7

896 33 0
                                    

Aku tidak bisa tertidur.

Mataku memang terpejam, tetapi tidak bisa pergi ke alam mimpi. Apa yang kutemukan barusan—tangan itu—terus menghantui pikiran.

Masih terasa jelas di tanganku bagaimana empuknya daging itu, bagaimana halusnya tekstur kulitnya, dengan warna putih yang sangat pucat, bagaimana ... Ah, sudahlah. Aku tidak ingin mengingatnya lebih jauh lagi.

Inginku begitu. Namun, tetap saja hal itu terus berputar-putar di dalam pikiran. Aku ingat sekali, tangan itu memang terlihat pucat, tapi tidak busuk. Tentu saja, pasti Tuan Penyekap menggunakan formaldehyde yang kutemukan waktu itu untuk mengawetkannya.

Botol itu kutemukan dalam keadaan kosong. Tuan Penyekap pasti tidak menggunakan isi botol itu hanya untuk tangan itu saja. Ke mana perginya potongan tubuh yang lain? Di mana Tuan Penyekap menyimpannya?

Sudahlah. Aku tidak ingin memikirkannya.

Tapi, tangan siapa yang dia simpan itu? Apa itu milik orang yang dia kuntit? Apa mungkin akulah giliran selanjutnya? Apa aku akan menjadi seperti itu?

Ah, bantalku menjadi basah.

Tak terasa air mataku terus berjatuhan sejak semalam. Aku tak tahu bagaimana menghentikannya. Aku sangat takut.

Aku tak tahu harus pergi ke mana setelah ini. Aku tak bisa pergi ke manapun sebelum Tuan Penyekap membuka kunci pintu. Tapi, kapan dia akan membukanya? Jam berapa sekarang? Apa sudah pagi? Apa Tuan Penyekap sudah bangun? Apa yang harus kulakukan jika dia sudah datang?

Pertanyaan demi pertanyaan terus bermunculan di dalam kepalaku, meminta jawaban yang aku sendiri tidak dapat menjawabnya. Begitu pun orang lain. Tuan Penyekap? Mana mungkin aku menanyakan itu padanya.

Cepat atau lambat, Tuan Penyekap pasti datang lagi ke sini. Ya, aku hanya perlu bersabar. Cepat atau lambat aku pasti keluar dari sini. Entah keluar ke mana; entah kembali ke rumah, entah kembali ke langit.

Sunyi. Sepi. Aku tak tahu berapa lama ini akan berlangsung. Waktu seperti bergerak lambat. Sedetik pun rasanya lama sekali. Namun, aku tidak tahu berapa lama sedetik itu. Tidak ada penunjuk waktu di sini. Aku buta waktu. Ruangan ini seolah memisahkan diri dari dunia luar, dan menghentikan waktunya sendiri.

Setelah kesunyian itu berlangsung lama, akhirnya aku mendengar pintu itu terbuka. Seketika aku melihat seberkas cahaya harapan di hadapanku, tetapi ....

Sekarang, aku harus apa?

Tidak mungkin aku langsung berlari ke arah pintu. Aku bahkan belum membuka ikatan di tangan dan kaki. Kalaupun aku membukanya sekarang, Tuan Penyekap pasti akan langsung mengetahuinya, dan jika itu benar-benar terjadi, aku tidak tahu bagaimana mengantisipasinya.

Aku terus berpikir sambil terus memejamkan mata. Aku tak sadar bahwa waktuku habis saat itu juga. Tuan Penyekap menutup kembali pintunya. Dia pasti mengira aku masih terlelap.

Apa boleh buat. Aku akan menunggu kesempatan yang lain.

҉

Tidak ada apa pun yang berubah setelah Tuan Penyekap menutup pintu. Dunia seperti berhenti. Waktu seolah tak berjalan, hingga akhirnya suara pintu terdengar kembali setelah beberapa lama. Namun, pintu itu kembali tertutup tak lama setelahnya. Pintu itu tertutup begitu cepat. Aku bahkan belum sempat berpikir apa yang harus kulakukan selanjutnya. Lain kali aku harus berpikir cepat. Aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan berikutnya.

Ternyata, aku tidak perlu menunggu terlalu lama sampai akhirnya pintu itu terbuka dan tertutup lagi. Kali ini, aku mendengar langkah kaki melangkah ke dalam ruangan. Langkah kaki itu berhenti tepat di sebelahku.

Let Me Escape (Edisi Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang