Chap 4

6.3K 437 5
                                    

Ujian kelima dimulai, yang artinya. Ujian terkahir. Shabilla bersyukur ini adalah hari terakhir bertemu dengan kakak kelas rese di sebelahnya, Daffa!!

Sudah 1 jam berlangsung, masih ada sisa waktu 1 jam lagi, Shabilla sudah selesai mengerjakan soal soal yang keramat. Ia terdiam, bingung mau melakukan apa.
Shabilla menyandarkan kepalanya di meja, ia menarik nafas panjang, kepalanya membelakangi kakak kelasnya Daffa. Malas untuk melihat wajahnya. Atas tingkah lakunya kemarin yang bisa membuat Shabilla kesal setengah mati sampai sekarang.

"Hmm dek" Daffa menyentuh tangan Shabilla pelan, lalu Shabilla menoleh kearahnya. "Apa kak?" Tanya nya masih berusaha selembut mungkin.

"Maaf yah, atas kejadian beberapa hari lalu, nggak enak ngomong gitu sama kamu" Ujarnya, Shabilla tersenyum, itu senyum tulus pemaksaan yang pernah ia keluarkan dari bibir mungil nya. Hah baru sadar sekarang?

Shabilla mengangguk. "Iya kak, nggak apa apa kok" Ujarnya tersenyum, Daffa tersenyum juga lalu kembali membaca soal ditangan kirinya, namun tangan kanan nya masih menyentuh tangan Shabilla

Shabilla segera menarik tangan nya menjauh, namun kayaknya Daffa tidak menyadarinya, ia masih fokus pada soal di tangan kirinya.

Ia mengenggam tangan nya sendiri, kenapa jadi deg degan gini? Padahal kan cuma dipegang. Semua adik kelas yang tangan nya hampir digenggam sama kakak kelas ganteng, gimana nggak mau deg degan? Walaupun nggak ada rasa sedikitpun tapi tetap aja.

Shabilla menatap wajah Kak Daffa, sangat tampan, benar benar tampan. Kulitnya yang putih, hidungnya yang mancung, alis mata yang tebal dan mata nya yang agak Belo. Benar benar sempurna.

"Dek, mana kartu pese---" Daffa menoleh kearah Shabilla yang sedang menatapnya. Dia terdiam dan ikut menatap mata Shabilla.
Mata mereka bertemu, sekitar 5 menit. Shabilla sadar dan ia langsung salah tingkah.

"Ah.. hmm ya kak?" Tanya Shabilla dan kini malah Daffa yang salah tingkah.

"Hmm.. ini.. aduh, apa yah.." dia tampak berpikir sambil menutupi rasa malunya.

"Oh ya! Kartu peserta" ujarnya lalu tersenyum. Shabilla segera mengambil kartu peserta nya di kotak pensil nya dan memberikan nya pada Daffa.

"Makasih" Ujar Daffa kepada Bu Yola setelah selesai menandatangani kartu pesertanya bersama milik Shabilla.

Ia melihat kartu peserta Shabilla.

Shabilla menghapus beberapa jawaban dan membulatkan nya kembali dengan jawaban yang dianggap nya benar.

"Nih, kartu peserta lo" Ujar Daffa lalu Shabilla mengambilnya. "Makasih" ujarnya singkat dan dibalas senyuman Daffa yang supeeerr manis.

"Aduh.." Shabilla meringis pelan, dia khawatir mungkin sesaat lagi ia akan pingsan. Lebay banget emang. Tapi.. itu bener bener manis banget.

***
Waktu istirahat sudah tiba, Hari ini Ariana Tidak masuk. Shabilla diam di dalam kelas, membaca novel kesukaan nya.

"Dek" Panggil seorang pria, Shabilla menoleh dan melihat seorang pria tinggi sedang tersenyum manis kearahnya.

"Kak Julian?" Shabilla membalas senyuman kakak kelas ganteng tersebut.

"Kamu kenapa nggak jajan? Nanti sakit" Ujar Julian memasang wajah khawatir, memang akhir akhir ini Julian selalu perhatian pada Shabilla.

"Enggak Kak, lagi males" jawabnya santai lalu kembali fokus pada novel kesukaan nya.

"Oh, makan cepat yah, nanti sakit lagi" Ujar Julian lalu bangkit dari duduknya dan pergi keluar kelas.

Shabilla melihat punggung Julian yang menghilang. Lalu ia kembali lagi fokus pada novelnya.

***
"Gue deg degan masa kalau liat adek kelas yang duduk sebangku sama gue. Shinta. Dia cakep banget" Ujar Dimas.

"Jatuh cinta kali" Celetuk Raka yang membuat semuanya tertawa.

"Akhirnya.. Dimas yang pendiam ini, bisa jatuh cinta juga. Gue kira lo homo Mas" Ujar Daffa dan yang lain pada ngakak ketawa.

"Gue udah was was kalau si Dimas ini suka banget nempel sama gue, gue takut lo beneran homo terus santet gue" Ujar Anton, Daffa dan Dimas tertawa

"Gimana yah cara nembak dia?" Tanya Dimas. "Yang romantis" lanjutnya.

"Kalau masalah nembak menembak mah, jago nya si Daffa noh Pak C omblang kita" Ujar Raka melirik Daffa, dan Daffa hanya tersenyum. "Gue atur!"

***
Shabilla membuka kartu peserta nya, ia melihat sudah ada beberapa tanda tangan guru disana. Entah kenapa rasanya bangga sekali, bisa duduk di bangku SMA.

Ia membalik kartu peserta itu, dilihatnya lambang hati disana, yang digambar menggunakan pensil, Shabilla tersenyum, siapa yang membuatnya?

'Yang tadi pinjem kartu peserta kan. Rania. Pasti dia' Batin Shabilla lalu memasukkan kembali kartu peserta itu ke dalam kotak pensilnya.

***
"Pokok nya aku nggak mau tau! Kamu harus temenin aku Daff" Ujar Febby yang tingkah nya bener bener minta Daffa menjambak rambutnya.

"Lo tuh! Aduhh.. nggak usah nempel nempel bisa kan? Lagian kan lo sendiri yang tumpahin es nya. Jangan main nuduh gue deh, gue cuma lewat di samping lo doang! Masa ke kamar mandi harus di temenin!" Ujar Daffa kepada perempuan yang sedang menatapnya dengan tatapan melasnya

"Kamu kan harus tangg--"

"Kalau gue anterin lo, terus ada setan lewat, terus gue apa apain lo gimana? Gue lagi yang repot! Kagak mau!" Ujar Daffa agak sedikit membentak.

"Setan, ngomong setan" Ujar Anton yang berada di belakang Daffa. Daffa berdecak sebal.

"Diem lo!" Bentak nya.

Daffa kembali menatap Febby. "Jangan ganggu gue lagi! Dasar cabe!" Ujar Daffa lalu segera pergi dari hadapan gadis berambut pirang itu.

"Ihh sakit lhoo" ejek Anton pada Febby.

"Cabe? Rendahan banget lo digituin sama Daffa" ledek Raka, yang membuat Febby naik darah

"IHHH!! SIALAN!" Teriaknya.

Malu yang sangat mendalam! Dikatain cabe oleh orang yang kita suka sendiri! Itu rasanya sakit, bercampur malu.

Febby menutup wajah nya, menahan tangis, Daffa, adalah satu satunya pria yang cuek padanya. Dan sekarang ia malah mengatai wanita itu cabe?

Cabe.. yang sejenis dengan pelacur.

S (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang