KEDUANYA mengerutkan kening bingung, merasa aneh dengan interaksi dua anak muda di depannya.
Amelie yang unjuk diri. "Namanya Raisya, apa tadi aku salah dengar kau memanggilnya Maiza?"
Ia tersenyum lembut ke neneknya. "Ah, iya, maksudku Raisya."
Semakin bingung keduanya setelah sang cucu berkata demikian, darimana juga bocah itu tahu nama tetangga mereka yang cantik ini.
"Darimana kau tahu lagipula?" Amelie mengerutkan kening.
Semakin tertarik sudut bibirnya agar terangkat, kendati ia menjawab beberapa pertanyaan dari sang nenek, matanya tak lepas memandang sosok bidadari di depannya.
Sial, berapa lama mereka berdiam dan bersembunyi, gadis di hadapannya bahkan telah menjelma bak putri bangsawan, cantik, elegan dan menawan. Tentu saja perasaan di waktu terdahulu tak pernah habis bersemayam.
"Entah, hanya pernah sekilas mendengarnya." Ia tidak merasa tersinggung ketika Raisya tak kunjung menjabat tangannya yang telah terangkat, pria itu lebih memilih menaruhnya di dada dengan bentuk menyilang lalu agak membungkukkan tubuh, memberi penghormatan. "Namaku Timothy Bradley Junior."
"Nah, nama cucu kami Timothy atau Timothy Junior karena sama dengan nama ayahnya, Raisya." Roger menjelaskan.
Sedangkan wanita itu telah mati gaya, ia disfungsi otak secara mendadak, cuma bisa mematung menatap ke kedalaman manik sahabatnya yang sudah bertahun lama tak berjumpa.
"N--Namaku Raisya, senang berkenalan denganmu, Timo." Salivanya ditelan gugup. "Atau aku boleh memanggilmu demikian?"
Baik Timo dan Raisya saling mengirim pesan melalui siratan pandangan. Ada banyak pertanyaan menguar yang hanya bisa disuarakan melalui gema kepala, tak kuasa diungkapkan. Sejatinya, mereka sama-sama merindu.
"Tentu saja boleh." Timo mengurai ketegangan dengan berkomunikasi seolah-olah mereka baru mengenal. "Apa yang kau inginkan untuk diminum?"
Belum juga Raisya menjawab, Amelie lagi-lagi menyela.
"Kemarin aku sempat membelikannya salah satu minuman di kafemu, Raisya bilang dia sangat suka, sesuai lidahnya, kau bisa buatkan lagi?"
"Apa itu, Nenek?"
Amelie mengingat. "Aduh, apa, ya?"
Roger tertawa dan membantunya. "Cocoa Frost."
"Ah, iya, aku ingat, Cocoa Frost." Amelie menjeling senang. "Terima kasih, Sayang."
Timo mengangguk. "Baiklah, silahkan duduk dulu."
Lantas sepeninggal Timo, Raisya mendadak diam, kali ini ia pastikan mencecar sahabatnya dengan banyak asumsi. Lagipula siapa suruh pergi begitu saja tanpa memberi kabar.
Tetiba ia teringat Syamsul, haih, sudah menjelang siang begini, ke mana buntut suaminya, belum ada muncul.
***
"Pemerintah akan mencairkan dananya, sesuai dengan peraturan dan dilihat dari segi kelompok kalian, maka hadiah dari pencapaian kalian kemarin akan dibagi sama delapan."
Mereka mengangguk serentak.
Lalu Syamsul mengangkat salah satu tangannya. "Maaf sebelumnya, tapi saya mengajukan lebihan dana untuk Thomas."
Seketika mereka menoleh ke pusat suara dan saling mengerutkan kening, terkecuali Thomas sendiri. Ia tak bergerak kepalanya barang sesenti pun seolah enggan menatap sang sahabat atau teman lainnya.
"Ada alasan?" Tuan Hemsworth menaikkan salah satu alis.
"Ya, sesuai dengan fakta yang ada kalau kapak genggam tua itu ditemukan langsung oleh Thomas sendiri, dalam kata lain kami tidak mengulurkan bantuan, itu murni hasil kerja kerasnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Daim
RomanceAdalah Syamsul, menikahi Raisya karena memang cinta, sudah dari masa sekolah ia memendam untuk teman masa kecilnya. Adalah Raisya merasa begitu bahagia ketika perjuangan cintanya bisa menapaki jenjang pernikahan, hidupnya pasti bakal menyenangk...