untuk DantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang