Chapter 6: Dangerous Feeling

6.3K 661 23
                                    

Untuk kali ini, Jung Kook benar-benar merasakan beban di kepala terangkat. Rasa ini bahkan lebih dari pertama kali Anastasya mencumbu, membawanya dalam surga dunia. Maka dengan kesadaran yang belum pulih seratus persen, Jung Kook kembali melingkarkan pelukan pada tubuh kecil yang masih berada di atasnya.

Pusat tubuhnya seketika membesar mengingat apa yang ia lakukan sebelum ambruk dan tertidur. Mereka masih menempel satu sama lain dan intim dan terlalu membuat bagian keras itu semakin mengeras. Jung Kook kembali membuat pergerakan. Menggeram kecil sembari perlahan membuka mata. Ia yakin Anastasya menikmati setiap pergerakan kecilnya. Menikmati setiap gerakan demi gerakan yang ia sajikan. Namun ketika mata bulat itu telah membuka sempurna, yang ia dapati justru isakan.

Juga wanita lain yang bukan Anastasya-nya.

.

.

.

.

"Kau sudah membuat perubahan besar." Seorang wanita berkacamata yang duduk di hadapan Na Young tersenyum. Ia menatap sungguh-sungguh ke arah Na Young yang masih termenung tidak mengerti. "Terapimu berhasil. Kau sudah mampu melawan rasa takut itu bahkan pada si pelaku."

Na Young menggeleng. Sejujurnya ia masih tidak mengerti bercerita selama setengah jam dengan terapis barunya di Seoul justru mendapat jawaban demikian. Ia jelas mengingat bagaimana rasa takut menjalar ketika berada di keramaian. "Tolong katakan sesuatu yang lain. Aku masih merasakan phobia saat bertemu dengan laki-laki namun tidak dengan Jung Kook. Aku bahkan bisa menyentuhnya dan... dan kami berciuman."

Na Young menjeda kalimat dengan menghela napas. Bercerita mengenai pengalaman baru yang ia tuai mampu membuat emosinya naik. "Beberapa waktu lalu aku meminta kekasih temanku mencoba hal ini namun sama sekali tidak berhasil. Aku masih menunjukkan gejala androphobia bahkan dalam skala lebih besar."

Na Young mengusap wajah. Kepalanya benar-benar pening sekadar memikirkan betapa konyol phobia yang ia alami. Mengapa harus Jung Kook? Seorang yang bahkan tidak ingin diingat lagi seumur hidupnya. Satu tetes air mata jatuh. Hari ini Na Young tidak bisa berkhianat lebih jauh.

"Bukankah berarti itu sebuah kondisi spesial? Setelah aku memikirkan berulang-ulang, seorang yang dapat menyembuhkanmu mungkin adalah Jung Kook. Aku yakin rasa yang sedari dulu kaupendam mampu menahan rasa benci yang terpupuk. Bibir bisa mengelak namun mata dan hatimu tidak." Sang therapis menyentuh tangan Na Young. "Kau bisa mencoba hubungan simbiosis mutualisme dengannya. Aku yakin semua akan berbeda setelah kau mencoba. Dia bisa melindungimu dari dunia luar namun jangan sampai kau merasa ketergantungan."

Netra Na Young kembali membulat. Berhubungan kembali dengan Jung Kook adalah hal terakhir yang benar-benar tidak ingin ia lakukan. Namun mengapa sebagian dari dirinya justru mengiyakan pernyataan sang terapis? Benarkah sudah saatnya ia membuka diri dengan orang lain? Atau dalam konteks ini adalah Jung Kook?

"Aku akan memikirkannya kembali," ujar Na Young menghela napas panjang. Hampir satu jam berlalu yang berarti sesi ketiganya untuk hari ini akan segera berakhir.

Sang terapis mengangguk. Melepas kacamata lalu menaruh di pangkuan. "Bawa dia ke sini jika kau menyetujui pilihanku. Kita tidak akan tahu jika tidak berusaha mencoba."

***

Empat orang yang mengitari meja sama-sama mengernyitkan dahi. Seolah beban berat yang kini dipikul tidak mampu menemukan titik terang. Pria dengan jaket kulit hitam menghela napas, menghempas tubuh ke bantalan kursi sembari mengerang. Konflik yang seharusnya telah tertutup kini menganga kembali. Bagai luka lama yang hampir mengering namun harus kembali tersayat belati.

Ribbon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang