22. Sebuah Fakta

48.3K 3.6K 98
                                    

"Fi, maaf ya aku ngerepotin kamu," ucap Dhiani kepada Fifi.

Sekarang mereka berdua sedang duduk di bangku taman yang berada di alun-alun kota Bandung. Dhiani meminta Fifi agar mau menemaninya bertemu dengan seseorang. Untung saja Fifi mau.

Sore ini, Dhiani akan bertemu dengan seseorang yang mungkin akan menjawab semua pertanyaan yang terus memenuhi pikirannya sejak kemarin malam dan sejak di sekolah tadi.

"Gak pa-pa, Kak," jawab Fifi sopan.

Fifi ini adalah gadis yang masih duduk di bangku SMP kelas 3. Dia tetangga Dhiani yang sangat sopan dan ramah. Waktu Dhiani menikah pun keluarga Fifi dengan senang hati ikut membantu mempersiapkan segalanya, dan yang pasti mereka pun dapat dipercaya untuk menjaga rahasia ini baik-baik.

Tak butuh waktu lama, seseorang yang Dhiani tunggu sudah datang. Seorang lelaki berkulit putih dan memiliki mata sipit itu duduk di bangku taman yang masih kosong.

"Ada apa lo ngajak gue ketemu di sini?" tanya lelaki itu.

"Aku cuma mau tanya sesuatu," jawab Dhiani gugup.

"Sesuatu apa?"

"Gini ya om—" belum juga Dhiani menyelesaikan kalimatnya, lelaki itu sudah memotong terlebih dahulu.

"Jangan panggil gue om! Gue 'kan masih muda," protes lelaki itu tidak terima.

"Terus aku harus panggil apa?" tanya Dhiani bingung.

"Kakak kek. Kayaknya kita cuma beda 5 atau 6 tahun."

Dhiani mengangguk mengerti. "Oke, kak Aldo."

Ya, lelaki itu adalah Aldo. Dhiani sengaja meminta Aldo agar mau bertemu dengannya di sini. Karena ia ingin tahu masa lalu Sarah bersama Rana. Untung saja Dhiani tahu user name instagramnya Aldo, sehingga ia tidak sulit untuk menghubungi Aldo. Maklum saja, Aldo sangat eksis, followersnya pun sangat banyak.

"Aku mau tau, ada hubungan apa antara bu Sarah dan pak Rana di masa lalu?"

Aldo diam. Ia sedang mencerna pertanyaan Dhiani. Gadis di depannya ini pasti sedang sakit hati karena Rana. Ia sudah sering sekali melihat Rana pergi bersama Sarah.

"Lo pasti di sakiti 'kan sama Rana?"

Dhiani menggeleng. "Tidak. Aku cuma ingin tau aja."

"Gue bakal ngejelasin kalau lo mau jujur dulu sama gue. Lo siapanya Rana?"

Deg.

Pertanyaan Aldo benar-benar membuat Dhiani bungkam. Ia harus menjawab apa? Kalau ia jujur, pasti Aldo tidak akan percaya kepadanya. Masa iya anak SMA sudah menikah? Tapi kalau ia tidak jujur, pasti Aldo tidak akan mau menjawab pertanyaannya dengan jujur juga.

"Tenang! Gue bukan cowok ember. Gue bisa jaga rahasia lo baik-baik. Lo hanya perlu jujur aja sama gue!"

"Kakak yakin bisa ngejaga rahasia aku?" Dhiani memastikan.

Aldo mengangguk yakin. Sangat yakin. Meski Aldo seperti orang jahat, tapi sebenarnya ia sangat baik. Gini-gini juga Aldo sangat menghargai seorang wanita.

"Aku istrinya pak Rana."

Mata Aldo membulat ketika mendengar jawaban Dhiani. Benar-benar tidak bisa dipercaya, bahwa gadis di depannya ini adalah istrinya Rana.

"Mungkin kakak gak akan percaya. Tapi aku benar-benar istrinya pak Rana. Aku ada cincin dan surat nikahnya, kak. Aku istri sahnya pak Rana."

Aldo tidak dapat melihat kebohongan dari ucapan Dhiani. Ucapan gadis di depannya ini benar-benar begitu adanya.

"Gue percaya," ada sedikit jeda. "Gue bakal ceritain kisah masa lalunya Sarah dan Rana. Tapi hanya sedikit. Selebihnya lo tanyain aja sama suami lo."

Aldo menghela napas dalam-dalam sebelum ia memulai menceritakan apa yang ia ketahui di masa lalu Rana dan mantan pacarnya itu.

"Dulu, Sarah dan Rana adalah sahabat dekat. Gue gak tahu sedekat apa mereka berdua. Karena waktu itu gue belum benar-benar dekat dengan mereka berdua. Hingga saat rasa ini muncul untuk Sarah, gue mencoba mendekati Sarah. Dia cewek baik, namun sedikit manja. Hingga akhirnya gue nembak dia....." Aldo berhenti sejenak. "Dan lo tahu? Ternyata dia juga punya perasaan yang sama kayak gue. Dia juga suka sama gue. Dia nerima gue sebagai pacarnya."

"Terus?" Dhiani masih setia mendengarkan cerita Aldo—lebih tepatnya curahan isi hati Aldo.

"Di saat gue nembak Sarah. Gue gak tau kalau Rana juga melamar Sarah."

Deg.

Lagi-lagi hatinya merasa sakit ketika mendengar kata Rana melamar Sarah. Sarah memang lebih pantas bersama Rana jika dibandingkan dengannya.

"Tapi, untung aja Sarah nolak lamaran Rana dan milih pacaran sama gue," kata Aldo. "Mungkin karena gue lebih ganteng dari suami lo," lanjutnya penuh percaya diri.

"Iya, kakak emang ganteng kayak orang korea." Itu bukan suara Dhiani. Melainkan suara Fifi yang sedari tadi hanya diam sambil memperhatikan kedua orang yang sedang mengobrol ini.

Aldo terkekeh mendengar ucapan Fifi. Dia memang sudah sering mendengar kata-kata seperti itu dari setiap orang.

"Ah kamu bisa aja." Aldo pura-pura memasang wajah malu.

"Setelah gue pacaran sama Sarah, gue gak pernah lihat Rana dan Sarah bareng-bareng lagi. Itu bukan karena gue yang nyuruh mereka agar menjaga jarak. Karena gue tau, mereka ngajar di tempat yang sama." Aldo mulai serius lagi.

"Dhiani! Sebenarnya gue gak berhak buat ngejelasin ini sama lo. Seharusnya lo tanya sama suami lo, karena cuma suami lo yang bisa menjelaskan secara jelas dan nyata. Tapi gue gak yakin kalau Rana bisa jelasin ini sama lo, secara dia masih...." Aldo tidak melanjutkan kalimatnya.

"Masih apa, Kak?" tanya Dhiani ingin tahu.

"Masih suka jalan bareng sama Sarah. Dia belum bisa lupain Sarah." Sayangnya Aldo hanya bisa mengatakan kalimat itu dalam hati. Biarlah Dhiani yang tahu sendiri bagaimana kelakuan suaminya di belakangnya.

"Lupakan saja!"

"Apa sih, kak?" Dhiani masih ingin tahu.

"Lo tanyain aja sama suami lo. Tapi jangan sekarang deh. Tunggu waktu aja yang menurut lo tepat," saran Aldo.

"Gue yakin, lo pasti disakitin Rana 'kan?"

Dhiani menggeleng. Meski ucapan Aldo memang benar begitu adanya, tapi Dhiani tidak ingin suaminya dipandang jelek di mata orang. Apalagi itu aib dalam rumah tangganya.

"Tidak. Makasih atas informasinya, Kak."

"Sama-sama. Gue sangat yakin lo pasti di sakitin Rana. Kalau gue jadi Rana, gue gak akan sia-siain cewek sebaik lo. Meski lo gak secantik Sarah, tapi lo menarik."

"Makasih atas pujiannya."

Aldo terkekeh melihat wajah kesal Dhiani. "Kalau lo udah gak sanggup sama Rana. Lo tenang aja! Masih ada gue yang sanggup mengisi hati lo."

Dhiani memutarkan bola matanya malas. "Apa sih gak jelas banget."

Baik Aldo maupun Fifi, mereka berdua tertawa geli melihat wajah kesal Dhiani. Dhiani benar-benar lucu kalau lagi kesal.

***

A/n;

Assalamualaikum.

Akhirnya bisa update cepet banget. Walau part ini pendek banget.

And... Aldo come back again😂 ternyata Aldo gak sejahat yang kita bayangkan yaaa. Aldo baik.

Ada yang masih ingin tahu kelanjutan cerita ini kayak gimana?

Yuk, jangan lupa vote & komentarnya!!!

Sincere Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang