53. Hari pertama

45.8K 3.3K 100
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Tapi mata Dhiani enggan sekali untuk tertutup. Padahal besok ia harus bangun pagi sekali, dikarenakan besok adalah hari pertama Ujian Nasional. Entah apa yang membuatnya sulit untuk tertidur seperti ini.

Matanya melirik ke samping, di sana ada Rana yang sudah tertidur pulas. Wajah suaminya itu terlihat sangat tampan walau matanya tertutup. Tangan Dhiani bergerak menyentuh hidung Rana yang mancung, kemudian turun ke bibir pink Rana yang terlihat seksi.

"Ternyata suamiku tampan juga," gumam Dhiani.

Rana melenguh, karena merasa ada sesuatu yang menganggu tidurnya. Ia membuka matanya dan mendapati Dhiani yang sedang menyentuh bibirnya.

"Dhi!" seru Rana dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur.

Dhiani kaget luar biasa. Ia menjauhkan tangannya dari bibir Rana. Ia benar-benar tidak enak sudah menganggu tidur nyenyak suaminya itu.

"Maaf, aku menganggu tidurmu, Pak," ucap Dhiani menyesal.

"Kenapa kamu belum tidur? Bukannya besok hari pertama kamu UN?" tanya Rana.

"Aku tidak bisa tidur," jawab Dhiani.

Rana memeluk pinggang Dhiani. Kemudian mendekapnya erat-erat.

"Sekarang kamu pasti bisa tidur," bisik Rana tetap di telinga Dhiani. "Selamat tidur istri kecilku. Jangan lupa baca doa dulu." Rana mengecup pipi Dhiani, kemudian ia memejamkan matanya lagi. Hari ini ia benar-benar lelah.

Dhiani tersenyum penuh arti dengan perlakuan Rana yang begitu romantis padanya.

Dhiani membaca doa mau tidur. Kemudian ia memejamkan matanya, mencoba untuk bisa tertidur. Lama-kelamaan rasa kantuk itu mulai menyerangnya dan Dhiani sudah memasuki alam mimpinya.

***

"Jangan lupa baca doa sebelum mengisi soal, Dhi. Aku yakin kamu pasti bisa. Semangat!!" Rana menggenggam tangan Dhiani sebelum Dhiani memasuki ruangannya.

Dhiani tersenyum. "Makasih udah semangati aku, Pak. Makasih juga karena bapak udah ajari aku beberapa materi yang menurut aku sulit."

"Gak usah berterima kasih. Itu memang sudah menjadi tugasku."

"Ya sudah. Aku masuk ke ruanganku ya, Pak. Doakan semoga aku bisa mengisi soalnya dengan lancar." Dhiani mencium punggung tangan Rana tanpa rasa malu.

Ia dan Rana masih diam di parkiran, dan tentu saja ada beberapa orang yang melihat kejadian itu. Mereka terpekik tak percaya dengan kejadian yang mereka lihat.

"Tentu saja. Doaku selalu menyertaimu, Sayang." Rana mengusap kepala Dhiani yang tertutup hijab putih.

Dhiani tersenyum bahagia. "Assalamualaikum," ucap Dhiani. Kemudian ia berjalan menjauh dari Rana dan menuju ruangan tempat di mana ia melaksanakan Ujian Nasional.

***

Dhiani keluar dari ruangannya dengan wajah lesunya. Hari pertama Ujian Nasional dengan pelajaran Bahasa Indonesia membuatnya benar-benar lelah. Baru satu pelajaran saja sudah begini, bagaimana dengan pelajaran lainnya?

Dhiani berjalan ke kantin. Di sana sudah ada Aida yang sedang duduk sambil menyeruput minumannya.

"Assalamualaikum." Dhiani duduk di sebelah Aida, membuat Aida tersentak kaget.

"Waalaikumussalam," jawab Aida.

"Bagaimana dengan soal bahasa Indonesia?" tanya Dhiani.

Aida mengembuskan napasnya. "Susah susah gampang sih," ucap Aida. "Baru hari pertama udah bikin lelah gini. Gimana kedepannya coba?" lanjutnya.

"Semoga ke depannya lebih gampang. Kita hanya perlu berdoa dan usaha." Dhiani bangkit dari duduknya. "Aku beli minum dulu ya." Setelah mengatakan itu, Dhiani pergi ke penjual minuman tanpa menunggu respons dari Aida.

Setelah kepergian Dhiani, Aida mulai menyibukkan dirinya dengan ponselnya. Ia membuka akun instagramnya. Melihat-lihat postingan setiap temannya.

"Selamat pagi menjelang siang, Aida."

Aida yang sedang menunduk, meluruskan pandangannya untuk melihat siapa yang menyapanya. Ketika ia lihat, ternyata itu Rifqi yang sudah duduk manis di depannya.

"Pagi," balas Aida malas.

"Masih jutek aja sih," gerutu Rifqi dengan wajah kesalnya.

Aida tidak menggubris gerutuan Rifqi. Ia memilih menyibukkan dirinya lagi dengan ponsel di genggamannya.

"Ingat ya. Hari terakhir UN kamu bakalan kasih tahu alasan kenapa kamu ngehindar dari aku. Karena aku udah kepo banget. Emangnya aku bikin salah apa sih sama kamu?"

Salahnya itu, karena kamu udah bikin aku jatuh cinta sama kamu. Batin Aida.

"Hm." Aida hanya membalas dengan gumaman saja.

"Gimana dengan bahasa Indonesia?" tanya Rifqi basa-basi, karena ia ingin mengobrol lebih lama dengan Aida.

Aida menggerutu dalam hati. Ia bertanya-tanya, kenapa Dhiani belum datang juga sih? Ia 'kan tidak mau berdua-duaan sama Rifqi.

"Lancar," jawabnya singkat.

"Aida ... Lho, ada Rifqi juga?" Dhini yang baru datang langsung duduk di sebelah Aida. Ia menyimpan teh manisnya di meja.

"Hai, Dhiani?" sapa Rifqi sambil tersenyum.

"Hai?" balas Dhiani.

Setelah itu hening. Tak ada seorang pun yang berniat membuka suara.

Dhiani sibuk dengan teh manisnya, Aida sibuk dengan ponselnya, sedangkan Rifqi ia diam tak melakukan apapun.

Sebenarnya Rifqi sangat kesal dengan suasana seperti ini. Apalagi ia merasa dikacangin sama kedua temannya. Tapi, apalah daya, ia tidak mau merusak suasana yang sepertinya menurut Aida dan Dhiani ini suasana yang menyenangkan. Ya, menyenangkan karena dirinya dikacangin.

Saat sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing, tiba-tiba Rana masuk ke kantin, menghampiri Dhiani yang baru saja menghabiskan satu gelas teh manis yang hangat.

"Dhi, mau pulang langsung?" tanya Rana, membuat semua perhatian orang di kantin tertuju kepada dirinya dan Dhiani.

"Iya, Pak. Aku mau belajar." Dhiani bangkit dari duduknya. Ia menatap Aida dan Rifqi secara bergantian. "Aida, Rifqi aku pulang duluan ya."

"Iya, Dhi," jawab Aida dan Rifqi barengan, membuat keduanya saling pandang. Tapi itu tidak berlangsung lama, karena Aida buru-buru memalingkan pandangannya ke arah lain.

"Saya dan Dhiani duluan. Kalian juga langsung pulang. Jangan berdua-duaan ya!" peringat Rana membuat Aida menganggukan kepalanya.

"Aku duluan. Assalamualaikum," ucap Dhiani.

Setelah Aida dan Rifqi menjawab salamnya, Dhiani dan Rana keluar dari kantin.

"Enak ya kalau udah halal," celetuk Rifqi tiba-tiba.

Aida memutarkan bola matanya malas mendengar celetukan gak jelas dari Rifqi.

"Aku duluan. Bye." Aida langsung berlari keluar dari kantin, tanpa menunggu Rifqi yang sama sekali belum meresponsnya.

Rifqi menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Aida yang semakin aneh.

"Dasar aneh. Kalau mau pergi itu ucap salam dulu, kek."

***

A/n;

Assalamualaikum.

Akhirnya aku update cepet, walau partnya gak panjang😂 gapapa yaaaa, yang penting update😜

Kasih semangatnya dong. Biar aku makin semangat buat nulis kelanjutannya😆😆

Jangan lupa tinggalkan vote dan komentarnya!!!

Sincere Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang