Chapter 19: Shortcut to Happiness

2.8K 363 26
                                    

Pertemuannya dengan Yoon Ji mungkin adalah awal di mana kini ia bisa memandang Na Young secara lebih luas. Sahabatnya itu mulai membuka diri; sering berbicara dengan teman sekantor—yang kemudian diceritakan padanya, berinteraksi lebih dengan orang lain, bahkan tidak canggung lagi untuk berada di keramaian dengan tetap mengangkat wajah. Ye Rin pikir ini adalah efek dari Jung Kook yang selalu berada dalam jarak pandang Na Young. Dan ia mungkin tidak salah memberi keputusan bahwa akan membantu Yoon Ji mempersatukan mereka.

Kini tidak perlu lagi dirinya ikut campur kehidupan Na Young. Tidak perlu lagi merasa bahwa Na Young adalah teman kecil yang harus selalu ia lindungi. Hati Ye Rin mencelos untuk berbagai alasan. Seperti bagaimana seharusnya ia menyikapi perubahan ini atau mungkin bagaimana jika ia akan menyesal di kemudian hari. Namun kali ini saja sebenarnya ia ingin mencoba untuk bertindak dewasa. Berusaha memberi kebebasan penuh pada Na Young yang ingin menata kehidupan.

Ye Rin merasa sudah membesarkan anak dan kini harus melepas tanggung jawab sebab menjalin kehidupan baru. Merasa dadanya dipenuhi perasaan sesak hanya dengan memikirkan bagaimana Na Young selanjutnya. Namun pikiran demi pikiran itu segera ditepis oleh ciuman Yoon Gi yang mendarat tepat di bibir. Meski mereka tengah berada di dalam mobil, pria itu tidak segan-segan menunjukkan cinta.

"Apa aku terlihat lebih tua sekarang?" Ye Rin bertanya setelah pemikirannya tentang Na Young buyar. Menoleh pada Yoon Gi yang kini berkonsentrasi penuh pada kemudi, menatapnya lekat seolah jika saja ia berkedip pria itu hilang dari pandangan. "Aku merasa seperti merelakan putriku yang akan menikah. Menurutmu apakah keputusanku sudah benar?"

Tanpa menoleh Yoon Gi sudah tahu bahwa sang kekasih hati sedang dirundung kesedihan. Ye Rin sudah bercerita sebelumnya bahwa ia baru saja bertemu Yoon Ji. Ditambah keputusan untuk membantu mempersatukan Jung Kook dan Na Young yang terasa begitu tiba-tiba. Dan kini ia seperti anak itik kehilangan sang induk karena merasa tidak yakin dengan pemikirannya sendiri. "Apa kau takut karena aku berfirasat Jung Kook akan memilih Yoon Ji?"

"Salah satunya karena itu." Ye Rin menghela napas. Menatap mobil-mobil yang Yoon Gi dahului sembari berpikir keras. Kemarin saat berbicara dengan Yoon Ji, ia seperti sangat percaya diri. Sekarang ketika ia berdua saja dengan Yoon Gi, rasa percaya diri itu menguap bagai tak tersisa. "Kau selalu mendapatkan apa yang kaupinta, Yoon Gi. Ucapanmu selalu saja jadi kenyataan."

Ada sedikit jeda ketika Ye Rin ingin melanjutkan ucapan. Mengingat kembali semua ucapan Yoon Gi yang menjadi kenyataan seolah membuat tenggorokannya terganjal batu. Entah sudah berapa kali Ye Rin menghela napas gusar. Yang jelas ia seperti gegabah dalam menentukan sikap.

"Termasuk ketika kau mengatakan Jung Kook akan berjaya saat menjadi solois sehingga Nam Joon mengurungkan niat menjadikannya sebagai anggota boyband. Dan hal ajaib lain yang tiba-tiba saja terwujud saat kau mengatakannya." Sekali lagi perasaan Ye Rin seperti diaduk-aduk. Yoon Gi sudah seperti seorang cenayang bagi High K, dan ia semakin menciut karena ucapannya sendiri.

"Semua orang terlalu mengada-ada dengan menyebut prediksiku selalu benar." Yoon Gi membelokkan kemudi sembari menengok Ye Rin sebentar. Tersenyum, seolah meyakinkan Ryu Ye Rin bahwa tidak masalah memilih keputusan demikian. "Jika kau yakin bahwa keputusanmu benar, kau tentu tidak akan menyesal di kemudian hari meski nantinya ucapanku terwujud. Bukankah kau juga memikirkan Na Young saat memutuskan pilihan itu?"

Anggukan kepala Ye Rin terasa begitu dipaksakan. Namun memang itulah yang terjadi. Ia tidak bisa mengesampingkan Na Young begitu saja. Tidak bisa memilih untuk mengorbankan Na Young di atas apa pun. Dan jalan pintas yang ia pilih bagi kebahagiaan sang sahabat adalah membantu usaha Yoon Ji. Wanita itu terdiam lagi. Berusaha meyakinkan hati bahwa ia sudah melakukan hal yang benar.

"Omong-omong, Ye Rin-ah." Yoon Gi menekan pedal rem pelan-pelan. Perlahan mobil itu berhenti di parkiran pusat perbelanjaan. Mencari tempat strategis untuk melabuhkan mobil dan berhenti di sana. Namun mereka tidak ingin segera keluar. Justru menghidupkan lampu guna menerangi wajah dari kegelapan. "Jika kau bilang semua ucapanku jadi kenyataan, bagaimana jika aku mengatakan bahwa kita akan menikah dua bulan lagi?"

Ribbon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang