Tuan Penyekap tidak menjawab pertanyaanku dan hanya tertawa. Dia kemudian bangkit seraya berkata, "Kau harus makan sekarang! Kau tidak boleh menjadi semakin sakit."
Dia berjalan menuju pintu. Syukurlah, dia tidak menyadari apa yang kupikirkan sebenarnya. Untuk sementara, lebih baik aku tidak banyak bergerak agar tali-tali ini tidak melonggar. Paling tidak, itu akan memberiku beberapa waktu lagi. Akan kubetulkan kembali ikatan tali ini pada saat yang tepat.
Hanya beberapa langkah lagi menuju ke luar ruangan, Tuan Penyekap menghentikan langkahnya. Dia menatap beberapa barang di dekat pintu untuk beberapa lama. Apa yang dilakukannya?
Setelah selesai dengan kegiatannya, dia berbalik lagi mendekatiku. Kecepatan degup jantungku bertambah seiring berkurangnya jarak antara Tuan Penyekap denganku. Apa yang akan dilakukannya? Apa yang dilihatnya tadi?
Firasatku tidak enak.
Tuan Penyekap segera berlutut begitu dia sudah berada di sebelahku. Dia lalu memegang kedua lenganku, dan meng-angkatnya.
"Bangunlah!" Tuan Penyekap berkata.
Semoga hal buruk tidak terjadi.
Tanpa membuang waktu, Tuan Penyekap memindahkan posisiku memunggunginya, dan menarik tali di pergelangan tanganku. Tentu saja, tali itu terlepas dengan mudahnya.
Hah ... badanku terasa lemas seketika. Memang sudah kuduga Tuan Penyekap akan cepat mengetahuinya. Tuan Penyekap pasti akan membunuhku. Seharusnya aku sudah siap akan hal ini.
Hidupku sebentar lagi akan berakhir. Aku tak pernah menyangka hidupku selama 21 tahun akan berakhir seperti ini. Berakhir tanpa bisa melihat orang-orang yang kusayang untuk terakhir kalinya. Berakhir tanpa sempat meraih apa yang kucita-citakan sejak dulu. Berakhir tanpa sempat menikmati hidup. Berakhir begitu cepat.
"Wah ... ternyata benar, kau melepas talinya."
"Bagaimana kau bisa tahu?"
Tuan Penyekap tertawa kecil.
"Semua yang kaulakukan pasti meninggalkan bekas."
Ooh ... begitu rupanya.
Ruangan ini dipenuhi debu. Aku mengetahuinya sejak awal.
Kemarin, aku dengan seenaknya menyentuh barang-barang di sini tanpa ragu. Tentu saja, karena ruangan ini dipenuhi debu, setiap barang yang kusentuh pasti meninggalkan bekas. Dan Tuan Penyekap tidak cukup bodoh untuk tidak menyadarinya. Bahkan mungkin saja dia sengaja menaruhku di sini supaya dia tahu apa saja yang kulakukan. Agar dia tahu apa saja yang kusentuh.
Ayah, ibu ... maafkan aku karena aku tidak berhasil menjadi anak yang kalian banggakan. Aku belum bisa membahagiakan kalian. Maaf jika aku selalu membuat kalian marah dan khawatir karena aku sering pulang larut. Maaf jika aku sering tidak menuruti perkataan kalian. Aku menyesal akan setiap perbuatan burukku. Kalian adalah orang tua terbaik. Aku beruntung menjadi anak kalian. Aku sayang kalian.
Ryan ... maafkan aku yang sering bersikap egois. Maaf jika aku sering memintamu mengalah setiap kali kita bertengkar. Aku juga sering menyusahkanku. Kau adalah lelaki terbaik di dunia ini setelah ayahku. Aku bersyukur bisa bertemu denganmu, serta merajut cerita berdua denganmu.
Teman-teman dan sahabatku ... terima kasih sudah menemaniku saat aku butuh kalian. Maaf jika aku sering merepotkan kalian. Maaf jika bercandaku keterlaluan. Maaf aku terkadang merusak barang kalian yang kupinjam. Kalian adalah alasan untukku tertawa setiap hari.
Tuan Penyekap menghela napas lega.
"Syukurlah, kau tidak kabur meskipun sudah bisa me-lepaskan tali ini."
Dia kemudian mendekatkan mulutnya pada telingaku.
"Jangan-jangan kau memang tidak ingin berpisah denganku?"
Apa?
"Yah, bagaimanapun juga, kau sudah berhasil membuka ikatan yang kubuat. Kau tahu, tidak seharusnya kau melakukan itu. Kini aku harus mengikatmu kembali."
Dia tidak membunuhku?
Tuan Penyekap mengikat tanganku asal, kemudian keluar ruangan dan kembali lagi tak lama setelahnya. Dia membawa beberapa utas tali yang kelihatan sangat panjang.
Dia berjalan ke arahku, melepas semua tali yang mengikat tangan, dan mengikatnya ke belakang kembali. Dia memulai dari lengan atas terlebih dahulu.
Dia melingkarkan tali di lengan atasku. Sekali. Dua kali. Tiga kali. Empat kali. Dia mengencangkan tali, lalu melingkarkan lagi. Lima kali. Enam kali. Tujuh kali. Dia terus mengulangi hal yang sama. Terkadang dia mengencangkan tali saat dia rasa talinya melonggar. Setelah cukup, dia menyelipkan jadi telunjuk dan tengahnya di antara tali-tali, lalu membuat suatu simpul dengan tali yang tersisa.
Setelah itu dia beralih ke lengan bawahku. Melakukan langkah yang sama dengan yang dilakukannya pada lengan atasku. Namun, kali ini lilitan yang dia buat lebih banyak daripada sebelumnya. Dia tetap menyelipkan kedua jarinya pada tali sebelum menyelesaikan ikatan yang dia buat.
Selesai mengikat lengan bawahku, Tuan Penyekap lalu mengikat pergelangan tangan. Dia melingkarkan tali pada tanganku beberapa kali, lalu menyilangkan masing-masing tali dan melilitnya dari arah yang berbeda—ke depan dan belakang di antara kedua tanganku. Dia kembali menyelipkan kedua jarinya, lalu membuat simpul dan menyelipkannya.
Tuan Penyekap lalu membuka semua tali pada kakiku, dan melakukan hal yang sama. Namun, dia menekuk kakiku terlebih dahulu, sehingga ikatan yang dia buat ada empat: di tungkai atas, tungkai bawah, pergelangan kaki, dan tungkai atas dan bawahku sekaligus.
Aku sudah memperhatikan dan mengingat baik-baik bagaimana Tuan Penyekap mengikatku kembali. Suatu saat, aku pasti akan bisa membuka ikatan yang dibuatnya dan mengikatnya kembali dengan cara yang sama seperti yang dia lakukan.
Kini, badanku kembali terikat seperti semula. Setelah selesai melakukan semuanya, dia memindahkan pandangannya kepadaku, hanya menatap tanpa mengatakan apa pun. Lalu mengelus pipiku.
"Kau terlihat begitu ketakutan," ucapnya. "Kenapa?"
Aku mengalihkan pandangan dari wajahnya, dan meng-gelengkan kepala. Suatu cairan mengalir—membuat sungai kecil di pipiku. Air mata. Apakah itu air mata takut atau lega, aku tidak tahu. Rasanya belakangan ini aku cengeng sekali.
Tuan Penyekap mengusap pipiku, berusaha mengeringkannya.
"Kau berpikir aku akan menghukummu?"
Aku mengangguk pelan. Tuan Penyekap tertawa kecil.
"Kau memang melepaskan diri dari tali-tali itu, tapi kau tetap berada di ruangan ini dan tidak berusaha kabur. Tidak ada gunanya aku menghukummu."
"Terima kasih," ucapku.
Tuan Penyekap tersenyum.
"Aku tidak akan menghukummu. Namun, kau juga tidak boleh pergi dari sini."
Tangannya berpindah mengelus kepalaku.
Aku sangat bersyukur hari ini bukanlah hari terakhir aku bernapas. Untuk sementara, aku bisa tenang. Saat keadaan sudah kembali aman, aku akan memikirkan cara untuk bisa keluar dari sini. Kalau bertindak terlalu gegabah, aku bisa ketahuan lagi. Kali ini harus lebih berhati-hati.
Kami tenggelam dalam keheningan, sampai akhirnya Tuan Penyekap berkata, "Kau tidak perlu khawatir. Aku akan mengeluarkanmu dari sini suatu saat nanti."
Tuan Penyekap kembali terdiam. Lebar senyum di wajahnya kian berkurang, menyisakan seutas garis tipis yang berusaha mem-pertahankan lengkungannya.
"Suatu saat nanti."

KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Escape (Edisi Revisi)
Mystery / Thriller((TELAH TERBIT)) Begitu Elisa terbangun, dia menyadari bahwa dirinya berada di dalam sebuah ruangan yang tidak dia kenali dengan keadaan terikat. Bagaimana dia bisa berada di ruangan itu, dia tidak ingat. Seorang lelaki datang dan merawat Elisa...