5. Married?

73.1K 5.4K 170
                                    

Rana menyematkan cincin pernikahannya di jari manis milik Dhiani, setelah itu giliran Dhiani yang menyematkan cincin ke jari manis milik Rana. Sekarang mereka berdua telah sah menjadi sepasang suami istri.

Acara pernikahan mereka tidak terlalu banyak mengundang banyak orang, bahkan bisa di hitung oleh jari, karena hanya keluarga terdekat saja yang datang. Pernikahan Rana dan Dhiani masih sangat rahasia, dikarenakan Dhiani yang masih berstatus sebagai pelajar.

"Ibu gak nyangka banget, sekarang anak ibu sudah jadi seorang istri." Dinda memeluk erat tubuh Dhiani yang indah dengan balutan kebaya putih, tak lupa juga dengan hijab senadanya.

Dhiani membalas pelukan Dinda. "Aku juga gak nyangka, Bu."

"Jadilah istri yang shalihah, berbakti kepada suami, karena sekarang tanggung jawab kamu sudah beralih pada suamimu," ujar Dinda dan tak terasa setetes demi setetes air mata jatuh dari kedua orang yang sedang berpelukan itu.

"Terima kasih, Bu, karena ibu sudah menjadi ibu yang baik untuk aku. Aku sangat menyayangi ibu," ucap Dhiani dengan suara bergetar.

"Tidak usah terima kasih sayang."

"Ayah," rengek Dhiani ketika Zidan ikut berpelukan dengannya dan Dinda.

Zidan mengusap puncak kepala Dhiani dengan sayang. Dia tidak menyangka putri sulungnya ini sudah dewasa dan sudah menjadi seorang istri.

"Ayah bangga padamu, sayang. Ayah selalu mencintaimu." Zidan menghapus air mata yang hampir saja keluar dari sudut matanya.

"I love you more, Ayah."

***

Dhiani sedang berbaring di atas kasur king sizenya. Hari ini ia begitu sangat gugup, karena sebentar lagi ia akan tidur ditemani oleh suaminya.

Terdengar suara pintu kamar mandi dibuka, dan terlihat sosok Rana yang tampan hanya dengan memakai kaos polos dengan celana selututnya. Rambutnya yang basah dikeringkan oleh handuk merah milik Dhiani.

Dhiani menelan salivanya susah payah, karena ia baru menyadari, bahwa Rana benar-benar sangat tampan.

"Sudah puas melihat suamimu yang tampan ini hmm?" goda Rana dan membuat pipi Dhiani merona seketika.

Dhiani memalingkan pandangannya ke arah ponsel putih miliknya yang sedari tadi ia genggam. "Hm, tidak. Bapak jangan kege-eran," elak Dhiani.

"Aku tidak ge-er, tapi memang itulah kenyataannya. Kamu terpesona kan?"

Dhiani bungkam. Apa dia tidak salah dengar? Rana menganggil dirinya dengan kata 'aku-kamu' bukan 'saya-kamu'.

"Saya tidak persona!" tegas Dhiani.

"Bohong itu dosa loh." Rana ikut berbaring di ranjang milik Dhiani, tepatnya berbaring di sebelah Dhiani.

Jantung Dhiani berpacu lebih cepat dari biasanya. Ia tidak tahu harus melakukan apa sekarang, karena tubuhnya terasa kaku seketika.

"Kok, diam? Bolehkan aku membuka hijab ini?" tanya Rana sambil melihat ke arah hijab instan yang dikenakan oleh Dhiani.

Dhiani mengangguk gugup. Seharusnya Rana tidak perlu bertanya seperti itu. Karena sekarang dirinya sudah sah menjadi suami Dhiani.

Dengan perlahan Rana membukakan hijab coklat milik Dhiani. Kemudian dilanjut dengan melepas ikat rambutnya. "Ternyata kamu mempunyai rambut yang panjang. Aku suka."

Deg.

Lagi-lagi Dhiani dibuat merona oleh Rana. Apalagi posisi Rana yang sedang menghadap ke arah Dhiani.

Sincere Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang