Chapter 15.1: Maybe I Know You're The One

3.1K 445 67
                                    

Daegu hari ini terasa jauh lebih hangat dibanding hari-hari biasa. Ada derap langkah saling kejar di lantai kayu pula tawa riang serta senyum-senyum merona setiap saat. Tanpa sadar baju sudah basah dengan keringat dan pipi sudah lelah sebab terus menerus mendendang tawa. Terutama bagi Na Young sendiri yang hanya menjadi pengamat, segala sesuatu menjadi hangat hingga ingin sekali menitikkan air mata.

Binar bahagia jelas terpancar dari wajah Na Young. Melihat interaksi Jung Kook dengan Hyun Jun justru lebih menyenangkan daripada euforia kembang api di malam tahun baru. Hingga senyum terus melekat di bibir dan tidak ingin permisi barang sekejap. Pun seperti ada ratusan bunga mekar dengan serentak dalam hati. Menambah pundi-pundi kegembiraan yang kian lama kian mencuat.

Begini saja sudah membuat Na Young melupakan bahwa Jung Kook pernah sejahat itu padanya. Begini saja ia sudah tahu bahwa hanya Jung Kook yang mampu membawa perasaan nyaman hingga Na Young tidak ingin kembali ke Seoul dan menerima kenyataan bahwa mereka belum memiliki hubungan apa-apa. Ia tahu Jung Kook adalah pertama dan satu-satunya. Namun apakah Jung Kook juga melakukan hal demikian untuk Na Young?

Mereka tidak pernah saling dekat ketika sekolah; pengecualian jika Na Young sering mengerjakan tugas Jung Kook lantaran tidak ingin pria tersebut terkena hukuman. Lantas setelah kejadian malam itu Na Young memutuskan bersembunyi, hingga beberapa minggu lalu mereka dipertemukan kembali. Dan mungkin memang seharusnya Na Young tidak perlu menaruh banyak harapan pada Jung Kook. Karena sudah pasti Ye Rin tidak akan senang dengan hal ini.

Menggeleng, ia kembali menatap Hyun Jun yang kini menaiki pangkuan sang ayah. Dengan album foto besar di tangan mereka beserta antusiasme Jung Kook melihat momen tumbuh Hyun Jun dari foto ke foto. Sesekali Jung Kook akan melayangkan komentar, mencium rambut hitam Hyun Jun atau mencuri sedikit cubitan di pipi. Dengan cepat hati Na Young menghangat lagi. Kesempatan seperti ini telah ia nanti sejak lama. Seperti musim semi yang membawa kebahagiaan, seindah itu pula rasa hati Na Young.

"Hyun Jun-ah? Mau ibu buatkan susu?" Na Young berinisiatif untuk meninggalkan dua pria penting dalam hidupnya itu berdua saja. Entah mengapa netra terasa berat dengan air mata. Seakan jika ia tidak segera pergi, Jung Kook akan melihat sisi rapuhnya sekali lagi.

Tidak hanya Hyun Jun, Jung Kook pun ikut menoleh. Pria kecil itu memberikan respons anggukan mantap sementara Jung Kook menggembungkan pipi seakan ingin dibuatkan minuman juga. Seperti anak kecil yang manis, Jung Kook berkata, "Maukah kau membuatkan kopi untukku?"

Lantas setelah menyetujui ucapan Jung Kook dengan anggukan, Na Young berjalan ke dapur dengan setitik air mata membasahi pipi. Ia merasa begitu istimewa hanya karena Jung Kook meminta untuk dibuatkan kopi. Seolah ia menunaikan kewajiban seorang istri yang melayani sang suami. Dan hanya karena itu saja tetes-tetes air bening tidak ingin surut. Na Young mempercepat langkah, sesegera mungkin menghapus leleh tangis, mengisi ketel dengan air dan menyalakan kompor.

Beginikah rasanya menjadi orang penting dan dibutuhkan oleh pria yang dicinta? Beginikah bahagianya memiliki keluarga kecil sendiri? Na Young benar-benar lembek jika menyangkut cinta beserta Jeon Jung Kook di dalamnya. Seakan tidak butuh hal lain kecuali Jung Kook saja. Seakan tidak cukup jika hanya sehari ia merasakan semua rasa baru ini. Senyum dan air mata bahagia bahkan masih menyertai kegiatannya meracik dua minuman berbeda.

"Ibu pikir kau tidak akan pulang sebelum natal tiba, Nak." Sedikit tersentak Na Young menoleh pada Nyonya Hae Rim yang sudah menempati kursi tinggi di depan bar minimalis. Mungkin sang ibu sudah lama di sana dan Na Young terlalu asyik dengan pikirannya sendiri. "Jujur saja ibu terkejut ketika Hyun Jun berkata bahwa ia melihatmu turun dari mobil, dan lebih terkejut ketika melihat Jung Kook datang bersamamu."

Sesungging senyum kembali menghiasi wajah Na Young. Ia berjalan mendekati sang ibu, memulai cerita tentang bagaimana mereka berdua bisa berakhir datang ke sini. "Kami bertemu setelah insiden penyiraman Jung Kook di sebuah stasiun televisi, Ibu. Saat itu aku benar-benar takut hingga menghindari Jung Kook sepanjang malam. Tapi ia bisa menemukanku bahkan menyentuh pundakku begitu saja."

Ribbon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang