13:00 KST
"24 jam yang mengubah segalanya"
.
.
.
Kedua insan itu tampak menghela napas berkali-kali dalam keterdiam yang mereka alami. Mereka sudah menunggu kendaraan menuju Seoul selama beberapa menit, namun kendaraan yang dimaksud tak kunjung terlihat. Jiyeon menunduk sembari mengetuk-ngetukkan sepatunya ke tanah bosan sedangkan Jimin terus menatap ke arah kendaraan itu akan datang.
Jimin menarik napas pelan, "Aku harap tak ada berita aneh tentangku. Kalau sampai ada, kau harus bertanggung jawab dengan menjelaskan semuanya!"
Jiyeon sontak mendongak menatap Jimin, "Kenapa aku harus bertanggung jawab? Lagipula aku tidak memintamu menolongku."
Jimin menatap Jiyeon sinis, "Kau ini masih benar-benar tak tahu berterima kasih. Kalau bukan aku mungkin saja kau sudah mati saat ini."
"Tapi tetap saja, aku tak memintamu melakukannya."
Jimin tertawa kosong, "Terserah! Aku sudah tidak peduli dengan berita yang menghancurkan reputasiku, aku hanya berharap tak pernah bertemu denganmu lagi. Ini pertama kalinya aku bertemu gadis semenyebalkan dan sekurang ajar dirimu. Apa kau tak diajarkan oleh ibumu sopan santun?"
Tangan Jiyeon tampak mengepal emosi menatap Jimin tajam, lelaki itu tak kalah menatapnya sinis.
"Kenapa? Kau mau protes? Aku sudah menolongmu dan kau benar-benar tak tahu terima kasih. Aku tak salah mengatakan kau menyebalkan dan kurang ajar 'bukan? Hey nona, aku tak menyuruhmu untuk menyukaiku. Benci aku sepuasmu tapi... setidaknya kau harus tahu diri dengan keadaanmu sekarang."
"Jangan pernah menyebut ibuku. Dia tak bersalah."
Jimin menghela gusar mulai tak peduli, ia menutup matanya kasar mencoba meredam emosinya. Berada di dekat wanita ini hanya membuatnya sakit kepala.
"Ibuku memeliharaku dengan baik, jadi jangan pernah menyalahkan!"
"Aku tak menyalahkannya!"
Jiyeon semakin menatap tajam, "Kau mengatakan, 'Apa kau tak diajarkan sopan santun oleh ibumu?' itu sama saja dengan kau menyalahkannya!"
"Oke baik. Ibumu mengajar tentang hal itu, tapi kau benar-benar anak yang tidak mendengar perkataan ibumu. Begitu?"
"Itu berarti kau mengatakan ibuku gagal mendidikku."
Jimin berdecak kesal, "Maumu itu sebenarnya apa, huh? Ah... terserah. Aku tidak peduli lagi!"
Jimin sedikit memijit pelipisnya yang terasa pusing, gadis ini terus saja memancing emosinya dan membuat darahnya seakan-akan mendidih. Ia sudah tak mau mempedulikan gadis ini lagi, terserah apa yang ingin ia lakukan, apa yang terjadi padanya, ia tak akan peduli.
Jiyeon sendiri ikut terdiam dengan emosi yang berada dalam dirinya, ia tak suka jika ibunya disinggung dalam keadaan seperti ini. Terlebih ibunya telah tiada dan ia tak mau ada seorang pun yang menyalahkan ibunya karena sikapnya yang memang sudah seperti ini sejak dulu. Dibesarkan sebagai anak bungsu keluarga kaya raya membuat Jiyeon memang menjadi anak manja yang seenaknya.
Namun tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti di hadapan mereka berdua, membuat kedua sosok itu sontak mendongak. Mengapa mereka tak sadar dengan suara mobil yang mendekat, apa karena mereka terlalu larut dalam emosi? Jimin mengernyitkan dahinya, ia jelas mengetahui mobil ini. Mobil yang sebelumnya ia ikuti.
Dua orang yang berada di mobil itu kemudian keluar dan membuat Jimin refleks menarik Jiyeon ke belakang tubuhnya.
"Dua anak kecil ini benar-benar membuat kita kerepotan."
Jiyeon mengeratkan pegangannya pada jaket Jimin, ia benar-benar ketakutan saat ini saat melihat lelaki yang sempat menculiknya saat ini.
"Apa yang kita lakukan?" bisik Jiyeon.
Jimin tak menjawab, ia mulai mencoba berpikir. Tidak mungkin mereka kembali ke rumah Nam Youngja, ia tak ingin membahayakan orang yang baik padanya. Lalu apa? Lari saja? Ini benar-benar gila, bahkan mereka tak tahu harus kemana saat ini. Bertarung? Ia mungkin akan mati kalau mencobanya saat ini, tapi tidak salah mencoba bukan. Jimin kembali merutuki dirinya yang lupa membawa serta alat kejut tadi, benda itu berada di mobil Yoongi saat ini.
"Apa yang kalian inginkan dari gadis ini?" tanya Jimin.
"Bukan urusanmu!" kedua lelaki itu mendekat dan mulai melakukan ancang-ancang untuk memukul. Jimin mendorong Jiyeon ke belakang dan menghindari tinjuan lelaki itu. Berkali-kali kedua lelaki itu melayangkan pukulan, namun Jimin cukup gesit untuk menghindar. Tapi apakah ia hanya bisa melakukan hal itu saja? Ia tahu bahwa pukulannya mungkin saja tak akan berefek besar pada dua lelaki bertubuh besar ini.
"JIMIN-AH!"
Jiyeon berteriak membuat Jimin menoleh ke gadis yang telah ditarik paksa oleh lelaki lainnya, kenapa ia tak menyadari satu lelaki yang berada dalam mobil itu keluar.
BUG
Satu pukulan sukses mendarat ke perut Jimin membuat laki-laki itu hampir terjungkal ke belakang.
BUG
Satu tendangan lagi dan itu benar-benar membuat Jimin terjatuh, Jiyeon masih ditarik paksa memasuki mobil. Jimin mencoba bangkit namun kembali sebuah tendangan bahkan mengarah ke kepalanya dan hal itu membuatnya terjatuh dan menghantam tanah dengan keras. Kedua lelaki itu mulai menendang Jimin dengan membabi buta, Jimin mencoba melindungi kepalanya dan meringis kesakitan saat tendangan itu menghantam tubuhnya. Ia merasa dirinya remuk saat ini.
Tak lama setelahnya, tendangan itu tak terasa lagi.
"Kita tinggalkan dia saja?"
"Aku fikir kita membawanya saja. Dia itu idol, bos pasti akan senang kalau kita membawa bonus untuknya."
Jimin hanya mendengarnya samar-samar dan tak lama berselang ia kehilangan kesadarannya.
To Be Continue

KAMU SEDANG MEMBACA
24 Hours ✅
Fanfiction[ROMANCE ADVENTURE FANFICTION] Park Jimin, seorang idol dari grup papan atas BTS tanpa sengaja bertemu dengan Kim Jiyeon, antifans dari grup yang ia naungi. Dua sosok yang tentunya saling bertolak belakang. Satu sosok dibenci dan satu sosok membenci...