Chapter 22

1.7K 269 64
                                    

" Aku akan menunggu, sampai kapanpun ! "

>>>

Mobil itu berjalan dengan kecepatan sedang membelah jalanan Jakarta yang sedikit lengang. Mengingat hari sudah semakin larut membuat si wanita menguap karena mengantuk.

Seharian ini, mereka begitu sibuk dengan acara pernikahan Tari dan Chairil.Melelahkan namun juga membahagiakan menyaksikan keduanya sudah sah menjadi suami dan istri.
Kini saatnya mereka mengistirahatkan tubuh di rumah masing-masing.

Mereka masih saling diam. Pernyataan si laki-laki yang ingin mempersunting si wanita masih belum dijawab. Ia bingung, masih banyak hal yang menjadi pertimbangannya. Perasaannya, restu orangtua dari si lelaki dan masih banyak hal yang ia sendiri tak bisa menjelaskannya dengan detail.

Yuki Anindia Preswari, wanita itu mencuri pandang pada si lelaki yang terlihat begitu muram. Rahangnya sedikit mengeras.

Bagaimana Al Farizi tidak emosi?.

Ia melamar Yuki di pesta pernikahan Tari dan Chairil dengan sebuah kalimat puitis milik James Arthur. Namun wanitanya masih memintanya untuk bersabar sebelum Mama dari lelaki itu memberi restu akan hubungan mereka.

Yang membuatnya begitu tersulut emosi bukan masalah Yuki memyuruhnya bersabar, tapi pertemuannya dengan Cicio Caesar Manessaro.

Laki-laki yang memiliki rambut ikal itu, menatap rindu pada Yuki. Laki-laki yang dulu pernah mengisi relung hati Yuki. Laki-laki yang dulu pernah menemani hari-hari Yuki. Al tahu tatapan seperti apa itu. Ia juga laki-laki. Ia tahu betul apa arti tatapan Cio pada Yuki-kekasihnya.

Dengan cepat Al berdiri di depan Yuki hingga hanya ia yang bisa dilihat oleh Cio.

Tak ada sapaan, hanya ada tatapan tajam diantara mereka. Melalui tatapan itu mereka seakan bergulat. Hingga pada akhirnya Yuki menarik lengan Al untuk menjauh pergi.

"Al?" panggil Yuki dengan lirih.

Al masih fokus pada jalanan yang berada di depannya.Ia tersadar dari lamunannya tentang kejadian tadi. Ia percaya pada Yuki, tapi hati kecilnya menyuruhnya untuk  menjauhkan Yuki dari Cio.

"Al, please...jangan kaya' anak kecil!" ujar Yuki menatap ke arah Al dengan intens.

Lagi-lagi Al hanya menarik nafas dengan kasar.

"Al...?"

"Hnnn..." balas Al tak kalah singkat.

Yuki tahu Al tersulut emosi karena siapa. Ia tak mau memperpanjang masalah dengan berkata yang tidak-tidak. Tapi tingkah Al kali ini benar-benar seperti anak kecil.

Emosi pada siapa...ehhh Yuki juga yang kena getahnya!. Yuki yang merasakan suasana tak menyenangkan di dalam mobil ini.

Entah keberanian darimana Yuki berani menggenggam tangan Al yang terkepal itu. Diusapnya lembut dengan tatapan yang tertuju pada wajah lelaki itu. Beruntung Traffic Light sedang berwarna merah. Jadi acara mengemudi bisa terkendali.

"Smile!...just trust me!" ucap Yuki masih terus menggenggam tangan besar Al.

"I trust you Love!, tapi dia..." Al menghentikan ucapannya. Traffic Light sudah berubah warna menjadi hijau, mengharuskan Al untuk segera melajukan mobilnya kembali.

"Dia kenapa?" tanya Yuki.

"Udahlah...lupain!. Kamu kelihatan capek Love , istirahat aja, nanti aku bangunin" begitu kata Al membuat Yuki mengangguk patuh.

Tubuhnya memang begitu lelah hari ini. Tak ada istirahat sama sekali. Dari pagi sampai sore hari, Yuki disibukkan dengan berbagai kegiatan yang cukup menguras tenaganya.

TENTANG RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang