Kalau kamu ada masalah ceritakanlah semuanya padaku. Jangan dipendam apalagi merasa malu. Karena bagaimanapun juga kamu itu sahabatku.
***
Seorang perempuan berhijab putih itu sedang berkutat dengan tugas di depannya. Hari ini ia harus segera menyelesaikan tugas ekonomi yang membuat kepalanya terasa pusing lebih dari tujuh keliling. Perempuan itu, yang tak lain adalah Dhiani. Hari ini Dhiani sedang kerja kelompok di rumah Aida.
"Udah gak usah dipaksain kalau gak bisa, Dhi," ujar Aida yang sudah menggunakan pakaian rumahnya, ia ikut duduk lesehan di karpet, bersebelahan dengan Dhiani.
"Ini harus dipaksain, Aida. Besok 'kan tugasnya harus dikumpulin," ucap Dhiani masih fokus pada tugasnya.
Tangan Aida mulai merebut kertas folio yang digunakan Dhiani mengisi soal-soal ekonomi. Aida melihat kertas tersebut dengan tatapan fokus. Matanya membulat ketika melihat baru tiga soal yang diisi. Padahal semuanya ada sepuluh soal.
"Astaga. Ini bener baru tiga? Aku kira kamu udah ngisi banyak. Jadi dari tadi kamu cuma ngisi satu soal aja?" tanya Aida tak percaya.
Sudah hampir setengah jam Aida menunggu Dhiani mengerjakan soal. Tapi, ternyata hanya satu soal yang dapat diisi Dhiani, karena dua soal sudah diisi olehnya terlebih dahulu. Kalau begini caranya, pasti Bu Rani akan menghukum mereka berdua. Karena ini tugas kelompok, satu kelompok terdiri dari dua orang dan kebetulan sekali Aida harus satu kelompok dengan Dhiani.
"Maaf, soalnya aku gak fokus, Da. Ini jam berapa sih?" Dhiani melihat jam kecil yang melingkar di pergelangan tangannya.
16:45.
"Da, aku pulang ya. Ini tugas biar aku yang isi semua." Dhiani merebut kertas yang masih dipegang Aida. Kemudian ia memasukan alat-alat tulisnya ke dalam ransel hijaunya.
"Kamu yakin bisa mengerjain ini sendiri?" tanya Aida memastikan.
Dhiani memutarkan bola matanya malas. "Jadi kamu gak percaya sama aku? Jangan remehin kemampuan aku, Da. Oh iya, Mama kamu mana? Aku mau pamit pulang." Mata Dhiani mencari-cari keberadaan Mama Aida.
"Mama aku lagi ke warung."
"Oh ya udah, salam ya buat mama kamu, aku pulang gitu. Maaf gak sempet pamit." Dhiani bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan ruang keluarga.
"Hati-hati ya. Maaf gak bisa nganter," teriak Aida ketika melihat Dhiani sudah keluar dari area rumahnya.
"Gak pa-pa, Da."
Setelah Dhiani menghilang dari padangannya Aida menepuk dahinya. Ia baru teringat akan sesuatu. Tadinya, Aida akan menanyakan ada hubungan apa antara Dhiani dan Rana. Mengapa Rana sampai berani menyentuh sahabatnya itu?
Huh, ini semua gara-gara Dhiani yang terlalu fokus pada tugas ekonominya. Jadi, ia tak sempat bahkan lupa akan menanyakan sesuatu yang sudah memenuhi pikirannya sejak di sekolah tadi.
"Besok kali ya aku tanyainnya." Aida bergumam sendiri.
***
Keesokan harinya, Aida sudah sampai ke sekolah terlebih dahulu. Padahal ini baru jam enam lebih lima belas menit. Ia sengaja datang lebih awal, karena ia tahu, Dhiani akan datang cepat-cepat. Apalagi hari ini tugas ekonominya harus di kumpulkan sebelum bel masuk. Karena Bu Rina hanya akan stay di sekolah sampai jam delepan pagi. Katanya ada urusan yang harus di selesaikan.
Kelas masih terlihat sepi. Hanya ada beberapa orang saja di dalam sambil mengerjakan tugas yang belum selesai. Aida duduk di bangkunya sambil mengirim pesan kepada Dhiani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincere Love ✔
Romance[ SUDAH TERBIT ] Terima kasih sudah mencintaiku dengan setulus hatimu. *** Kisah seorang gadis berhijab bernama Dhiani Ameera Zidan yang harus menerima perjodohan dengan lelaki tampan bernama Rana Taufik. Dhiani tidak pernah menyangka kalau orang tu...