TIMO merebahkan tubuh di atas ranjang, suasana rumah kakek dan neneknya memang membuat hati jadi tentram. Matanya kemudian terpejam, sesuatu menghantam pemikirannya, bayangan perempuan jelita yang selalu menghiasi malamnya setiap hari pun muncul.
Helaan napas terdengar, Timo membuka perlahan kelopaknya, disadari kemudian jantungnya berdentum gelisah. Ia merogoh kantung celana dan mendapati satu kotak merah berisi kalung berlian yang niatnya untuk diberi ke Raisya.
Pertemuan nan mengejutkan berhasil menarik perhatiannya secara penuh dan membuatnya berkilas balik tentang momen-momen keduanya semasa SMA. Kala itu, sebagai pendatang dan tak begitu mahir berbahasa Indonesia, membuatnya didiskriminasi dan dibedakan oleh teman sekelas bahkan seangkatannya, kecuali bidadari itu.
Ya, Raisya secara sukarela mau duduk dengannya dan berbincang lancar menggunakan Inggris kepada Timo, sejak saat itu mereka jadi dekat.
Raisya kerap kali mengajarinya menggunakan bahasa Indonesia dan sesekali bahasa daerah, Sunda, karenanya Timo mampu beradaptasi. Tidak dengan lingkungan sekolah tapi juga hatinya.
Timo tidak bisa menjabarkan mengenai perasaannya pada Raisya secara gamblang, ia tak mau merusak pertemanan yang sudah terjalin. Alhasil dirinya bungkam saja dan memutuskan satu hal yang disesalinya hingga kini.
Ketika itu, kelulusan mereka tiba, Timo sempat memberi kabar ke Raisya kalau ia hendak menjalani sekolah militer di Inggris sana, lalu dengan satu aksi, dirinya menghilang, tak bisa dijangkau wanita itu lagi barang sesenti pun.
Bukan tanpa alasan Timo bersikap demikian, ia harus memastikan kalau dirinya berhasil dan sukses dulu baru kemudian ia berani menyatakan soal kegundahan yang bertahta.
Nyatanya yang ia dengar dari Roger dan Amelie kalau Raisya bisa tinggal di sini sebab mengikuti suaminya.
Sesuatu terasa menusuk tepat di kerangka dalam sana. Timo tak pernah merasakan kekalahan telak kecuali yang sekarang. Ia rasa sudah tak bisa menahan lagi.
Lantas dirinya bangkit dari rebahan, berniat ke rumah sebelah.
***
Raisya terbelalak, ia tidak berekspresi lebih ketika mendengar penalaran dari lawan bicaranya. Agak lama hening, kemudian wanita itu berdeham, menguasai suasana.
"Timo, aku nggak pernah nyangka kalau kamu punya rasa sama aku." Senyumannya terbit merasa tak enak. "Tapi aku udah punya suami."
"Aku tahu, Mai." Timo menunduk, ia mengambil kedua tangan Raisya yang bertumpu di lututnya, kemudian mengelus secara perlahan. "Maaf, kejujuran aku ini terlambat."
Raisya menggeleng. "Bukan masalah terlambat atau nggak-nya, Tim."
Ia mendongak, menatapi lurus ke dalam manik sendu yang memberinya ketentraman.
"Memang begini jalan yang Tuhan mau buat kita berdua." Raisya menggigit bibir bagian bawah, sangat mengganjal di hatinya mendengar pengakuan langsung dari sang sahabat setelah mereka terpisah cukup lama, terlebih dengan fakta yang ada soalnya. "Aku harap kamu bisa nemuin yang lebih baik, Tim."
Timo menghela napas. Wanita di depannya bukan hanya punya lain pria, lebih dari itu, ia sudah diikat komitmen suci atas nama Tuhan, sebagai penyembahNya, tak mungkin ia memaksakan kehendak.
Akhirnya Timo menyerah, ia merogoh kantung celana dan memberikan sesuatu yang selama ini sudah ia simpan.
"Apa ini?" Raisya mengerutkan kening, ia putuskan membuka dan seketika matanya terbelalak. Kepala wanita itu mendongak, memaknai tatapan dari lawan bicaranya. "Tim, ini...."
Timo mengangguk sebagai jawaban dari kebimbangan Raisya. "Aku simpan kalung itu bertahun-tahun, waktu di Inggris sempat beli, niatnya memang buat kamu, sekiranya nanti kita ketemu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Daim
RomanceAdalah Syamsul, menikahi Raisya karena memang cinta, sudah dari masa sekolah ia memendam untuk teman masa kecilnya. Adalah Raisya merasa begitu bahagia ketika perjuangan cintanya bisa menapaki jenjang pernikahan, hidupnya pasti bakal menyenangk...