14.00 KST

1.9K 385 63
                                        

14:00 KST

"24 jam yang mengubah segalanya"

.

.

.

Kim Ryuwon –nama lelaki itu- masih berada di kantor lelaki yang kemungkinan bersama dengan anak bungsunya, jumlah wartawan semakin banyak memenuhi kantor ini hingga dirinya sulit untuk keluar. Dirinya adalah seorang pengusaha real estate yang terkemuka di korea selatan dan lelaki bernama Park Jimin itu adalah seorang idol yang bahkan sudah mendunia. Tentu saja skandal kencan yang berhembus antara Park Jimin dengan anaknya sangatlah menghebohkan, namun bukan itu yang ia khawatirkan melainkan keselamatan anaknya saat ini yang sama sekali tak jelas keberadaannya.

Ryuwon menghela napas berkali-kali, begitu pula dengan Bang Sihyuk PD-nim yang dengan setianya menunggu perkembangan pencarian yang dilakukan oleh staffnya serta anak buah dari ayah Jiyeon tersebut.

Dddrrttt Dddrrrttt

Ryuwon segera mengambil ponselnya dan mengangkat panggilan itu.

"Halo sayang. Aku mendengar skandal tentang Jiyeon, apa itu benar?"

Lelaki tua itu menghela napas pelan, "Entahlah! Jiyeon pergi dan belum kembali, jadi aku belum menanyakannya secara langsung," ujarnya menjawab pertanyaan wanita di seberang. Wanita yang sebentar lagi akan menikah dengannya.

"Begitu? Aku membuka internet dan banyak sekali komentar jahat terhadap Jiyeon, aku harap dia baik-baik saja!"

"Ya, aku harap juga seperti itu," desahnya pelan.

"Semoga Jiyeon tidak membuka akun sosial media miliknya, banyak fans BTS yang menyerangnya. Apa dia baik-baik saja? Kemana sebenarnya Jiyeon pergi? Apa dia tak dicelakai oleh fans lelaki itu?"

"Jangan berpikiran seperti itu! Semuanya akan baik-baik saja!"

"Aku harap begitu. Bagaimana dengan perusahaanmu? Tak ada yang hal buruk yang terjadi 'kan?"

"Tidak ada, berita ini tak berpengaruh besar pada sahamku. Ah... aku tutup eoh! Ada panggilan masuk."

"Baiklah!" panggilan dari wanita itu ditutup dan dengan segera ia menjawab panggilan yang baru saja masuk.

"Kalian menemukan sesuatu?" tanya lelaki itu langsung ke inti.

"Kami mendapatkan CCTV mobil dengan plat yang sama di jalan menuju Gwangju. Masih belum jelas wilayah gwangju bagian mana, tapi kami berusaha menyebar di kota ini."

"Cari secepatnya!"

"Baik, tuan!"

Ryuwon menutup panggilan itu, ia meletakkan ponselnya di meja lalu membalas tatapan lelaki bertubuh bulat yang tampaknya menunggu sebuah berita darinya.

"Mobil yang dikendarai Park Jimin tertangkap kamera CCTV menuju Gwangju dan anak buahku sudah menyebar ke sana!"

"Kalau begitu aku akan mengerahkan staffku ke sana juga."

.

.

.

Jiyeon masih terus memberontak, matanya mengarah pada Jimin yang berada di sampingnya. Lelaki itu tampak tak sadarkan diri setelah dipukul habis-habisan oleh dua lelaki yang menghimpit mereka saat ini. Mulutnya yang terluka di tutup lakban serta tangannya terikat ke belakang. Mereka masih berada dalam mobil dan tak tahu akan dibawa kemana.

Tak berbeda dengan Jimin, tangan Jiyeon juga diikat dengan tali kasar, bahkan luka di tangannya belum sembuh dan sekarang terluka kembali. Mulutnya tertutup lakban seperti sebelumnya dan dengan tambahan ikatan di kaki yang membuatnya semakin sulit untuk bergerak.

Ia tak tahu apa sebenarnya yang diinginkan oleh tiga lelaki sialan yang dengan teganya menculiknya bahkan melukai Jimin. Oke, lupakan egonya tentang benci membenci lelaki ini dan grupnya, karena pada dasarnya saat ini ia dilanda khawatir yang berlebihan terlebih melihat darah di beberapa bagian tubuh lelaki itu. Bagaimana pun lelaki inilah yang mencoba melindunginya.

"HHMMPPPPTT," berontak Jiyeon kembali.

"Kenapa anak ini susah sekali diam?" gerutu lelaki di samping kanan Jiyeon, membuat Jiyeon menatapnya tajam.

"HHMMMPPPTTTTTT,"

"Gadis ini sungguh mengesalkan," gerutunya kembali, "Tidak bisakah kita membunuhnya sekarang?"

Jiyeon membulatkan matanya mendengar ucapan lelaki itu. Dirinya akan dibunuh? Ia sungguh ingin menangis saat ini. Ia tahu ia sering membuat orang lain kesal, tapi apa kesalahan besar yang ia lakukan sampai-sampai ada orang yang berniat membunuhnya.

Jiyeon menggeleng keras tak ingin menerima kenyataan ini.

"Ibu! Ayah! Eonni! Aku takut!"

"Lakukan saja itu dan kau akan digantung oleh bos. Dia ingin menghabisi gadis ini dengan tangannya sendiri!" ujar lelaki yang membawa mobil itu.

Jiyeon tak tahu harus apa lagi. Apa dia akan menerima takdirnya dibunuh dengan cara yang tragis. Tidak, ia tidak siap.

Jiyeon kembali melirik Jimin, "Maaf membuatmu terluka!"

"Tapi dia sungguh berisik, tak berhenti bergerak. Menyebalkan sekali!"

"HHHHHHMMPPPPTTT" Jiyeon sepertinya masih berusaha memberontak, walau ia tahu kekuatannya tak akan bisa menyamai mereka terlebih dengan keadaan seperti ini.

"Aku benar-benar tak sanggup lagi!" ujar lelaki yang mulai jengah dengan pemberontakan gadis itu, dengan gerakan cepat ia memukul bagian belakang leher gadis itu hingga Jiyeon tak sadarkan diri. Kepala gadis itu perlahan terjatuh ke samping dan berhenti di bahu Jimin yang sama-sama tak sadarkan diri.

Keduanya sudah tak bisa melawan lagi dengan keadaan seperti ini. Bagaimana nasib mereka selanjutnya? Apa mereka akan baik-baik saja?

Hanya Tuhan yang tahu dan semoga Tuhan melindungi mereka berdua.

To Be Continue

24 Hours ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang