15

660 28 3
                                    

Putaran kenop pintu itu berhenti, digantikan oleh celah kecil yang membiarkan cahaya mendesak masuk ke ruangan. Intensitas cahaya itu lalu kian berkurang tak lama setelahnya, digantikan oleh sesosok manusia yang kehadirannya paling tidak kuinginkan.

Dari celah pintu saja aku bisa merasakan tajamnya sorot mata yang dia hunuskan padaku.

Tanpa melepaskan tatapannya padaku, dia menutup pintu perlahan.

"Apa yang kaulakukan, Elisa?" Suaranya lebih dingin dari es. "Bukankah sudah kuperingatkan kau untuk tidak berbuat yang aneh-aneh?"

Gema langkah yang dia buat bertambah keras seiring berkurangnya jarak antara kami. Dia lalu memegang lenganku, berusaha membuatku duduk. Beberapa kali dia membolak-balikkan tanganku, seolah mencari sesuatu.

"Sakit?" tanyanya kemudian.

Aku menggelengkan kepalaku.

Dia menghela napas, lalu berkata, "Syukurlah."

Baru saja aku ingin menghela napas lega—karena dia tidak memarahiku—saat bola matanya berputar menatap miliku. Dia pun mendekatkan wajahnya padaku, seraya berbisik,

"Kalau kau berpikir dapat meminta bantuan pada orang itu, kau salah, Elisa."

Dia pun mengangkat badanku, dan mengantarku ke atas karpet—tempat di mana aku seharusnya berada. Dengan cepat, dia menyambar selimut, dan dia bungkus tubuhku dengan itu. Tuan Penyekap lalu mencari-cari sesuatu di sekitar ruangan. Tak lama kemudian, pencariannya itu berhenti. Dia mendekatiku dengan sesuatu yang panjang, melingkar dalam genggaman tangannya. Seutas tali.

Tanpa membuang waktu, Tuan Penyekap melilitkan tali itu; mengencangkan selimut yang membungkus tubuhku.

"Orang itu tidak akan mengeluarkanmu," ucapnya.

Tanpa membutuhkan waktu lama, Tuan Penyekap berhasil membungkus tubuhku layaknya permen berkepala. Terlihat aneh memang, tetapi dengan begini, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Memang, aku masih bisa berguling, tetapi itu tidak akan menghasilkan apa-apa dengan kaki dan tanganku yang terbalut selimut ini.

Tuan Penyekap lalu menutup mataku kembali dengan kain yang sama.

"Bertahanlah seperti ini sebentar."

Langkahnya lalu menjauh, disusul suara pintu yang tertutup.

҉

Selama kegelapan mendominasi penglihatan, aku hanya dapat mendengar gumaman-gumanan mereka tanpa bisa berbuat apa-apa, sementara peluh membanjiri dahiku, dan sebagian merembes pada kain penutup mataku.

Tuan Penyekap mungkin hanya diam saja tadi—karena temannya sedang bertamu. Namun, setelah temannya pulang nanti ... aku tidak berani membayangkannya. Hilang sudah kesempatan emasku untuk mendapatkan bantuan dari seseorang. Yah, memang sudah risikonya aku ketahuan seperti ini.

Setelah sekian lama menunggu, akhirnya gumaman mereka berhenti. Suara pintu yang tertutup menyusul dari kejauhan. Bersamaan dengan itu, napasku berubah tak beraturan. Keringat datang bergerombol membasahi kulitku lebih dari sebelumnya. Kini, neraka yang sesungguhnya akan datang.

Langkah kaki Tuan Penyekap semakin dekat. Makin dekat ... makin dekat ... dan akhirnya berhenti. Tepat di depan pintu ruangan ini.

Tuan Penyekap membukanya. Dia masuk ke ruangan, tetapi tidak menghampiriku. Kudengar beberapa barang saling berbenturan satu sama lain, tak beraturan. Sepertinya Tuan Penyekap sedang membereskan barang-barang yang berjatuhan dari keranjang tadi.

Setelah semuanya selesai, dia lalu menghampiriku.

Kurasakan penutup mulutku terlepas.

"Apa yang kaulakukan tadi?" tanyanya dengan suara dingin.

Aku tak berani menjawabnya. Jangankan menjawab, menggelengkan kepala saja aku tidak berani.

"Apa yang kaulakukan tadi, Elisa?" tanyanya sekali lagi.

Napasku tercekat. Aku tak sanggup memberinya jawaban. Beberapa kali kuputar otakku untuk mencari sebuah jawaban yang aman—namun tak satu pun jawaban dapat kutemukan.

Embusan napasnya terasa semakin dekat. Kurasa dia bisa merasakan pula napasku yang memburu ini.

"Jawab pertanyaanku!"

Aku tak dapat melihatnya, tetapi aku bisa merasakan, dia sedang menatapku tajam.

Aku sedikit menyesal melakukan tindakan setengah-setengah seperti tadi. Kukutuk diriku sendiri atas kebodohanku. Bukankah sama saja jika Tuan Penyekap melihatku terbebas dari tali-tali ini dengan jika dia melihat penutup mataku terlepas?

Seharusnya aku nekat saja berteriak meminta tolong. Meskipun Tuan Penyekap mendengarnya, setidaknya temannya itu juga pasti mendengarnya. Seandainya saja temannya itu masih berada di sini. Aku bisa berteriak meminta tolong padanya. Tuan Penyekap pasti berbohong. Tidak mungkin dia tidak membantuku. Kini, orang itu sudah berada di luar rumah ini.

Namun, dia pasti masih berada tak jauh dari sini.

Aku pun menarik napas dalam-dalam ....

"Tolong aku! Si—"

Tuan Penyekap membekap mulutku segera. Dorongan tangannya mampu menyorong hingga memaksa punggung menyentuh balok kayu di belakangku.

"Aku menyuruhmu untuk menjawab pertanyaanku. Bukan berteriak meminta tolong!"

Bekapan tangannya begitu kencang. Bahkan untuk bernapas pun membutuhkan usaha besar.

"Berjanjilah untuk tidak mengulanginya!"

Aku menganggukkan kepala cepat.

"Bagus." Tuan Penyekap membuka bekapannya perlahan.

Saat itu pula, aku kembali memenuhi paru-paruku dengan oksigen sebelum akhirnya....

"TOLONG! TOLONG AK—"

Tuan Penyekap kembali membekap mulutku. Begitu kuatnya sampai kepalaku membentur balok kayu di belakangku. Kurasa sebuah benjolan akan tercipta di sana.

"Teriak sekali lagi, dan itu akan menjadi saat terakhir kau berbicara."

Merasa aku tidak akan menjawab pertanyaannya, dia lalu menutup kembali mulutku.

"Elisa, kau sudah melanggar janjimu dua kali."

Ada sedikit penekanan di ujung kalimatnya.

"Kali ini kau kumaafkan. Tapi, jika kau melakukannya lagi, kau harus menikmati hukumanmu. Kau mengerti?"

Aku mengangguk. Diam-diam aku menghela napas lega.

Tuan Penyekap kemudian melepaskan beberapa tali, lalu melepaskan selimut yang membungkusku, mengembalikanku ke keadaan normal.

Normal?

Tubuhku lalu dia baringkan di atas karpet.

"Tidurlah! Sekarang sudah malam," ucapnya sembari menyelimutiku. Dia lalu pergi keluar ruangan.

Maaf.

Aku tidak tahu apakah aku seharusnya mengatakan demikian.

Aku pasti akan melanggar janjiku lagi. Seharusnya tak lama lagi, aku akan mencicipi hukuman yang dia berikan.


Let Me Escape (Edisi Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang