45. Menginap

50.5K 3.3K 75
                                    

Dhiani dan Rana sedang menonton di ruang keluarga kediaman Doni. Sore ini mereka berkunjung ke rumah mama papanya. Dan mereka juga berniat akan menginap di sini.

Dhiani menatap layar televisi dengan tatapan kosong. Sebenarnya ia masih memikirkan apakah ia akan berani bicara langsung kepada Sarah?

Kamu harus bisa, Dhi!

Dhiani menyemangati dirinya sendiri. Ia tidak akan mengecewakan Aida dan Rifqi yang selalu mensupportnya. Matanya mulai melirik ke arah Rana yang masih fokus menatap layar televisi. "Bapak mau makan apa? Biar aku buatkan," ujar Dhiani.

"Tidak usah, Dhi. Di dapur ada kue bolu. Kamu bawa kesini ya!" ucap Rana sembari tersenyum manis ke arah Dhiani.

Dhiani mengangguk. Ia bangkit dari duduknya, kemudian berjalan menuju dapur untuk membawa kue. Sesampainya di dapur, Dhiani melihat piring yang berisi dua buah kue bolu. Kemudian ia mengambilnya dan segera kembali ke ruang keluarga.

Di ruang keluarga, Rana melihat Dhiani yang selalu terlihat cantik di matanya sedang berjalan sambil tersenyum manis ke arahnya, dengan membawa sepiring yang berisi kue.

Di ruang keluarga, Rana melihat Dhiani yang selalu terlihat cantik di matanya sedang berjalan sambil tersenyum manis ke arahnya, dengan membawa sepiring yang berisi kue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dhi?" ujar Rana ketika Dhiani sudah duduk di sampingnya.

"Iya, Pak? Ini kuenya." Dhiani menyodorkan piring kepada Rana dan diterima oleh Rana.

"Kenapa kamu selalu terlihat cantik?" tanya Rana sambil memandang lekat-lekat wajah Dhiani yang sudah bersemu merah. Entah kenapa, Rana suka melihat rona merah di pipi Dhiani.

"Udah ah, sekarang bapak makan kuenya." Dhiani memalingkan wajahnya ke arah lain. Rana ini hobi sekali membuatnya malu.

"Penginnya di suapin sama istri cantik aku."

Dhiani mengembuskan napasnya. Rana ini ada-ada saja. Walaupun Dhiani malu, tapi tetap saja ia melakukan apa yang diinginkan suaminya itu. Ia mengambil alih lagi piringnya, kemudian ia langsung menyuapi Rana.

Rana memerhatikan Dhiani yang sangat hati-hati saat menyuapinya.

"Oh iya, kita jadi 'kan nginepnya di sini?" tanya Dhiani.

"Kalau kamu mau kita nginep di sini, tapi kalau kamu gak mau, aku gak akan maksa kamu, kok," jawab Rana.

"Ih, apaan sih? Ya aku mau lah. Masa nginep di rumah papa mama gak mau."

"Ya udah kita nginep," ucap Rana.

***

Bingung. Satu kata itulah yang tepat untuk menggambarkan perasaan Aldo. Lelaki itu masih dilanda kebingungan, antara menikahi Sarah atau tidak. Entah kenapa, ia masih sulit menentukan keputusan ini. Padahal sejak dulu, ia sangat mendamba-dambakan agar bisa menikah dengan Sarah. Tapi ketika ia memiliki kesempatan emas ini, ia malah sangat ragu. Kenapa? Mungkin karena rasa cinta telah hilang di hatinya untuk Sarah.

Sudah tiga hari Aldo memikirkan kebingungannya ini. Tapi belum ada juga keputusan yang bisa ia ambil. Ia masih ragu, ia takut salah ambil langkah.

"Ngelamun aja lo." Sebuah tepukan di bahu Aldo membuat lelaki itu memutarkan badannya ke arah belakang——untuk melihat siapa yang menepuk bahunya. Ketika dilihat, ternyata itu adiknya yang sepertinya baru saja selesai mandi karena rambutnya masih terlihat basah.

"Gak juga," jawabnya singkat.

Anita mengerucutkan bibirnya kesal. Semenjak ia berkata jujur perihal curhatan Sarah kepada Aldo, kakaknya ini jadi sering melamun dan mengabaikannya.

"Jangan galau mulu dong. Gue jadi ngerasa kurang perhatian dari lo." Anita ikut mendudukkan dirinya di samping kakaknya. Mereka berdua duduk lesehan di taman halaman belakang rumah mereka. Untung saja cuaca sore ini sedang bagus.

"Dih, buat apa gue galau," elak Aldo. Padahal di dalam hatinya ia benar-benar galau, ia sedang dilema.

Anita memutarkan bola matanya mendengar Aldo mengelak. Mau mengelak seperti apapun, Anita tetap tahu kalau kakaknya ini sedang galau, bingung, dilema, risau dan sejenisnya. Ia sudah sangat tahu seperti apa kakaknya ini. Jarang-jarang ia melihat Aldo seperti ini.

"Nih ya, gue kasih saran sama lo. Mendingan lo nikah aja deh sama bu Sarah. Soal cinta mah urusan nanti. Lama-kelamaan kalian juga bakal saling cinta lagi. Apalagi kalian pernah bersama," ucap Anita sekenanya. Ngomong sih gampang. Tapi ngelakuinnya yang susah.

"Mulut lo enak tinggal ngomong ini itu. Tapi gue yang ngejalani bingungnya minta ampun."

"Terserah lo deh. Ngomong sama lo bikin gue kesel tau gak?" gerutu Anita.

"Gue bingung, Anita. Bener-bener bingung. Gue takut salah langkah."

"Iya gue tau lo bingung. Sekarang semua terserah lo. Semua keputusan ada di tangan lo. Gue mah cuma mau kasih saran aja." Anita bangkit dari duduknya, ia menepuk-nepuk celananya yang sedikit kotor. "Ya udah gue ke dalem dulu ya."

Setelah kepergian Anita, Aldo juga bangkit dari duduknya. Ia butuh ketenangan untuk meredakan rasa pusingnya. Mungkin dengan membersihkan dirinya akan membuat rasa penatnya sedikit menghilang.

***

Setelah selesai makan malam, Dhiani dan Rana memilih langsung masuk saja ke dalam kamar Rana. Kamar bernuansa hitam putih ini benar-benar terlihat rapi. Mungkin mamanya selalu membereskan kamar ini, walaupun Rana akan jarang sekali tidur di sini.

Dhiani melihat foto-foto Rana yang di pajang di dinding kamar. Di situ, banyak sekali foto Rana. Ada yang saat Rana masih kecil, saat sekolah, bahkan saat kuliah. Tapi tatapan Dhiani terus tertuju kepada foto Rana yang masih kecil, mungkin umurnya baru menginjak 3 tahun. Di foto itu, Rana sedang tersenyum lebar, benar-benar terlihat sangat menggemaskan.

"Sudah ya lihat foto-foto suamimu yang tampan ini. Ntar makin cinta lagi," goda Rana yang sedari tadi terus mengikuti langkah kaki Dhiani.

"Apaan sih, Pak?"

"Oh iya, aku baru ingat sesuatu," ujar Dhiani.

"Memangnya ingat apa?" tanya Rana.

"Aku mau kok bilang langsung ke bu Sarah, Pak. Aku yakin, pasti aku bisa," ucap Dhiani tanpa ragu sedikit pun.

Rana tersenyum. Ia membawa tubuh Dhiani ke dalam pelukannya. "Aku akan selalu berada di sampingmu, aku akan selalu melindungimu, Sayang."

"Besok kita temui Sarah. Semoga aja setelah ini dia tidak mengganggu hubungan kita lagi." Rana melepaskan pelukannya. Ia menatap lekat-lekat wajah Dhiani yang terlihat sudah memerah.

"Ya udah sekarang kita tidur." Rana menuntun Dhiani menuju ranjang.

"Jangan lupa berdoa. Good night my wife," ucap Rana sambil mencium kening Dhiani.

***

A/n;

Assalamualaikum.

Maaf kalau part ini pendek dan gak jelas banget:( aku bener-bener bingung mau lanjutin cerita ini kayak gimana lagi;((

Makasih banyak buat kalian yang selalu nunggu cerita ini update😊

Sincere Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang