Tangan Na Young bergetar hebat menatap dua garis merah tercetak di testpack yang sengaja ia beli di apotek tanpa sepengetahuan Jeon Hae Rim, sang ibu angkat. Kekalutan merangkak naik, bahkan terasa jauh lebih besar daripada ketika ia tahu sudah kehilangan keperawanan. Na Young menangis kencang. Memukul-mukul perutnya sendiri, berharap agar janin yang kini tumbuh bisa pergi secepat mungkin. Namun tentu saja usahanya tidak pernah berhasil. Bahkan hingga satu minggu kemudian ketika sang ibu tidak sengaja menemukan testpack tersebut tergeletak di tempat sampah.
Na Young menangis lagi. Meminta maaf karena tidak berusaha jujur dari awal tentang kondisinya sendiri. Namun sang ibu berusaha tegar meski hatinya terasa terkuliti. Jeon Hae Rim tidak bisa hamil dan ia tidak akan pernah tega membuat seorang wanita kehilangan tempat tinggal hanya karena mengandung tanpa suami.
"Ibu yakin kau bukanlah seorang gadis nakal, Nak. Tapi... bagaimana bisa?" Jeon Hae Rim menepuk pundak Na Young tiga kali. Mengangkat wajah sang putri angkat, menghapus leleh tangis yang kian menganak sungai.
Tidak lantas menjawab, Na Young justru kembali menangis. Ingat akan sang ibunda di Busan yang sudah tentu akan melakukan hal sama dengan Jeon Hae Rim. "Ayahnya adalah seorang yang kucintai, Ibu." Na Young menangis lagi. Ingat akan malam kelam di mana ia harus kehilangan harta paling berharga miliknya. Katakanlah ia kolot. Katakanlah ia terlalu tradisional karena menjunjung tinggi tradisi. Kehilangan keperawanan bukanlah hal tabu untuk sebagian orang namun bagi dirinya dan keluarga, itu adalah aib yang paling tidak dapat dimaafkan.
"Dia tidak sengaja melakukannya padaku. Dia... mabuk." Na Young masih terisak bahkan ketika menceritakan keseluruhan detail pada Jeon Hae Rim. Fakta ini tidak harus selamanya ia tutupi dan bagi Na Young, Jeon Hae Rim perlu tahu. Jeon Hae Rim perlu menyelami pribadi Na Young agar dapat menentukan sikap.
"Mengapa kau justru menghindar, Nak? Masalah tidak akan selesai meski kau pergi sejauh mungkin." Sang ibunda mengajak Na Young duduk di sofa. Masih setia mengusap leleh tangis yang tercipta di pipi-pipi si putra angkat.
Na Young mengangguk. Tidak ada pilihan lain baginya untuk tidak membenarkan perkataan sang ibu. Memang benar masalah tidak akan selesai jika tidak dihadapi, namun entah kenapa baginya melarikan diri merupakan opsi terbaik. "Aku tidak tahu, Ibu. Aku hanya merasa melarikan diri dan tinggal di kota yang sama sekali tidak mengenal siapa aku adalah pilihan tepat."
Jeon Hae Rim mengangguk paham. Mendadak teringat pada hari di mana dirinya harus melepaskan seorang yang ia cinta hanya karena tidak bisa menghasilkan keturunan. Diusir dari rumah utama sang mertua berujung surat perceraian—bahkan sudah ditandatangani langsung oleh mantan suami. Tidak ada yang lebih menyedihkan selain dibuang dan dicampakkan setelah dijunjung tinggi bak putri raja. Dan ia sungguh mengerti betapa sulit seorang gadis tujuh belas tahun harus menanggung beban seberat ini.
"Ibu mengerti, Nak. Ibu mengerti." Jeon Hae Rim bergerak memeluk Na Young. Menyalurkan kekuatan lebih lewat erat pelukan. Keduanya bagai sudah mengenal puluhan tahun. Seperti ibu dan anak pada umumnya."Apakah kau akan merahasiakan hal ini padanya?"
Na Young sekali lagi mengangguk. Tidak perlu ada seorang pun yang tahu perihal ini. Tidak kedua orangtua, Ye Rin, maupun Jung Kook sendiri. Ia tidak ingin membebani siapa pun. Ia tidak ingin mengundang tangis siapa pun. "Jika aku kembali dan mengatakan hal ini sekarang, masa depannya akan hancur. Aku tidak mau itu terjadi, Ibu. Dia adalah pria baik yang memiliki cita-cita setinggi langit."
Dan malam itu Jeon Hae Rim tahu bahwa meski pernah terluka, cinta tetap mengakar kuat. Dan fakta bahwa Im Na Young adalah seorang gadis baik sudah tidak diragukan lagi.
***
Hari demi hari berlalu jauh lebih ringan bagi Na Young. Berkat dukungan penuh Jeon Hae Rim, ia tidak lagi merasa bahwa mengandung merupakan sebuah bencana. Justru kini semakin gencar membelai perut sembari membayangkan hal-hal positif. Sering mengajak berbicara sang calon bayi saksama. Seolah benar-benar mendalami peran seorang calon ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ribbon ✔
FanfictionSeorang yang mengalami trauma di masa lalu, tepatnya tujuh tahun silam, telah mati-matian menghindari pria si penyebab trauma. Lalu bagaimana jika mereka akhirnya bertemu kembali? Bukan cerita yang akan membawamu pada Happy Ending seperti multi cha...