12

700 28 0
                                    

Kini aku tahu, pandanganku terhadapnya selama ini salah.

Tidak ada orang lain yang memaksanya mengurungku di sini, dan melakukan ini semua. Kalau memang ada orang lain yang memaksanya, kenapa dia dengan seenaknya membuatku menjadi tunangannya? Seandainya memang ada orang lain di balik semua ini, Tuan Penyekap pasti tidak akan berani macam-macam. Aku masih tidak terima itu. Lelaki ini tidak waras.

Tuan Penyekap masih menatapku. Aku melihat matanya dan menegaskan, "Aku tidak akan pernah menerimanya."

"Kau pasti akan menerimanya nanti."

"Bagaimana kalau tidak?"

Tuan Penyekap tertawa.

"Kau ini keras kepala sekali, ya?" Dia mengubah posisi duduknya menjadi lebih santai. "Kau mau tahu apa yang akan kulakukan?"

Aku menelan ludahku. Apa pun yang akan dia lakukan, aku harus siap menerimanya. Aku tak peduli apakah dia akan memukulku, atau bahkan menyiksaku sampai aku menerima pertunangannya, aku tidak akan menurutinya. Dia bukan siapa-siapaku. Dia tak berhak menentukan apa pun tentang diriku seenaknya.

"Kalau kau tidak menerima pertunanganku, aku akan melamarmu."

"Kaulah yang keras kepala. Bukankah kau sudah tahu, kalau aku akan menolaknya?"

"Kalau begitu, aku akan menunggumu sampai kau menerimanya."

Aku tak bisa menjawabnya.

Lelaki ini tidak mau menyerah. Bagaimana caranya agar dia menghentikan ini semua?

Tunggu, kalau dia berniat terus membuat ikatan denganku seperti ini, tentang dia akan melepaskanku itu ... benarkah adanya?

"Kapan kau akan melepaskanku?" tanyaku sekali lagi.

"Bukankah aku sudah mengatakannya padamu? Aku akan melepaskanmu saat semua sudah aman."

"Saat sudah aman itu, kapan?"

Tuan Penyekap melebarkan senyumnya.

"Saat aku sudah memilikimu seutuhnya."

Gawat. Aku terjebak. Tuan Penyekap tidak akan pernah me-lepaskanku.

Kalau begitu, akulah yang harus melepaskan diriku sendiri. Kalau aku menunggu Tuan Penyekap melepaskanku, aku hanya akan masuk ke belenggu lain. Kalaupun aku harus pura-pura menerima pertunangan—atau lamarannya—bisa-bisa bukannya bebas, aku malah terjebak dalam hubungan dengannya. Tidak mungkin aku melakukan itu. Lagi pula, aku memang sudah punya pacar.

Kalau kupikir-pikir, lelaki ini sebenarnya memang berbicara jujur, tetapi ada sesuatu lain yang tersembunyi dalam perkataannya. Lain kali aku harus lebih berhati-hati dengan ucapannya.

Sekali lagi, aku harus menyusun rencana untuk kabur. Kali ini, rencanaku harus lebih matang. Aku harus melakukannya secepat dan secermat mungkin. Semakin lama aku berada di sini, akan semakin berbahaya.

Aku tidak peduli dengan siapa yang Tuan Penyekap kuntit, atau pun bunuh. Aku harus pergi dari sini sebelum terlambat. Mungkin saja aku yang akan menjadi mayat selanjutnya!

Tuan Penyekap lalu berkata, "Aku akan pergi sebentar. Kau tunggulah di sini!"

Dia kembali menutup mulutku dengan selembar kain. Dia segera berdiri dan berjalan keluar ruangan. Seisi ruangan menjadi sepi setelah Tuan Penyekap menutup pintu. Tak lama setelah itu, terdengar suara pintu lain menyusul dari kejauhan.

Aku memperhatikan sekelilingku. Benar juga, ada sebuah jendela kecil di ruangan ini. Letaknya cukup tinggi dari lantai. Kalau dilihat bagian jendela yang tidak tertutupi barang-barang, ukuran jendela itu sangat pas dengan badanku. Mungkin sedikit lebih kecil, tapi kurasa aku bisa keluar dari sana. Aku juga tidak tahu, apakah jendela itu akan mengantarku ke luar bangunan, atau hanya mengantarku ke ruangan yang lain, tapi itu lebih baik daripada berdiam diri di sini tanpa mencoba.

Apa yang bisa kugunakan untuk keluar melewati jendela itu?

Mungkin aku harus memanjat barang-barang itu, memecahkan kaca jendela, lalu kabur. Ah, tidak. Barang-barang di sini banyak yang sudah lapuk dan mungkin saja luruh saat kupanjat. Itu akan menimbulkan keributan dan Tuan Penyekap bisa segera mengetahuinya.

Mungkin, aku bisa menumpuk barang lain yang lebih kuat di bawah jendela. Dengan begitu, aku bisa memanjatnya dengan lebih aman. Mungkin ini tidak akan jauh berbeda dengan rencanaku tadi, tapi setidaknya lebih aman. Barang yang kira-kira belum terlalu tua di sini ... mungkin balok-balok kayu yang tersebar di ruangan ini. Tapi, jumlah mereka tidak cukup banyak untuk membuatku sanggup menggapai jendela itu.

Kalau begitu, aku harus mencari alat tambahan. Sesuatu semacam tali akan membantu.

Aku melihat badanku. Tali-tali yang panjang ini dengan riangnya membelenggu pergerakanku. Tali-tali ini mungkin bisa kugunakan. Namun, aku harus memiliki waktu yang benar-benar luang untuk menggunakannya. Jika aku menggunakan tali ini, aku harus menggunakannya dalam satu waktu. Tidak mungkin aku melepas kembali tali yang sudah kurangkai sedemikian rupa untuk kembali mengikatku, jika Tuan Penyekap tiba-tiba datang saat aku melakukan persiapan untuk kabur.

Barang apa yang kira-kira bisa kugunakan?

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Otakku terus berputar mencari jawaban. Sesuatu yang panjang, sesuatu yang bisa dengan mudah disembunyikan, sesuatu yang bisa membawaku pada kebebasan.

Pandanganku berhenti pada bungkusan karung berwarna putih kusam yang berada di sebelah kananku. Waktu itu aku belum sempat membukanya. Mungkin saja sesuatu di dalamnya dapat kugunakan.

Aku membuka tali yang mengikat badanku. Kulangkahkan kaki menuju karung itu. Bagian atas karung diikat seperti kantong plastik hitam yang berada di sebelah lemari kecil. Dengan hati-hati aku membuka ikatan karung itu agar tidak meninggalkan bekas seperti sebelumnya. Setelah karung itu terbuka, aku segera melihat isinya.

Rasanya seperti melihat harta karun. Aku tak bisa menahan senyum yang terlepas di bibirku.

Isi karung itu adalah pakaian yang beberapa bagiannya telah digunting. Ada pula beberapa kain perca berceceran di dalamnya. Entah apa yang dilakukan Tuan Penyekap dengan pakaian-pakaian ini, yang pasti ini adalah salah satu bentuk pertolongan yang Tuhan berikan padaku.

Pertanyaan berikutnya muncul di dalam kepalaku. Setelah aku berhasil merangkai pakaian-pakaian ini menjadi panjang, bagaimana aku menyangkutkannya ke jendela itu?

Mungkin aku harus mencari semacam pemberat. Pemberat itu nanti akan kuikat dengan pakaian-pakaian ini, lalu kupecahkan kaca jendela itu, lalu melemparkan pemberat itu ke luar. Pemberat itu akan menahan massa tubuhku saat aku memanjat keluar.

Tapi sepertinya itu tidak mungkin. Tidak ada pemberat seperti itu di sini. Kalau pun ada, pemberat itu tidak akan kuat menahan massa tubuhku. Kalau pun kuat, aku tidak akan bisa mengangkatnya—apalagi melemparnya ke luar jendela. Lagi pula, kurasa benda seperti itu tak akan muat melewati jendela itu.

Aku mengikat kembali karung itu, lalu berjalan mendekati jendela. Mungkin saja ada petunjuk di sana.

Banyaknya barang yang menumpuk benar-benar meng-halangi pandanganku. Aku bahkan hampir tak dapat melihat seperempat bagian dari jendela itu.

Aku berjalan bolak-balik di depan tumpukan barang di bawah jendela itu. Dengan susah payah, aku melihat jendela itu melewati sela-sela barang. Setelah beberapa kali berjalan bolak-balik, aku menemukan satu lagi hal yang menakjubkan.

Ada celah kecil di bagian bawah daun jendela.

Kalau begitu, Aku akan mengikat ujung pakaian itu menjadi lebih besar, lalu setelah urusanku dengan pakaian-pakaian itu selesai, aku akan memecahkan kaca jendela itu dan menyangkutkan ujung pakaian ke sela-sela jendela itu. Kalau kayu itu tidak lapuk, kurasa itu akan cukup kuat menahan badanku.

Mungkin rencanaku ini akan membutuhkan waktu. Aku akan mulai mengikat pakaian-pakaian itu nanti malam, setelah Tuan Penyekap tertidur. Tidak masalah jika aku begadang sampai pagi—saat Tuan Penyekap kembali terbangun. Aku bisa tidur sampai siang. Tidak ada yang melarangku. Aku tidak bisa pergi kuliah dengan keadaan seperti ini. Ditambah lagi, itu akan mengurangi waktuku bertatap muka dengan Tuan Penyekap jika aku bangun siang. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui.

Malam ini akan menjadi pintu masuk malam yang panjang. Akan ada banyak energi yang kuhabiskan nanti malam, dan malam-malam selanjutnya.

Aku pun kembali ke tempatku semula, mengikat badanku sendiri dan memejamkan mata—mengumpulkan energi untuk membuka pintu itu.

Let Me Escape (Edisi Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang