"BUNDA!" Raisya berteriak kegirangan kala rumah mertuanya terbuka lebar, menyambut, segera ia memeluk sang ibu keduanya dengan erat. "Rai kangen!"
"Ya ampun, Rai, apa kabar, Sayang?" Delia juga memeluk tak kalah eratnya, ia bahkan melupakan Syamsul yang sudah cemberut pura-pura.
Ini anak kandungnya siapa, sih, sebenarnya?
Di tengah momen lepas rindu antara mertua dan menantu itu, Syamsul melipir pelan-pelan ke ayah dan adik bungsunya.
"Sehat, Yah?" Ia menyalim tangan kepala keluarga utama mereka.
"Alhamdulillah Ayah sehat di sini, kamu gimana di Amerika sana?"
"Samanya, Yah." Syamsul tersenyum lebar. "Ayah makin kinclong, ya?"
Ismail tergelak. "Ngeledek, ya, kamu?"
Syamsul membalas kekehannya, kemudian kepala itu menoleh ke samping, Khoiril tersenyum mencium punggung tangannya.
"Uda, apa kabar?"
Pria itu menepuk-nepuk bahu sang adik bersama wajah tak menyangka. "Sudah besar kamu, ya."
"Namanya juga dikasih makan, ya, pasti tumbuh besar." Khoiril sudah bisa membalas basa-basi abangnya.
Agak sarkas tapi dibuat lebih lembut.
Syamsul jadi canggung karenanya hingga tawa Khoiril menyeruak.
"Uda jangan cengo gitu, ah." Ia menyeka sudut mata karena saking hebatnya menertawai ekspresi konyol sang kakak. "Uda belum jawab pertanyaan aku."
"Eh, iya." Syamsul menarik tepi bibir. "Uda sehat, kamu sendiri gimana?"
"Stres sama tugas sekolah." Khoiril pura-pura menangis, membuat Syamsul dan Ismail balik menertawainya.
Kehangatan keluarga Syamsul memang tidak ada tandingan, yang kurang cuma satu, Zeenda. Tentu saja gadis itu sibuk kuliah jam segini, walau begitu tak lupa Syamsul memberi kabar atas kedatangannya sekarang, jangan sampai adik perempuan satu-satunya itu malah melupakannya.
"Jadi--" Delia menggantungkan pertanyaan, kedua alis wanita itu naik-turun menggoda. "Lingerie yang Bunda kasih ampuh nggak?"
Raisya langsung bersemu mendengarnya. "Top cer, Bun!"
Sekarang ini ia dibiarkan berdua dengan Delia di ruang tamu, sedangkan suaminya, ayah mertua dan adik iparnya pergi ke belakang rumah, Syamsul katanya mau melepas rindu.
"Ya, kan, Bunda sudah duga, pasti Syam nggak bisa nahan, tuh." Delia semakin gencar menggoda.
"Ih, Bunda." Raisya malu sendiri mendengar dan memutar kilas balik adegan percintaannya dengan Syamsul. "Malah Mas Syamsul pernah minta sendiri buat aku pakai lingerie, Bun."
Delia sontak tertawa. "Ya, deh, tinggal nunggu cabang bayi tumbuh."
Seketika raut wajah Raisya menggelap, ia menundukkan kepala sedih, hal itu sontak ditangkap penuh makna oleh Delia.
Wanita itu mengangkat tangannya, mengelus perlahan. "Nggak apa-apa, sabar dulu aja, ya. Mudah-mudahan segera dikasih kesempatan sama Allah buat kamu dan Syam ngasih Bunda, Ayah, Ibu dan Bapak cucu."
"Iya, Bun." Raisya terharu mendengarnya, ia lantas memeluk sang bunda. "Untuk saat ini nggak apa-apa, ya, belum dulu."
"Iya, Sayang, Bunda ngerti." Delia membalas rangkulan menantunya. "Segala sesuatu jangan dilakukan terburu, nanti hasilnya nggak bagus."
Tepat ketika itu, pintu rumah terbuka, bersama sapaan dari suara nyaring yang seketika membahana ke seluruh rumah.
"Kak Raisya!" Zeenda berlari, menghambur ke tengah pelukan antara Raisya dan Delia, melupakan suaminya--Arfan--yang bingung hendak berbuat apa, jadinya malah mematung sambil memiris dalam hati.

KAMU SEDANG MEMBACA
Daim
RomanceAdalah Syamsul, menikahi Raisya karena memang cinta, sudah dari masa sekolah ia memendam untuk teman masa kecilnya. Adalah Raisya merasa begitu bahagia ketika perjuangan cintanya bisa menapaki jenjang pernikahan, hidupnya pasti bakal menyenangk...