46. Selamat Berjuang

49.6K 3.3K 181
                                    

Buat yang tanya cast-nya Rana. Ini dia Rana😂 Maaf kalau gak sesuai dengan yang kalian harapkan. Soalnya susah juga cari yang kayak Rana :p

 Soalnya susah juga cari yang kayak Rana :p

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Keesokan harinya, sekolah seperti biasa. Dhiani dan Aida sedang duduk di kantin menunggu pesanannya datang. Tidak ada Rifqi di sini. Aida sengaja mengajak Dhiani pergi ke kantin tanpa menunggu Rifqi. Ia malas sekali bertemu dengan Rifqi. Entah kenapa begitu, ia pun tak tahu.

Tak lama, ibu kantin datang dengan membawa dua mangkuk batagor kuah dan es teh manis. Disimpannya makanan itu di atas meja sambil mengucapkan "selamat makan" kepada Dhiani dan Aida. Setelah Aida mengucapkan terima kasih, ibu kantin langsung pergi dari hadapan mereka untuk melayani pembeli yang lain.

Tak mau buang waktu, dua gadis itu segera melahap batagor mereka masing-masing——setelah selesai membaca doa.

"Tumben Rifqi gak nyamperin kita ke kantin," ujar Dhiani setelah menghabiskan makanannya.

Aida mengangkat bahu tak peduli. Ia benar-benar sedang tidak ingin membahas Rifqi.

"Aku lihat-lihat, belakangan ini kamu kayak ngejauh dari Rifqi. Biasanya 'kan kamu suka adu mulut sama dia," ucap Dhiani tidak mengerti keadaan. Sudah tahu Aida lagi menghindari topik pembicaraan tentang Rifqi. Eh, ini malah dibahas.

"Perasaan kamu kali. Aku gak ngerasa jauhin Rifqi. Oh iya, by the way kapan kamu mau bicara ke bu Sarah?" tanya Aida mencoba mengalihkan pembicaraan Dhiani tentang Rifqi.

Dhiani mengembuskan napas beratnya. Ia tahu kalau Aida sedang mengalihkan topik pembicaraan.

"Mungkin sekarang, setelah pulang sekolah," jawab Dhiani seadanya.

"Ditemenin pak Rana juga, 'kan?" tanyanya lagi.

Dhiani mengangguk. Tidak mungkin ia berani bicara kepada Sarah kalau tidak ada Rana di sisinya. Bisa-bisa ia pingsan duluan. "Iyalah. Mana mungkin aku berani bicara sendirian."

Drtt.. Drtt..

Ponsel di saku rok Dhiani bergetar, menandakan sebuah pesan baru masuk. Ketika ia lihat siapa yang mengirim pesan kepadanya, ternyata itu dari Rana.

Pak Rana : Ke taman sekarang ya!

"Pak Rana nyuruh aku ke taman. Aku kesana dulu ya, kayaknya penting deh," ucap Dhiani sembari bangkit dari duduknya. Kemudian ia berlalu meninggalkan Aida yang sama sekali belum memberinya respons.

Aida mendengus kesal menatap kepergian Dhiani. "Ih main tinggal aja sih," gerutunya.

"Kamu yang main tinggal aja mah. Tega banget gak nungguin aku," ucap seseorang di belakangnya.

Aida menolehkan pandangannya ke sumber suara. Ia membulatkan bola matanya ketika melihat Rifqi sedang berdiri dengan wajah kesalnya. Gadis itu menggaruk kepalanya yang tertutup hijab.

"Kenapa pake nyusul ke sini sih?" batin Aida.

"Eh, aku ke kelas duluan ya. Kamu makan sendiri aja. Bye."

Rifqi menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Aida yang semakin aneh. Ya, aneh. Dia merasa bahwa Aida mulai menghindarinya.

***

Sesampainya di taman, Dhiani bisa melihat Rana yang sedang duduk di bangku putih berbentuk persegi panjang. Kemudian ia ikut mendudukkan dirinya di samping Rana.

"Ada apa ya, Pak?" tanya Dhiani to the point.

"Hari ini Sarah gak masuk sekolah. Mungkin baru besok kita bisa bicaranya," kata Rana.

"Oh, ya udah."

"Udah makan?" tanya Rana sambil tersenyum manis ke arah Dhiani, membuat siswa-siswi yang kebetulan sedang berlalu lalang memekik kaget karena melihat senyuman Rana. Jarang-jarang mereka melihat Rana tersenyum. Apalagi tersenyum semanis ini.

"Itu beneran pak Rana?"

"Waaah senyumannya."

"Gila! Senyuman pak Rana manis banget. Apalagi ada lesung pipinya."

"Kenapa pak Rana senyum sama Dhiani?"

"Ih kenapa mereka berdua-duaan?"

"Katanya alim. Tapi, berdua-duaan."

Dhiani menggigit bibir bawahnya ketika mendengar ucapan-ucapan dari siswa dan siswi yang kebetulan lewat. Ia benar-benar malu.

"Jangan di dengerin omongan mereka!" kata Rana mencoba menenangkan Dhiani.

"Tapi aku malu, Pak. Aku ke kelas ya." Baru saja Dhiani hendak pergi, tangan kanannya sudah ditahan oleh Rana, membuat gadis itu menoleh sambil menautkan alisnya.

"Gak usah malu, Sayang. Sekarang aku antar kamu ke kelas ya." Dhiani diam seribu bahasa. Ia menatap Rana dengan tatapan tak percaya.

"Ayo, aku antarkan kamu ke kelas," ulang Rana, karena ia belum dapat respons apapun dari Dhiani.

Dhiani menggeleng. Ini benar-benar konyol. Kesambet apa Rana sampai ia berani mengantar Dhiani ke kelas?

Rana terkekeh geli melihat raut wajah Dhiani yang tak biasa. Raut wajah Dhiani benar-benar sangat menggemaskan, membuat tangan Rana langsung mencubit gemas pipi Dhiani yang sudah memerah.

"Hehe... berhubung pipi kamu udah merah banget, ya udah gak jadi deh nganternya," ucap Rana dengan senyum polosnya.

Dhiani mengembuskan napas leganya. Rana ini ada-ada saja.

"Ya udah sekarang kamu ke kelas. Belajar yang serius. I love you my dear."

***

Dhiani tidak langsung masuk kelas, melainkan ia mampir dulu ke toilet untuk membasuh mukanya yang sudah tidak enak untuk dilihat. Ini semua gara-gara Rana yang bertingkah seenaknya kepada Dhiani. Kan, Dhiani jadi malu.

"Hai, Kak? Kakak istrinya pak Rana ya?" tanya seorang gadis cantik yang memakai hijab abu-abu, membuat jantung Dhiani berpacu di luar batas. Kenapa gadis ini tahu bahwa ia istrinya Rana? Apa karena kejadian tadi? Ah, tidak mungkin. Kalau pun iya karena kejadian di taman tadi, pasti mereka akan menyangka kalau Dhiani pacar Rana, bukan istri Rana.

"S--siapa ya?" tanya Dhiani gugup.

Gadis itu tersenyum tipis. "Hehe tenang aja, Kak. Aku tahu kok kalau kakak istrinya pak Rana. Kenalin nama aku Anita, adiknya kak Aldo." Anita mengulurkan tangan kanannya ke arah Dhiani dan disambut hangat oleh Dhiani.

"Oh, jadi kamu adiknya kak Aldo. Pantes aja." Dhiani mengangguk-anggukan kepalanya.

"Wah, ternyata kalau dilihat dari dekat kakak lebih cantik ya," puji Anita yang memang mengakui kalau Dhiani terlihat cantik dari jarak dekat. Benar kata Aldo, Dhiani itu cantik apa adanya.

Dhiani tersenyum. "Makasih atas pujiannya. Kamu juga cantik, Anita. Mirip lagi sama kak Aldo."

"Hehe iya dong. Kan, aku adiknya." Anita tersenyum lebar.

"Ya udah aku ke kelas duluan ya, Kak," pamit Anita sopan. "Selamat berjuang," lanjutnya sebelum ia benar-benar pergi.

Selamat berjuang. Apakah Anita tahu masalah yang sedang ia hadapi sekarang?

***

A/n;

Assalamualaikum.

Aku tau ini pendek banget. Tapi, gak pa-pa ya, demi mengobati rasa rindu kalian sama Dhiani dan Rana jadi aku update cepet dengan part yang lumayan pendek.

Jangan lupa baca juga cerita baruku yang judulnya Adzkyra. Ceritanya gak kalah seru dengan cerita ini 😂😂 hehe mungkin.

Jangan lupa tinggalkan vote dan komentarnya!!!

Sincere Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang