Chapter 16.1: Then What?

2.8K 421 30
                                    

Pagi ini Yoon Ji bangun lebih awal dari biasa. Mengerjap beberapa saat lalu menatap lekat wajah polos Jung Kook yang sedang tertidur. Sebuah senyum tiba-tiba mampir di bibir tipisnya. Semalam mereka saling memeluk seolah pemanas ruangan tidak berfungsi. Dan hingga pagi berlalu peluk erat Jung Kook tidak juga lepas. Seolah memang benar tangan kekar itu harus melingkari tubuh Yoon Ji setiap saat. Seakan Jung Kook baru saja menetapkan harus memilih sang cinta pertama, Yoon Ji, dibanding gadis yang sudah terlalu lama ia sakiti.

Yoon Ji sedikit bergeser guna menempelkan kepala ke dada bidang Jung Kook. Berusaha baik-baik saja meski banyak pikiran berlalu-lalang. Terutama tentang gadis yang diam-diam sering Jung Kook temui. Yang ia yakini sebagai gadis itu, yang kerap kali disebut-sebut ibu Jung Kook ketika Yoon Ji menjadi pelayan kedai. Yoon Ji tidak mengerti seperti apa hubungan keduanya atau seberapa dekat mereka jika bersama. Pun ia tidak pernah bertanya pada Jung Kook tentang sang gadis atau berusaha sok tahu.

Ia pikir sudah cukup ketika pagi mereka bisa sarapan bersama serta malam bisa saling memeluk dan tidur berdua. Ia pikir tidak perlu lagi ikut campur tentang urusan Jung Kook yang lain. Namun ternyata semakin sering Jung Kook mencuri-curi waktu untuk menemui sang gadis, semakin banyak pula rasa sesak ia pendam sendiri. Sebenarnya siapa yang Jung Kook pilih? Siapa yang menjadi penganggu dan siapa yang menjadi paling utama di dalam skenario ini? Yoon Ji berusaha lebih keras untuk berpikir positif tapi hal tersebut sama sekali tidak membantu.

Hingga ucapan selamat pagi dengan suara khas bangun tidur terucap dari bibir Jung Kook pun, rasa tidak nyaman masih menyelimuti Yoon Ji. Ia mendongak, tersenyum dan membalas sapa tersebut. Satu kecupan mendarat tepat di kening Yoon Ji. Membuat dirinya lagi-lagi meragu untuk bertanya tentang kebenaran terkait gadis tersebut. Jeon Jung Kook benar-benar racun yang sangat manis untuk Yoon Ji. Dan sekarang ia mengerti mengapa tidak pernah bisa melupakan pria dua tahun lebih muda darinya tersebut.

Jung Kook memiliki keahlian untuk membuat seorang merasa nyaman. Sentuhan-sentuhan kecil yang menjadi kebiasaan, seperti ciuman kening dan sedikit lumatan bibir setelah mandi. Secara refleks menggenggam tangan saat di luar terjadi hujan petir atau hal sekecil memperhatikan tingkah polah Yoon Ji saat pria itu tidak melakukan apa-apa. Yoon Ji benar-benar tidak bisa lagi kehilangan Jung Kook. Tidak bisa lagi merasakan hampa setelah tujuh tahun berlalu hanya dengan melihat pria itu dari jauh.

Kali ini Yoon Ji menatap Jung Kook dengan pandangan ragu. Sudah benarkah keputusannya muncul di hadapan Jung Kook? Sudah benarkah ia menggantungkan hidup pada Jung Kook? Diam-diam Yoon Ji menghela napas kasar lalu berujar, "Kapan kau akan melamar pekerjaan, Jeon? Menurutku skill menggambarmu tidak pernah menurun."

"Bagaimana jika hari ini?" Sekali lagi Jung Kook mengecup kening Yoon Ji. Tidak ingin melepaskan pelukan, justru semakin mengeratkan tangan di pinggang ramping wanita dalam rengkuhan. Pagi Jung Kook terasa lebih hangat karena kehadiran Yoon Ji di sampingnya. Entah disadari atau tidak, memeluk Yoon Ji seperti ini merupakan kebutuhan primer untuknya. "Aku sudah lama tidak menggambar dan perlu sedikit latihan untuk membiasakan diri dengan peralatan digital. Uh, dan apa kau pergi ke kedai ibuku lagi hari ini?"

Yoon Ji mengangguk. Dekapan Jung Kook terasa nyata untuknya. Dekapan Jung Kook terasa nyata hingga ia benar-benar tidak ingin seorang pun merasakan kelembutan, ketulusan dan kasih sayang pria ini. "Kalau begitu segeralah mandi dan aku akan menyiapkan pakaian terbaik untukmu. Kemeja warna merah agar kau bisa langsung diterima bekerja?"

Senyum Jung Kook merekah hingga kedua netra tersebut menyipit. Baru kali ini ia merasa seorang benar-benar mendukung keputusannya. Tidak seperti sang ibu yang meragu akan pekerjaannya kelak, tidak seperti Na Young yang tidak mengatakan apa-apa bahkan saat mereka berdua hanya berjarak beberapa inci, Yoon Ji begitu tulus dan bersemangat. Ragu yang semula ia pendam sejak semalam hilang. Terganti kobar percaya diri berkat Yoon Ji.

Ribbon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang