Chapter 18.1: Unexpected Chance

2.7K 440 22
                                    

Mobil itu masih berhenti di sebuah apartemen kecil di tengah Seoul. Sang pengemudi pun masih menanti seorang gadis keluar dari sana dengan sejuta kebingungan seperti biasa. Namun sedikit berbeda dari kemarin, gadis tersebut tidak lagi menumpangi kursi sisi kanan kemudinya. Tidak lagi bercanda tawa atau sekadar bercerita bagaimana sang kucing peliharaan enggan meninggalkan kamar tidur meski gadis tersebut sudah siap bekerja. Gadis itu memilih naik dalam mobil metalik biru di mana sang sahabat yang jadi pengemudi. Lagi, dan akan terus berulang hingga esok pagi.

Pria di balik kemudi hanya bisa tersenyum maklum. Jika dikatakan ia hanya diperlukan saat tidak ada opsi, ia tidak akan membenarkan hal tersebut. Ia ingin sedikit saja bisa menerobos masuk hati sang gadis. Namun rupanya tidak semudah itu. Banyak sekali proses dan banyak sekali rintangan yang harus ia tempuh. Kesuksesan bukanlah sebuah proses instan tapi ia memang seperti tidak memiliki harapan.

Sejak masih sekolah menengah saja ia tidak benar-benar terlihat di mata sang gadis. Meski mereka pernah berada dalam satu ekstrakurikuler pun tidak membuat dirinya eksis. Gadis itu mencintai teman seangkatannya juga. Yang sial terlahir menjadi saingan berat sang pria dalam hal menggambar. Dan mungkin masih berlanjut hingga saat ini. Ia tidak tahu.

Bahkan ketika sang gadis pergi begitu saja dari sekolah, tidak ada pemberitaan khusus sebab pihak sekolah memilih bungkam seolah tidak terjadi apa-apa. Hingga akhirnya mereka bisa bertemu beberapa waktu lalu jua misteri itu seolah tersimpan rapat. Direkat dengan lem paling kuat hingga tidak ada siapa pun yang bisa membongkar. Pula gadis itu sendiri tidak pernah menyinggungnya selama mereka bertukar pikiran.

Pria tersebut terus mengikuti jejak mobil metalik biru di depan. Sesekali melambat agar tidak dicurigai jika tengah berusaha mencuri-curi pandang. Seharusnya ia bisa bahagia setelah kembali dari Tokyo bisa langsung bertemu sang gadis. Namun ia seperti merasa kurang karena tidak segera mengungkapkan perasaan. Terlalu konyol untuk menyimpan cinta selama bertahun-tahun bukan? Akan tetapi tidak ada cara lain bagi dirinya untuk tidak melakukan hal tersebut.

Dari sekian banyak gadis di sekolah menengah, ia sendiri tidak tahu mengapa takdir menunjuknya untuk mencintai gadis sesederhana itu. Yang tidak pernah lelah tersenyum setiap saat, tidak pernah terpisah dari sang sahabat bahkan tidak pernah mengeluh meski ia baru menyelesaikan kegiatan belajar pukul dua belas lebih empat puluh dua menit dini hari. Ia pikir cinta itu hanya akan jadi cinta sederhana. Setelah tidak lagi bertemu atau mengetahui kabar akan hilang lalu terganti dengan cinta-cinta lain. Namun pada kenyataannya tidak. Ia masih tetap menyimpan rasa dan semua itu tumpah ketika mereka saling bertatap mata.

Entah hanya perasaan atau memang benar, gadis itu jadi sedikit pendiam. Untuk pertama kali ia merasa kedewasaan benar-benar merenggut kebahagiaan seseorang. Namun setelah beberapa kali bercakap-cakap, ia masih menemukan kebahagiaan gadis itu seperti dulu. Hanya entah karena apa tertutup sehingga tidak terlalu diekspos atau mungkin memang tidak ingin. Sekali lagi ia hanya bisa menerka-nerka tanpa mendapat jawaban. Mengandai-andai tanpa pernah mendapat harapan.

Mobil metalik biru itu berhenti di depan gedung animasi. Lalu sang gadis turun dengan secercah senyum anggun, membuatnya ikut tertular senyum. Pria tersebut melajukan mobil menuju parkiran. Akan menanti sang gadis di jalan yang biasa ia lewati dan pura-pura tidak tahu. Biarlah ia menikmati momen seperti ini sebentar saja. Biarlah ia menjadi sosok pemuja seperti ini sebentar saja. Lagipula yang ia butuhkan hanya sang gadis. Dan meski tidak bisa mendapatkan hatinya, ia masih bisa berada di samping untuk terus memberikan dukungan.

***

Semua orang memang bodoh jika berurusan dengan cinta. Bahkan dengan pangkat tinggi pun manusia tetaplah manusia. Kodrat itu seperti sudah turun temurun sebelum masehi dan sekarang Yoon Ji ingin mengubah paradigma tersebut, setidaknya untuk ia sendiri. Meski benar ia mencintai sepenuh hati, hingga rasanya seperti tidak ada hari esok jika tanpa Jung Kook, tapi Yoon Ji harus mengalah. Dan dengan berat hati pergi dari kamar yang akan segera ia rindukan. Kamar pribadi Jung Kook, bersama pria tersebut masih bergelung selimut.

Ribbon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang