06:00 KST
"24 jam yang mengubah segalanya"
.
.
Guratan sang langit mulai berubah, keadaan sudah tak segelap tadi namun matahari belum terbit dari ufuk timur. Kedua sosok yang hanya terduduk dan saling terdiam itu tak melakukan apa-apa sedari tadi, mereka hanya terus menunggu seseorang atau siapa pun yang menghuni rumah ini. Entahlah, mereka menunggu ketidakpastian untuk kedua kalinya.
"Aku benar-benar tak suka keheningan," gerutu gadis itu.
Jiyeon berbalik menatap Jimin yang tampak menunduk, ia memperhatikan lelaki yang terlihat menutup matanya.
"Kau tertidur?"
Helaan napas terdengar, "Tidak bisakah kau diam saja? Aku lelah mendengarmu berbicara sesuatu yang membuatku naik darah."
Gadis itu berdecak kesal, "Aku benar-benar tidak suka keheningan, jadi tolong katakanlah sesuatu!"
Jimin menegakkan tubuhnya, ia membuka matanya perlahan lalu menarik napas dalam. Kepalanya ia tolehkan kepada gadis yang sampai sekarang belum ia ketahui namanya, "Sebenarnya apa sih maumu? Kau ingin aku mengatakan apa? Bukankah kau tidak menyukaiku?"
"Bukan masalah suka tidak suka, ini demi...."
"Demi apa lagi?" Jimin menaikkan alisnya, "Tadi saat aku berhenti mendadak kau mengatakan aku harus berbicara demi keselamatanmu, sekarang aku harus berbicara demi apa lagi?"
"Demi mengusir rasa bosanku," ujarnya sedikit menantang.
Jimin menghela kesal, "Jadi kau mau apa?"
"Katakan saja hal yang lucu yang membuat bosanku hilang."
"Asal kau tahu aku bukan komedian nona, aku seorang idol."
"Tapi bukankah kau dan grupmu sering kali melakukan hal-hal konyol?"
"Wah, aku benar-benar terharu kau mengetahui itu."
"Aku tidak mencari tahu tentang kalian!"
"Siapa yang mengatakan kalau kau mencari tahu sesuatu tentang kami? Dan satu hal yang harus kau tahu, kami bukannya bertingkah konyol kami menghibur satu sama lain dan juga menyenangkan fans kami. Dan kau bukan bagian dari itu, jadi hal apa yang membuatku harus menghilangkan rasa bosanmu? Kau sedari tadi hanya membuatku emosi."
Jiyeon mendesis lalu melipat tangannya, ia kembali menatap ke depan membuat Jimin kembali geleng-geleng kepala.
"Tapi ada yang ingin ku tanyakan padamu," ujar Jimin.
"Apa itu?" tanyanya ketus.
"Di mobil tadi, kenapa kau bersikeras untuk duduk di belakang?"
Raut Jiyeon berubah muram dan itu membuat Jimin semakin merasa tak mengerti. Gadis ini sangat unik bisa merubah ekspresinya secepat itu.
"Itu bukan urusanmu!"
Jimin ikut menatap ke depan, "Benar itu bukan urusanku."
Hening telah menyelimuti beberapa menit waktu yang mereka lalui. Matahari mulai bersinar dari timur namun tak ada kata yang terlontar dari keduanya setelah ucapan Jimin yang terakhir tadi, hanya helaan napas dan suara binatang-binatang kecil yang menemani.
SREEEKK
Suara dedaunan terinjak membuat kedua sosok itu menatap sekitar waspada, Jiyeon bahkan tanpa sadar mendekatkan diri pada Jimin saat suara itu semakin mendekat.
"Kalian siapa?"
Jimin dan Jiyeon sama-sama terkejut, keduanya menoleh ke belakang dan mendapati seorang wanita tua yang nampak membawa kayu bakar menatap mereka bingung.
Jimin berdehem pelan, "Apa halmeoni yang tinggal di rumah ini?"
Wanita itu mengangguk, "Ada apa?"
"Kami dari Seoul dan tersesat di sini, mobil kami juga kehabisan bensin. Kami sedang mencari bantuan yang mungkin saja bisa membawa kami ke Seoul, apa halmeoni tahu caranya, mungkin ada kendaraan yang halmeoni tahu yang rutenya ke Seoul?"
"Biasanya akan ada kendaraan ke Seoul sekitar jam 1 siang, tapi itu hanya truk pembawa kayu. Sangat jarang ada kendaraan di sekitar sini."
"Jam 1 siang, itu masih sangat lama sepertinya," gumam Jiyeon.
"Tapi kalau boleh tahu, ini dimana? Kenapa aku tak melihat ada bangunan ataupun orang-orang di sekitar sini," tanya Jimin.
"Ini Songjeong nak! Di sini kawasan hutan perusahaan, pemukiman sangat jauh dari sini! Saya dan suami ditugaskan berjaga di hutan ini."
Keduanya menghela napas gusar, mereka tak tahu ini berita buruk atau baik. Harus menunggu selama berjam-jam sedangkan mereka tak tahu apakah mereka telah terhindar dari bahaya atau tidak.
"Kalian suami istri?" tanya wanita itu itu, membuat kedua sosok tadi membulatkan matanya terkejut, "Kalau benar kalian suami istri, saya punya satu kamar untuk kalian istirahat sembari menunggu kendaraan."
"Kami bu-"
"Ya, kami suami istri!" Jimin melirik tajam Jiyeon yang memotong pembicaraanya, berani-beraninya gadis tengik ini mengatakan hal itu. Reputasinya bisa hancur kalau orang lain salah paham.
Jimin berdecak kesal saat gadis itu malah melingkarkan tangannya di lengan Jimin.
"Kalau begitu, mari masuk ke dalam. Saya akan membuatkan teh hangat untuk kalian."
Jimin akhirnya pasrah saat gadis itu malah menariknya masuk, setelah melepas sepatu mereka mendudukkan diri pada sebuah kursi kayu di sana. Wanita tua itu pamit ke dapur meninggalkan mereka berdua.
Jimin menyentak kasar tangan Jiyeon yang bergelayut di lengannya, "Kenapa kau malah berbohong seperti itu?"
Jiyeon meletakkan telunjuknya ke bibir, "Kau jangan mengucapkannya keras-keras. Kalau kita mengaku suami istri, wanita tua itu akan membiarkan kita istirahat di sini."
Jimin mendesah kesal, "Kau ini bodoh atau apa huh? Kenapa kau malah berpikir seperti itu? Belum tentu wanita itu melarang kita istirahat di sini, walau kita bukan suami istri. Kau ingin menghancurkan reputasiku? Bagaimana jika media tahu?"
Jiyeon mengibaskan tangannya, "Kau ini cerewet sekali! Lagipula aku sudah terlanjur mengatakannya, bersikap saja seperti suami istri."
Jimin memicingkan matanya, "Aku curiga kau bukan antifans melainkan sasaeng."
Jiyeon ingin sekali meneriaki lelaki di hadapannya tapi ia terus berusaha menahan, "Aku tegaskan padamu tuan Park Jimin, pertama aku tidak menyukaimu, kedua aku tidak menyukai grupmu, ketiga aku benar-benar sangat membenci kalian."
"Lalu untuk apa kau melakukan ini?"
"Lagipula di sini tak ada media, kau diam saja!"
Jimin menghela napas gusar, ia pasrah... benar-benar pasrah, saking pasrahnya ia merasa ingin melemparkan dirinya ke air panas. Ini benar-benar situasi mengesalkan.
To Be Continue

KAMU SEDANG MEMBACA
24 Hours ✅
Fanfiction[ROMANCE ADVENTURE FANFICTION] Park Jimin, seorang idol dari grup papan atas BTS tanpa sengaja bertemu dengan Kim Jiyeon, antifans dari grup yang ia naungi. Dua sosok yang tentunya saling bertolak belakang. Satu sosok dibenci dan satu sosok membenci...