05:00 KST
"24 jam yang mengubah segalanya"
.
.
Entah sudah berapa lama mereka saling terdiam dalam mobil yang telah kehabisan bahan bakarnya itu. Jiyeon tampak memainkan seatbeltnya sedangkan Jimin bersandar sambil memijit kepalanya frustasi. Ia memikirkan betapa sialnya ia, seharusnya ia hanya tinggal di dorm atau setidaknya menenangkan diri ke ruang latihan atau kemana saja yang penting ia tak terjebak dengan situasi mengesalkan ini.
Tak berbeda jauh dari Jimin, Jiyeon pun mulai merutuki dirinya. Ia baru saja hampir diculik dan diselamatkan oleh seseorang yang bahkan ia benci, ya ia benci dengan segala hal berkaitan dengan BTS entah karena apa. Dan yang paling ia sesali ia terjebak bersama seseorang yang berkaitan dengan BTS, mungkin wanita lain akan menganggap ini keberuntungan namun tidak dengan Jiyeon. Ini kesialan bertubi-tubi. Tak menutup kemungkinan bahwa pada dasarnya ia ingin berterima kasih, namun egonya lebih mendominasi.
"Aku tak bisa seperti ini terus," gerutu Jimin, "Bahkan sedari tadi tak ada kendaraan yang lewat di sini. Bagaimana jika orang-orang tadi menemukan kita?"
"Kau berbicara denganku?"
Jimin mendesah frustasi, "Kau pikir aku berbicara dengan siapa? Hantu?"
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" ucap Jiyeon.
"Kau bertanya denganku?"
Jiyeon berdecak kesal, lelaki ini membalasnya dengan cara menyebalkan.
"Kita harus pergi dari sini!" ujar Jimin.
"Kemana?"
"Kemana saja yang penting menjauh dari tempat ini. Aku tak ingin mati konyol."
Jiyeon kembali menggembungkan pipinya kesal, "Kau lihat di sana sangat gelap, tak ada bangunan dan hanya pepohonan saja. Bagaimana jika ada makluk buas di sini dan memakan kita?"
Jimin kembali mendesah, "Lalu kau mau apa? Mereka menemukan kita di sini sembari menunggu hal yang tidak pasti? Setidaknya kita berusaha. Mungkin saja di dalam hutan sana ada pemukiman atau seseorang yang bisa menolong kita."
"Kau akan meninggalkan mobil ini?" tanya Jiyeon.
"Aku sudah siap digantung oleh pemiliknya nanti," gerutu Jimin.
"Jadi ini mobil pinjaman?"
"Lebih tepatnya aku mencurinya."
Jiyeon kembali tertawa hambar, "Idol sepertimu ternyata pencuri juga. Apa kau tak punya modal? Apa pakaianmu ini hanya hadiah fansite? Ah... kau benar-benar menguras uang fansmu ternyata."
Jimin mengibaskan tangannya tak peduli, "Terserah kau mau mengucapkan apa. Sekarang kau ikut denganku pergi, atau tinggal di sini dan menunggu orang-orang itu mendatangimu."
"Baiklah aku ikut."
.
.
.
Mereka berdua telah berjalan cukup jauh dari mobil yang membawa mereka tadi, Jimin berjalan satu meter lebih di depan sedangkan Jiyeon mengeratkan pegangan pada ransel kecil yang sedari tadi tak terlepas dari punggungnya. Suhu semakin mendingin membuat mereka berdua sedikit menggigil, namun keduanya berusaha bersikap biasa dan tak mengeluhkan apapun. Jimin tentunya tak ingin turun pamor di mata gadis ini, terlebih gadis ini adalah anti fansnya dan Jiyeon tak sudi menerima perlakuan baik Jimin untuk kesekian kalinya.
Mereka masih melangkah di bagian aspal jalan. Mata Jimin masih mengawasi sekitar dan sepanjang perjalanan mereka masih belum menemukan apapun, sebenarnya mereka berada di belahan bumi mana sampai-sampai tak menemukan siapa pun di sini. Hingga mata sipit itu mendapati sesuatu yang berbeda di antara pepohonan, ia pun menghentikan langkahnya.
"Aaww," kepala Jiyeon menabrak punggung tegap Jimin membuat kepalanya merasa sedikit pening.
Jimin berbalik lalu menggeleng-gelengkan kepalanya menatap gadis ini aneh.
Jiyeon mendongak sambil mencebik kesal, "Itu punggung atau batu? Kenapa sangat sakit?"
"Kalaupun aku bilang ini punggung, kau akan mengatakan kalau ini batu," gumamnya. Ia sudah mengerti betul karakter haters. Mereka akan menghina dan walaupun yang terjadi tak seperti itu, ia akan terus mengatakan bahwa dirinya benar.
"Kenapa kau berhenti tiba-tiba dan tak memberitahuku?"
"Memangnya kau suka mendengar ucapan orang yang tak kau suka?"
Jiyeon mendesis pelan, "Bukan permasalahan suka tidak suka, tapi ini soal keselamatanku!"
"Dasar gadis aneh," Jimin kembali menggeleng-geleng, ia lalu membelokkan diri berjalan ke dalam hutan, ia melihat sebuah rumah kecil di dalam sana.
"Yak, kau mau kemana?"
Jiyeon berlari kecil mengikuti Jimin, ia hanya pasrah dengan apa yang mau dilakukan lelaki itu. Selain Jimin tak ada lagi yang bisa ia ikuti.
Masih dengan mengikuti Jimin, gadis itu perlahan mengetahui apa yang ingin dilakukan lelaki itu. Matanya melihat sebuah rumah kecil yang di dalam hutan, ia sebenarnya sedikit takut tapi tetap saja mengikuti langkah lelaki ini.
Jimin mengetuk-ngetuk rumah itu namun tak ada seorang pun yang menjawab, "Permisi, ada seseorang di dalam!"
Jimin menaikkan alisnya lalu menatap Jiyeon yang hanya bisa mengangkat bahunya tak mengerti dengan apa yang terjadi. Lelaki itu kembali mengetuk dan sekali lagi tak ada jawaban.
"Mungkin ini hanya rumah kosong," gumam Jiyeon.
Jimin perlahan membuka pintu rumah itu dan benar saja, sama sekali tak terkunci. Rumah yang terbuat dari kayu tua itu memang sudah terlihat rapuh, mungkin saja memang sudah tak berpenghuni.
Lelaki itu mengintip ke dalam rumah itu, isinya terlihat cukup bersih dan hal itu membuatnya mengernyit, "Permisi! Ada orang di sini?"
Tak ada yang menjawab.
"Tak ada siapapun. Tapi sepertinya ada yang menghuni, kalau rumah kosong pasti akan sangat kotor tapi ini bersih. Kita tunggu saja pemiliknya di luar, siapa tahu pemilik rumah ini bisa menolong kita."
Jiyeon menghela napas pasrah, "Terserah saja!"
Jimin kemudian menutup pintu, matanya lalu terarah pada dipan kayu. Ia kemudian berjalan ke sana masih diikuti oleh Jiyeon dan mendudukkan diri.
To Be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
24 Hours ✅
Fanfic[ROMANCE ADVENTURE FANFICTION] Park Jimin, seorang idol dari grup papan atas BTS tanpa sengaja bertemu dengan Kim Jiyeon, antifans dari grup yang ia naungi. Dua sosok yang tentunya saling bertolak belakang. Satu sosok dibenci dan satu sosok membenci...