Hari ini adalah hari dibagikannya hasil ulangan matematika yang dilaksanakan dua hari yang lalu. Dhiani harus sabar dan menahan malu, jika hasil ulangannya jauh dari kata sempurna, dan Dhiani yakin, Rana pasti akan illfeel dengannya, karena ia tidak pandai dalam pelajaran matematika.
Tak lama kemudian Rana masuk ke dalam kelas. Seperti biasa, tak ada ekspresi yang ia tunjukan. Senang tidak, sedih tidak, galau tidak, badmood tidak, tampan iya. Eh?
"Assalamualaikum." Rana mengucap salam.
"Waalaikumussalam," sahut murid-murid serempak.
"Hari ini saya akan membagikan hasil ulangan waktu hari Selasa. Di kelas ini hanya ada tiga orang yang diremedial," ujar Rana.
Setelah itu, ia membagikan hasil ulangannya kepada murid-murid kelas 12 IPS 1.
Sampai di meja Dhiani, Rana menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum kecut kepada Dhiani. Ia sangat tidak percaya, ternyata calon istrinya itu sangat cetek dalam pelajaran matematika.
Apa? Calon istri? Apa Rana sudah mulai menerima kalau Dhiani adalah calon istrinya? Entahlah, ia juga belum begitu yakin dengan hal itu.
Dhiani menggigit bibir bawahnya ketika menerima lembar jawaban yang diberikan Rana, dan ternyata hasil ulangannya sangat memalukan.
"Berapa nilainya, Dhi?" tanya Aida.
"Yang pasti aku diremedial. Aku benar-benar malu, Da." Dhiani mengusap wajahnya frustasi.
Aida mengerutkan dahinya bingung. Apa Dhiani bilang? Dia malu? Tidak salah? Biasanya Dhiani akan santai-santai saja jika mendapat remedialan seperti ini. Katanya sih namanya juga orang tidak suka matematika. Ya, pasti nilainya jelek atau Biarlah! Kitakan biasa sama yang namanya remedial matematika.
Tapi sekarang?
"Kok, kayaknya kamu sedih banget. Biasanya 'kan kamu biasa-biasa aja kalau matematika diremedial." Dhiani bungkam. Benar juga apa yang dikatakan Aida.
"Kok, malah diem sih?"
"Eh?" Dhiani tersadar dari lamunannya. "Ya aku malu aja, Da. Masa aku harus biasa-biasa aja ketika diremedial. Aku harus buat ayah sama ibu aku bangga, aku pengen nilai matematikaku naik, gak diremedial terus."
Aida mengangguk-anggukan kepalanya. Ia juga sama seperti Dhiani, sama-sama suka diremedial dalam pelajaran ini, dan ia juga tidak mau membuat papa sama mamanya kecewa.
"Dari mulai hari ini, kita harus belajar sungguh-sungguh. Kita harus membanggakan orang tua kita. Semangat!" Aida memberi semangat untuk dirinya dan Dhiani.
Dhiani tersenyum melihat kelakuan sahabatnya ini. "Semangat!"
"Yang merasa diremedial ketika jam pulang, jangan dulu pulang. Kalian harus selesaikan remedial kalian hari ini," kata Rana disela-sela ia menuliskan sesuatu di papan tulis, dan ternyata itu materi baru.
"Kamu diremedial gak, Da?" tanya Dhiani.
"Pastinya. Kita kan satu hati. Hehe."
***
"DHIANI... AIDA..," teriak Rifqi yang baru saja memasuki kelas 12 IPS 1. Dia berjalan kearah bangku milik Dhiani dan Aida.
Aida memutar bola matanya malas. "Apa sih teriak-teriak?"
"Kenapa kalian gak ke kantin? Aku makan sendirian di kantin tau," tanya Rifqi.
"Mager ah," jawab Aida santai sambil memainkan ponselnya.
Sedangkan Dhiani, dia sibuk dengan buku catatan matematikanya, sambil mencoret-coret di buku lainnya. Mungkin dia sedang mempelajari rumus-rumus.
"Tumben banget mau belajar matematika?" Rifqi sedikit heran dengan Dhiani, tidak biasanya Dhiani mau belajar matematika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincere Love ✔
Romance[ SUDAH TERBIT ] Terima kasih sudah mencintaiku dengan setulus hatimu. *** Kisah seorang gadis berhijab bernama Dhiani Ameera Zidan yang harus menerima perjodohan dengan lelaki tampan bernama Rana Taufik. Dhiani tidak pernah menyangka kalau orang tu...