Chap 42

3K 190 1
                                    

"Bill, ayo." Annisa menarik tangan nya menjauh dari tempat jualan nasi goreng dan berjalan menuju meja kantin yang berada di pojok. Shabilla menoleh dan tersenyum lalu mengikuti langkah kaki Annisa, dia menoleh kebelakang melihat Daffa yang masih mengobrol dengan teman-temannya.

"Seneng rasanya kalau lo ketauan ngeliatin gue diam-diam,"

Hati Shabilla berkata seperti itu, senyum nya merekah ketika mengingat kejadian tadi. Daffa sedang memperhatikan nya sambil tersenyum tipis dan akhirnya dibalas dengan senyuman Shabilla.

"Anggap aja kita nggak pernah kenal!"

Hati nya yang gembira tiba-tiba mendadak menjadi sedih ketika mendengar kata-kata Daffa yang selalu terngiang di kepala nya. Hati nya mendadak sakit kembali, rasanya seperti ditusuk-tusuk dengan jarum.

Shabilla melihat kearah meja yang ditempati oleh Daffa cs. Mereka semua sedang tertawa dan dapat terlihat jelas bahwa Daffa sangat-sangat gembira seakan-akan kejadian kemarin tidak pernah terjadi. Entah kenapa melihat Daffa tertawa seperti itu membuat hatinya merasa tenang, karena dialah yang membuat Daffa sakit hati. Tanpa butuh penjelasan lagi Daffa pasti tidak akan mempercayai dirinya. Dia sudah tertangkap basah sedang berduaan bersama Julian di taman bermain, jika Shabilla menemukan Daffa sedang berjalan dengan perempuan lain di taman bermain sambil bermesraan mungkin Shabilla akan bertindak sama dengan apa yang dilakukan Daffa kemarin. Memutuskan hubungan.

Shabilla menghela nafas berat lalu kembali fokus pada semangkuk bakso. Ya, dia harus kuat. Ini adalah hukuman untuk Shabilla.

***
Seminggu Kemudian..

Shabilla beberapa kali mengusap keringat yang berada dipelipis nya, sinar matahari sangat terik dan membuat kepala Shabilla pusing. Tapi mau tidak mau dia harus mengikuti pengambilan nilai bermain basket. Tidak terasa sudah seminggu dia putus dengan Daffa. Sikap Daffa seminggu ini tetap sama, dia selalu bersikap dingin dan seolah-olah tidak mengenali Shabilla.

Akhir-akhir ini Daffa jarang terlihat, di kantin pun kadang-kadang dia tidak ada, Shabilla pernah menanyakan hal itu pada Rian dan Rian menjawab kalau Daffa sedang sibuk dengan pertandingan basket.

"Semangat! Itu kamu dribble bola nya yang bener!" Suara Pak Gilang membuat Shabilla tersadar dari lamunan nya. Pak Gilang sedang memberi semangat kepada Annisa dan Andrea yang tengah membawa bola ke Ring. "Yeayy!!!" Annisa bersorak kegirangan ketika dia memasukkan bola ke dalam Ring.

Pak Gilang membunyikan peluit nya panjang, dan menunjuk Artha dan Adimas maju, mereka berdua maju lalu berdiri di belakang garis start sambil memegangi bola basket, "Rian, kamu bisa panggil anak basket? Semuanya. Kamu anak basket juga kan? Bapak mau ngasih pengarahan sama anak kelas sebelas, mereka bakal lomba Minggu depan." Rian mengangguk.

Anak basket? Pasti ada Daffa, dan dia pasti akan bertemu dengan Daffa. Tidak! Ini tidak boleh terjadi, dia pasti akan gugup sekali bila bertatapan langsung atau melihat wajah Daffa.

"Siap pak," Rian tersenyum lebar lalu segera pergi keluar lapangan dan menaiki tangga menuju kelas sebelas.
"Oke, ayo Artha dan Adimas," Pak Gilang membunyikan peluit panjang dan mereka berdua langsung mendribble bola menuju Ring.

***
"Assa..lamualaikum," Rian mengucapkan salam dengan nafas yang terengah-engah, dia melihat anak kelas sebelas tiga yang sangat ramai karena tidak ada guru. "Ada apa lo kesini?" Daffa langsung turun dari atas meja dan langsung menghampiri Rian yang berdiri di ambang pintu.

"Itu, Pak Gilang manggil katanya bakal ada pengumuman sama pengarahan buat lomba Minggu depan," sahut dan Rian dan Daffa hanya manggut-manggut saja. "Sip, nanti gue turun,"

S (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang