Bab Sembilan Belas

166 17 2
                                        

HELAAN napasnya terdengar entah sudah yang ke berapa kali, dirinya juga lupa kapan waktu awal duduk di tepi ranjang itu karena saking lamanya melihat kebimbangan sang istri di depan kaca dandan.

"Kamu cantik pakai apa aja, Rai." Suara Syamsul bertujuan agar gundah istrinya diselesaikan, nyatanya wanita itu bergeming di posisi, mematut dirinya di depan cermin sembari bergaya, memperhatikan detail.

"Tapi aku keliatan gemuk pakai ini, Mas."

Syamsul bangkit perlahan, ia berdiri tepat di belakang istrinya, salah satu tangan meremas pundak Raisya.

"Yang lain sudah nunggu." Pria itu tersenyum menatap melalui pantulan. "Aku nggak bohong soal kamu pakai apa aja cantik."

"Mas!" Raisya merengek.

"Kita 'kan cuma makan keluarga, Rai."

"Ya, tapi tetep aja."

Pria itu menarik perlahan lengan istrinya, mengajak agar wanita itu bangkit dari duduk dan kini berdiri berhadapan.

Sumpah, Syamsul tidak menipu. Di depannya Raisya nampak cantik. Balutan gaun selutut berwarna hitam disertai polkadot putih kecil di seluruh bagiannya, tak lupa tangan balon dan serutan tepat di pergelangan tangan, membuat istrinya terlihat seperti remaja.

"You are beautiful, Babe." Sejurus Syamsul menyapukan kecupan dalam di kening Raisya, ia segera menarik wanitanya agar keluar dari kegelisahan.

Tepat ketika sampai di bagian depan rumah, kedua orang tua dan adik Raisya siap menunggu. Alhasil hanya senyum tak enak ditujukan wanita itu pada keluarganya, kala ditanya ada apa gerangan hingga mereka telat muncul seperti sekarang.

"Bidadari butuh waktu, Pak, Bu." Syamsul malah gencar menggoda.

Raisya pun merajuk mendengarnya, ia mencubit pelan perut suaminya nan kokoh. "Diam, ah!"

"Ya sudah, ayo berangkat." Syamsul langsung memasuki mobil yang sempat diambil alihnya ketika bertandang ke rumah keluarganya kemarin.

Ketika semuanya siap di posisi, pria itu lantas mengendarai transportasi roda empat tersebut ke satu tujuan.

***

Riuh, ramai dan hangat. Tiga kata tepat yang mampu menunjukkan betapa harmonisnya keluarga besar Syamsul atau Raisya.

Dengan fakta Delia dan Ratna yang memang bersahabat sejak masa sekolah serta rencana menjodohkan Syamsul-Raisya dilontarkan oleh keduanya, membuat dua keluarga tersebut makin erat dan kompak.

"Rai, Rai, makan dulu sini!" Delia memanggil menantunya, ia menyodorkan satu sendok kue khusus acara kecil-kecilan ini.

Raisya yang sedari tadi melihat-lihat sekeliling kafe dengan Ary, Zeenda dan Khoiril pun menghampiri meja, bak anak kecil yang dipanggil ibunya.

"Enak, kan?" Delia menaik-turunkan alisnya, merasa bangga atas kue hasil rekomendasinya memiliki rasa yang memikat.

"Enak!" Raisya berpura-pura menangis karena menyetujui argumen sang mertua. "Rai mau sepotong gede, ah!"

"Eh, biar Bunda yang potong." Delia sudah memperingati, ia buru-buru memotong satu bagian dan menyerahkannya ke Raisya. "Makan nggak boleh ngider-ngider, harus duduk!"

Mau tidak mau Raisya menurut sambil mencebikkan bibir. "Iya, deh." Dirinya mengambil posisi di tengah antara Delia dan Ismail.

Ismail, Raihan, Ratna dan Arfan yang menetap di meja selain keduanya pun tergelak.

"Makan yang banyak, Rai!" Raihan menyemangati.

"Iya, puas-puasin, lah, mumpung kumpul kita sekeluarga, kan." Ismail tersenyum lebar, ia yang berada di samping kiri menantunya pun tak urung mengusap puncak kepalanya penuh kasih sayang.

Raisya tersenyum malu-malu sambil menggigit sendok, rasa kue nan lumer di dalam mulut serta kebahagiaan yang membuncahi hatinya adalah paket lengkap. Tapi, seketika ia merasa ada yang kurang.

"Di mana Mas Syamsul?"

"Oh, dia tadi dapat telepon, pamit sebentar ke belakang." Delia menjawab.

Wanita itu mengangguk saja.

"Kak Rai, sepotong gede gitu habis?" Arfan berdecak tak menyangka, menatap ada bagian besar kue di hadapan kakak iparnya.

Raisya mengangguk sambil tersenyum angkuh. "Jangan kira cewek nggak rakus kayak cowok."

"Bukan rakus, hobi makan. Kalimat kamu itu, Mai." Ibunya memperingati, Ratna menggelengkan kepala mendapati frasa yang digunakan putrinya salah.

"Eh, iya, hobi makan." Raisya terkekeh tidak enak sambil terus mengunyah. Sesaat habis, Syamsul kembali.

Wajahnya gusar, membuat semuanya mempertanyakan, termasuk Ary, Khoiril dan Zeenda yang sudah balik ke posisi.

"Maaf, tapi kayaknya hari ini Syam sama Raisya segera pulang ke Amerika."

***

Alexis tidak tahu apa yang mendasari hatinya hingga ia menghubungi nomor Thomas, namun tak kunjung mendapat jawaban.

Liburan sepatutnya menjadi hal yang mengasyikkan tapi tidak dengan dirinya. Ia merasa bosan, buntu harus berbuat apa untuk membunuh rasa jemu.

Alhasil, tanpa diperintah, ia menuju Thomas secara sukarela. Oke, Alexis tidak mau dianggap murah karena sebegitu mudahnya ia berpindah hati. Hanya saja, dalam kondisi begini, satu-satunya yang ia kenal dan dikira mampu mengatasi kejenuhannya ini adalah menghabiskan waktu bersama Thomas.

Tapi bukannya mendengar jawaban dari seberang sana, malah operator yang bersuara. Alexis sampai tak sadar berdecak sebal.

Entah apa yang diperbuat Thomas. Hasratnya menyurut, dipikirnya mungkin lebih baik ia bersenang-senang sendiri.

Segera Alexis mengambil tas selempang dan berniat datang ke balai arkeologinya, tapi tidak untuk bekerja, melihat beberapa artefak atau fosil yang dipajang mungkin bisa sejenak melepas stres yang bersemayam.

Tunggu, liburan begini bukannya fresh malah stres. Ya. Alexis begitu sawan hanya karena sibuk seharian mencoba berbincang dengan Thomas, namun nihil, tak didapatinya pria itu muncul walau sekadar melalui media telepon dan hanya terdengar suaranya.

Masa bodoh, mengapa terus-terusan Alexis berpikir soal Thomas, sih?

Ia berkendara dengan laju pelan tapi pasti sampai di parkiran balai arkeologi. Segera dirinya turun dan berjalan sambil bersenandung, menipu dirinya sendiri.

Baru juga memunculkan wajah tepat di bagian dalam bangunan, Alexis dikejutkan beberapa karyawan yang langsung menghampirinya dan mempertanyakan atau mungkin membicarakan sesuatu yang tak dimengertinya selain dua kata.

Thomas berduka.

*****
• bertalian •

DaimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang