Chapter 16.2: Then What?

2.6K 404 28
                                    

Setengah hari hanya disibukkan dengan mengantar pesanan ke meja pelanggan, sesungguhnya Im Yoon Ji masih menyimpan kekhawatiran dalam dada. Apa yang tidak bisa ia tanyakan pada Jung Kook sekarang jadi bumerang bagi dirinya sendiri. Seolah mungkin saja lebih baik ia harus bertanya pada ibu Jung Kook atau merasa tidak nyaman setiap saat. Seperti ia harus tahu duduk perkara ini atau tidak bisa mengambil sikap di depan sang pria.

Tekad Yoon Ji semakin bulat saat mengingat Jung Kook pergi keluar rumah dengan senyuman merekah. Pun ketika tanpa sengaja ponsel Jung Kook menyala dengan chatting Im Na Young terpampang di sana. Ia merasa seperti seorang simpanan; tempat berpulang kala sudah selesai bersenang-senang, tempat mengadu kala resah beradu. Yoon Ji merasa tidak istimewa lagi. Merasa bukan satu-satunya wanita yang merasuki pikiran Jung Kook.

Sama seperti perasaan rindu tertahan selama tujuh tahun, sebesar itu pula rasa keingintahuan Yoon Ji. Pertanyaan itu sudah berada di puncak tenggorokan tapi seakan sulit diucap hanya karena tidak memiliki keberanian. Ia benar-benar ingin tahu sekaligus tidak ingin. Bagaimana jika yang disembunyikan Jung Kook jauh lebih mengerikan daripada pemikiran Yoon Ji? Bagaimana jika ternyata ia harus memilih pergi dan tidak perlu menampakkan diri di hadapan Jung Kook lagi?

Yoon Ji menyerah dengan menghela napas panjang. Meletakkan nampan di sisi kiri pantry, ia sudah meminta izin pada Paman Jung Kook untuk beristirahat sejenak. Menemui Ibu Jung Kook di ruang penyimpanan bahan masakan dengan merapal kesiapan mental di tiap langkah. Suka tidak suka, mau tidak mau, Yoon Ji seolah didorong untuk mendengarkan kebenaran ini. Dan ketika kaki-kakinya sudah menjulang di hadapan sang narasumber, Yoon Ji segera ikut bersimpuh lalu bertanya, "Bolehkah aku bertanya tentang wanita yang pernah disakiti Jung Kook, Bibi?"

***

Mengemudi di musim dingin bukanlah kali pertama bagi Jung Kook. Berkelak-kelok di jalan yang saljunya sudah dikeruk, tidak sedikit pun mengurangi kecepatan sebab hormon endorphin sedang menguasai otak. Lamaran pekerjaan yang ia ajukan segera diterima setelah pria itu menunjukkan hasil gambaran. Ditambah sedikit kebetulan karena salah satu staf 2D ada yang mengundurkan diri sebab kandungannya sudah memasuki usia rentan. Jung Kook tersenyum menatap jalanan lengang. Ia akan mulai lagi dari nol. Akan berusaha lagi meraih sukses tanpa perlu tampil di layar kaca.

Satu bulan ini pers sudah menepati janji dengan tidak mengusik kegiatan Jung Kook. Tidak ada pemberitaan atau hal-hal lain yang menyangkut dirinya. Kecuali royalti karena lagu-lagu yang ia nyanyikan masih kerap diputar, pun beberapa panggilan agensi untuk datang sekadar beramah tamah. Kini Jung Kook tidak perlu khawatir akan awak media. Tidak lagi harus berlindung di balik penyamaran seperti dulu.

Hidup Jung Kook kembali berjalan normal. Dan entah mengapa ia justru menyukainya. Dulu Jung Kook memang berpikir bahwa menjadi terkenal akan memberi dampak lebih baik bagi kehidupannya. Namun setelah karir keartisan harus kandas sebab skandal tersebut Jung Kook jadi semakin banyak bersyukur. Ternyata menjadi orang biasa jauh lebih menyenangkan. Tidak ada gosip yang menyerangmu setiap saat, tidak ada komentar jahat dan bahkan teror-teror murahan berkedok skandal.

Pria itu buru-buru membelokkan kemudi ke arah kiri menuju mantan kantor agensi. Mendadak mengurungkan niat untuk pulang lebih awal, berharap mereka ikut bahagia atas pekerjaan baru yang ia terima. Yoon Ji akan ia beritahu nanti. Kalau Na Young, mungkin wanita itu sudah tahu sebab mereka akan berada di divisi yang sama. Merapal nama Yoon Ji dan Na Young membuat Jeon Jung Kook seakan memiliki istri dua. Dan ia kembali tersenyum lagi.

***

Dulu ia pikir meninggalkan Jung Kook malam itu tidak jadi masalah. Jeon Jung Kook tidak akan dibinasakan karena telah berurusan dengannya, dan ia bisa mati dengan tenang tanpa diketahui siapa pun. Namun ketika Tuhan memberi Yoon Ji kesempatan hidup untuk kedua kali dan masih berpijak di bumi hingga saat ini, pikiran singkat tentang kalimat tidak jadi masalah benar-benar mengganggu. Nyatanya ada satu wanita yang terluka karena keputusan Yoon Ji meninggalkan Jung Kook. Satu wanita terluka... dan mungkin menyusul Jung Kook tidak melabuhkan hati padanya.

"Jung Kook mengatakan sendiri bahwa ia berada di bawah pengaruh alkohol dan berhalusinasi karena kekasihnya pergi." Ucapan ibu Jung Kook berhasil mengantarkan ribuan sesal ke dalam hati Yoon Ji. Kesalahan fatal di mana ia tidak sengaja bertemu Jung Kook dan menyentuh pria itu untuk memberikan kehangatan serta merta mampir di otak. Lalu sekali lagi seluruh isi kepala Yoon Ji seperti dipaksa untuk memproduksi keputusasaan, seakan tidak terlalu berharap jika nanti Jung Kook memilih untuk tidak berlabuh padanya.

Apa yang seharusnya ia perbuat saat sudah mengetahui kebenaran ini? Dengan jujur mengaku bahwa ialah kekasih yang telah meninggalkan Jung Kook? Atau berpura hanya ingin tahu cerita sebab dalam rumah makan itu hanya dirinya seorang yang tidak tahu menahu tentang masa lalu Jung Kook? Sementara Yoon Ji masih membungkam mulut hingga sebuah pertanyaan lirih ia ajukan beberapa menit kemudian. "Semua kesalahan berawal dari kekasih Jung Kook yang tiba-tiba saja pergi, kan, Bibi?"

Yoon Ji sama sekali tidak tahu apakah kesimpulan awal yang ia buat sama seperti dugaan ibu Jung Kook sendiri. Namun ia benar-benar yakin seandainya Jung Kook tidak pernah bercinta dengannya, lelaki itu tidak akan mungkin tega memperkosa gadis lain. Jung Kook terlalu polos dan tidak berpengalaman jika ia tidak membimbing untuk menyentuh atau memberikan rangsangan lebih pada titik tertentu. Dan setelah malam itu usai tidak hanya cukup ia menangis karena merasa kembali hina, tapi Yoon Ji juga menangis sebab telah melibatkan pria asing yang sama sekali buta bercinta.

"Tidak, Yoon Ji-ya. Bibi pikir semua kesalahan ada pada Jung Kook karena kadar alkohol dalam tubuhnya terlalu tinggi." Kedua netra sayu itu menatap Yoon Ji lebih dalam. Seolah mencoba menyelami pemikiran sang gadis di hadapan. "Jung Kook juga sudah mengakuinya. Ia baru sadar jika seorang yang bersetubuh dengannya bukanlah sang kekasih. Dan Tuhan juga sudah menghukum putraku dengan tidak membiarkan ia bertemu Na Young selama tujuh tahun terakhir."

"Jadi Jung Kook belum bertanggungjawab atas semua yang sudah ia lakukan pada gadis itu?" Yoon Ji tidak mengerti mengapa ia harus mengajukan pertanyaan sejauh ini. Tidak mengerti bahwa Jung Kook dan Na Young pun selama ini terpisah.

Sang ibu Jung Kook hanya bisa menggeleng lemah. Sembari terus menatap sepasang netra Yoon Ji, ia kembali berujar, "Na Young pergi dari rumah setelah insiden itu terjadi. Tidak ada yang bisa Jung Kook lakukan selain menamai beberapa investasi yang ia miliki dengan nama Na Young. Yang akan ia serahkan sebagai tanda permintaan maaf setelah mereka bertemu kembali."

"Sebenarnya Bibi ingin sekali meminta Jung Kook untuk tegas dan mengambil jalan tengah karena ia sudah berhasil menemukan Na Young. Tapi Jung Kook kembali goyah ketika ia bercerita pada Bibi bahwa kekasih masa lalunya kembali."

***

Kapan terakhir kali Ye Rin keluar apartemen dan berdiri di depan mobil untuk menjemput Na Young seperti ini? Seakan sudah lama sekali sejak ketidaksiapan Ye Rin mendengar kabar mengejutkan tersebut. Ia seperti manusia yang baru saja keluar dari dalam gua. Dan mungkin jika Yoon Gi tidak segera menyadarkannya, Ye Rin masih akan tetap berkubang dalam lautan rasa bersalah.

Perut Ye Rin bergejolak ketika beberapa orang sudah keluar dari gedung animasi tersebut. Sedikit menyimpan rasa malu ketika ia akan menemui Na Young lagi. Kemarahannya kemarin seakan tak berdasar mengingat dulu Na Young tidak segan menemui Ye Rin kembali. Mungkin rasa malu yang Ye Rin tanggung tidak lebih besar daripada apa yang Na Young rasakan. Memikirkan itu saja sudah membuat Ye Rin menundukkan kepala.

Sebagai seorang sahabat, Ye Rin wajib marah sebab tidak diberikan akses untuk mengetahui rahasia sebesar itu. Namun sebagai orang yang sudah mengenal Na Young sejak kecil, Ye Rin seharusnya tidak perlu bersikap kekanakan. Toh jika orang lain yang melakukan hal tersebut bukan tidak mungkin Ye Rin tak pernah mendengarkan sebuah kebenaran.

To Be Continued..

A/N: Sorry telat update lagi, guys >< kemarin2 masih riset lagi untuk chapter ini. Sempat agak galau juga sih tentukan endingnya bagaimana nanti wkwk >< dan maaf juga nggak bisa selesaikan FF ini di tahun 2018. Tapi aku janji sebelum februari Ribbon harus sudah selesai.

Btw, Selamat Tahun Baru! Yuk semangatnya ditingkatkan lagi! Semoga goalsku dan goals kalian tahun ini berhasil tercapai ya ><

Kalau kalian lihat profilku, ada sedikit perubahan di sana ya wkwk. Beberapa work juga aku unpublish seperti Having an Affair dan Mafia's Complex. Untuk Having an Affair akan aku jadikan oneshoot (kemarin sudah aku publish di work oneshoot) kalau Mafia's Complex akan aku publish ulang setelah dua chapter terakhir dikerjakan. Kemungkinan besar tahun ini aku akan rework Wide Awake. Kalian pasti tahu dulu aku pernah kerjakan FF itu, remake karya AngstGoddess. Doakan semuanya lancar ya><

Ribbon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang