Bab Tujuh

360 28 0
                                    

KETIGANYA berdiri di depan sebuah meja panjang yang membatasi mereka dengan dua orang petinggi di balai ini. Mata mereka terfokus merekam jejak-jejak informasi yang mungkin bermanfaat untuk nanti.

"Artefak itu adalah peninggalan prasejarah yang sangat penting guna menunjang ilmu pengetahuan terdahulu di negara kita." Pria dengan alis menukik--Tuan Hemsworth namanya--menunjukkan satu dokumen kenegaraan yang penting. "Dikatakan ada satu kapak genggam tua, yang dibuat sekiranya pada zaman Paleolitikum tenggelam di laut Cooper, sekitar tiga kilometer dari daratan."

"Jika kalian minat untuk mengambil tawaran ini bisa langsung segera membubuhkan tanda tangan kalian. Proyek ini akan aku konfirmasi ke pemerintah bahwa sudah ada yang bertanggung jawab." Tuan Wright merapikan banyak kertas di genggamannya. "Kalian hanya memutuskan pergi bertiga?"

"Sebetulnya kami juga ingin mengajukan rekan tambahan, Tuan." Alexis menengahi. "Mungkin sekiranya tiga orang lagi, untuk jaga-jaga saja."

"Aku tidak yakin," balas Tuan Wright penuh keraguan, kacamatanya ia turunkan sejenak dan menatap lurus penuh keseriusan. "Ini memang baru ditempel sekitar sehari sebelumnya tapi kami sudah menawarkannya ke banyak arkeolog, beberapa dari mereka menolak, berkata tak sanggup."

"Atau mungkin kita akan coba memilah rekan dengan usaha kita sendiri, bagaimana?" Thomas mengajukan ide.

"Ya dan berharap saja ada yang mau ikut." Tuan Hemsworth berkomentar. "Siapa ketuanya?"

Alexis dan Thomas saling pandang, kemudian mata mereka mengarah ke Syamsul yang berdiri tepat di tengah keduanya sambil memasang tatapan kematian, seolah tahu pandangan mereka.

"Ilham akan menjadi ketuanya, Tuan!" Alexis berseru.

"Ya, dia memang andal!" Thomas menambahi.

Tanpa dikompori, Tuan Hemsworth dan Tuan Wright memang tahu, Syamsul layak mendapatkan posisi sebagai pemimpin. Lantas keduanya terfokus dengan urusan penyetujuan.

Tak banyak suara terdengar, Syamsul cuma bisa menghela napas. Bagaimanapun ia tak kuasa lari dari keadaan ini. Lagipula tidak ada salahnya mengambil proyek, karena terhitung sejak pernikahannya tergelar ia belum sempat terjun langsung ke lapangan lagi.

Masalahnya apa memang ia patut dijadikan pemimpin dari dua makhluk seenak jiwa di samping kiri-kanannya ini?

Belum lagi akan bertambah.

"Ilham, silahkan maju ke depan untuk menandatangani kontrak." Tuan Hemsworth terlihat sudah menyerahkan kertas di atas meja lengkap bersama pulpennya.

Maka sambil menenangkan pikiran, pria itu mulai memberikan cap pengenalnya tepat di bawah keterangan penanggungjawab.

***

"Selamat datang, Mas!" Raisya membuka pintu dengan hati riangnya, obrolan bersama Amelie tadi siang mampu membangkitkan animo gadis itu.

Syamsul tersenyum, ia tarik rapat wanita mungilnya untuk diberi kecupan singkat di kening.

"Mau mandi atau makan?" Wanita itu telaten mengambil alih tas kerjanya.

"Aku mau kamu," jawab sang pria berusaha santai. Ia menutup pintu rumah dan menarik istrinya untuk masuk ke dalam kamar. "Ada lingerie lagi selain yang hitam kemarin?"

DaimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang