41. Penjelasan

49.8K 3.4K 139
                                    

"Dhiani?" Sebuah suara yang sangat familier di telinga Dhiani terdengar dari arah belakang. Membuat perempuan itu mengalihkan pandangannya ke sumber suara.

Mata Dhiani membulat ketika melihat orang yang memanggil namanya.

"Rifqi?"

"Wih, gaya banget ya malem-malem mau keluar. Sama pacarnya pula," nada Rifqi terdengar mengejek.

Dhiani menelan ludahnya. Ia harus berkata apa kepada Rifqi? Apa ia harus jujur saja?

"A--aku..." Dhiani benar-benar bingung. Ia menatap ke arah Rana yang masih santai melahap baksonya.

Saat Rifqi masuk ke warung bakso ini, ia sudah bisa melihat Dhiani. Walaupun Dhiani memunggunginya, tapi Rifqi yakin kalau itu Dhiani. Ia dan Dhiani sudah berteman sejak SD, dan Rifqi pun tahu betul lelaki yang bersama sahabatnya ini adalah Rana. Guru matematikanya itu memiliki punggung yang tegap. Siapa pun pasti tahu kalau itu Rana. Apalagi ia sudah hampir 3 tahun belajar bersama Rana.

Dan hal yang tidak bisa ia percayai adalah; kenapa Dhiani dan Rana bisa makan bersama?

Rifqi benar-benar tidak percaya, dua orang yang sama-sama alim bisa pergi bersama malam-malam seperti ini. Apalagi Dhiani, perempuan itu seperti alim saat diajak pergi oleh Akbar, padahal Akbar tidak mengajaknya pergi berdua-duaan, Akbar selalu mengajak Rifqi atau Aida. Tapi mengapa Dhiani mau-maunya pergi berdua-duaan bersama Rana?

"Sepertinya kalian harus bicara baik-baik." Rana yang tadinya santai melahap bakso kini buka suara.

"Apalagi yang harus dibicarakan?" tanya Rifqi seolah-olah memang seperti ini kenyataannya. Padahal dia tidak tahu yang sebenarnya.

"Sekarang kamu duduk. Dhiani akan menjelaskan semuanya padamu." Rana mempersilakan Rifqi untuk duduk di bangku yang masih kosong——tepatnya di bangku yang ada hadapannya.

Dhiani menatap ke arah Rana dengan tatapan seolah-olah ia berkata, 'bapak yakin aku harus jujur sama Rifqi?'

Rana hanya mengangguk. Mungkin ini waktu yang tepat untuk Dhiani menjelaskan semuanya. Menyembunyikan sesuatu dari sahabat itu memang akan membuat keadaan menjadi rumit.

"Rifqi, mungkin ini waktu yang tepat untuk aku menjelaskan semuanya sama kamu," kata Dhiani ketika Rifqi sudah duduk di bangku yang berada di depannya dengan meja yang menjadi penghalang.

Rifqi bergeming. Ia menunggu Dhiani untuk melanjutkan penjelasannya.

"Sebenarnya aku sama pak Rana itu udah nikah."

Pernyataan Dhiani membuat Rifqi menatap ke arah Dhiani yang sedang menundukkan kepalanya. Rifqi menggeleng, kalimat itu terdengar sangat konyol. Mana mungkin Dhiani menikah disaat ia masih sekolah. Apa Dhiani hanya mengada-ada saja?

"Pernyataanmu itu sangat konyol," komentar Rifqi.

"Kamu gak percaya?" tanya Dhiani.

"Mana mungkin aku bisa percaya, sedangkan kamu saja masih sekolah. Kalau buat alasan itu yang masuk akal dikitlah," sahut Rifqi.

"Ini bukan alasan, Rifqi. Aku dan pak Rana memang sudah menikah. Apa kita harus memperlihatkan buku nikahnya?"

"Nah, kalau begitu aku percaya. Mana buku nikahnya?" Rifqi tersenyum miring.

"Buku nikahnya ada di rumah. Kita gak bawa. Masa iya kita harus bawa-bawa buku nikah."

Rifqi berdecak. "Alasan."

"Rifqi, kok, kamu gak percaya sih sama aku? Kita ini udah temenan sejak SD, kamu pasti tahu kalau aku ini lagi bohong atau enggak." Dhiani jadi kesal sendiri.

Sincere Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang