Chapter 3: Disaster

6.8K 778 17
                                    

Pergi, berlari, menjauh. Pergi, berlari, menjauh. Na Young mengulang tiga kata itu dalam hati. Sambil berlari, tidak memedulikan teriakan di belakang. Yang ia tahu ia harus menjauh. Yang ia tahu ia harus pergi secepatnya.

Tak kenal penat, seolah jika sedetik saja ia berhenti seorang pasti memanfaatkan kesempatan. Napas Na Young memburu. Tidak. Ia menggeleng kuat-kuat masih terus berlari. Membelah jalan bersama pejalan kaki lain.

Jung Kook berhenti mengejar. Netranya mengedar mencari di antara pejalan kaki yang makin lama makin ramai. Ia tahu sudah masuk kawasan perbelanjaan, tentu saja sulit mencari wanita berkuncir kuda yang terlihat sama dengan pejalan kaki lain.

Tepukan ringan di bahu membuat Jung Kook cukup terlonjak. Ia memutar kepala, bersyukur melihat Jung Ho Seok yang melakukan perbuatan itu. "Kau kenal dia?"

Jung Kook membalikkan badan. Mengernyit tidak mengerti atas pertanyaan sang manajer. "Dia?"

"Wanita yang kaukejar?" Ho Seok ikut mengamati sekitar. Melirik ke arah Jung Kook beberapa detik kemudian. Pria di hadapannya menggeleng singkat. Menepuk pundak Ho Seok lalu berjalan mendahuluinya.

Aneh. Baru saja Jung Kook begitu peduli dengan seorang wanita dan sekarang ia terlihat tidak mengenal siapa pun. Ho Seok mengembuskan napas berat. Berlari-lari kecil mengejar Jung Kook yang sudah cukup jauh.

"H-hei. Kau tidak perlu meninggalkanku juga 'kan," protes Ho Seok mensejajari langkah Jung Kook. Agak kesulitan karena jangkah sang artis terlalu lebar. "Kau tidak benar-benar serius akan berhenti, 'kan? Bagaimana dengan kontrakmu?"

Jung Kook mendengus. Sesungguhnya ia senang memiliki manajer cerewet seperti Ho Seok, tapi jika dalam keadaan seperti ini ia lebih baik mendapat manajer pendiam daripada meladeni ocehan yang sudah jelas jawabannya. Ia memilih terus berjalan. Tidak menanggapi Ho Seok.

"Pikirkan. Setelah kau mengungkap bukti-bukti pada publik, semua orang akan kembali percaya padamu, Jung Kook-ah."

Jung Kook menghela napas lagi. Tidak mengerti mengapa pria yang berjalan di sampingnya tidak juga paham dengan kode yang ia berikan. Langkah mereka berhenti setelah sampai di dekat van. Jung Kook memilih masuk tanpa repot-repot menunggu Ho Seok.

"Aku akan membayar denda pada Nam Joon-hyeong dan benar-benar akan berhenti. Kau tentu merasa senang tidak akan bertemu dengan orang keras kepala seperti diriku lagi, Hyeong."

Ho Seok yang baru saja naik ke van mengernyitkan dahi. Kepalanya menengok ke belakang, memastikan pendengarannya tidak ada yang salah. "Jangan bercanda. Aku tidak akan memanajeri siapa pun kecuali dirimu!"

"Terserah." Jung Kook meletakkan kepala di bantalan kursi. "Aku berhenti menjadi penyanyi dan menolak hadir di semua program-program entertainment."

Ho Seok mendecih. Lihatlah kelakuan artis--atau mantan artis--yang terlihat semena-mena itu. Jika saja ia tidak kenal betul siapa Jung Kook, ia sudah pasti sakit hati dengan ocehan pria lebih muda tiga tahun dari dirinya tersebut.

"Dan satu lagi, Hyeong. Aku menghadiahkan rumahku beserta isinya padamu. Hitung-hitung kado pernikahanmu dengan Ha Na bulan depan."

***

Na Young menggigit bibir gelisah. Lembar kerja yang seharusnya sudah terisi penuh dengan gambar latar ruang tunggu artis masih kosong. Ia tidak tahu ke mana konsentrasinya hilang. Yang jelas ia tidak bisa berhenti memikirkan kejadian tak terduga semalam.

Bertemu dengan Jung Kook, kembali disentuh Jung Kook dan tidak merasakan efek apa pun. Tidak ada jeritan, tidak ada ketakutan. Bagaimana bisa hal ini terjadi? Apa benar terapi-nya sudah menunjukkan hasil signifikan? Namun jauh lebih penting dari pada itu, bagaimana bisa seorang yang menyebabkan trauma justru bisa menyentuhnya?

Ribbon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang