25

908 30 1
                                    

Ada banyak furnitur yang terbengkalai di ruangan ini. Pada awalnya, aku menganggap hal itu normal-normal saja. Tapi sekarang, aku menganggapnya sebuah keuntungan.

Ada celah kecil di sudut ruangan, di dekat karung di mana pakaianku disimpan. Celah itu tertutupi oleh banyaknya furnitur yang ditaruh begitu saja di ruangan ini. Di situlah aku bersembunyi. Meringkuk di ruang sangat kecil—menggencetku secara tak langsung.

Aku beruntung, bisa sampai di sini terlebih dahulu sebelum Tuan Penyekap tiba di sini. Sejujurnya, aku tidak tahu apakah aku bisa melakukannya tepat waktu, atau tidak. Tadi aku hanya terus berlari, meskipun harus terjatuh beberapa kali. Setiap kali badanku bertubrukan dengan lantai, sebuah tanda biru atau merah tercipta di kulitku. Yang paling berpengalaman merasakannya adalah lututku. Puing-puing kecil di lantai berhasil membuat goresan merah padanya.

Dengan segala kegaduhan yang kubuat sebelumnya, seharusnya sekarang Tuan Penyekap sudah terbangun.

Derap langkah terdengar dari kejauhan. Perlahan, semakin dekat, dan semakin dekat. Derap langkah itu berhenti di depan pintu. Napasnya yang terengah-engah terdengar jelas di telingaku. Langkahnya pun memelan, namun lebih dekat, lebih dekat, dan semakin dekat. Langkahnya pun hilang, digantikan oleh gemerincing rantai. Setelah itu, tak terdengar apa pun.

Keheningan ini membuatku tidak nyaman.

Aku memutar kepalaku, hendak melihatnya dari sela-sela furnitur. Saat itu pula, aku melihatnya membanting rantai tersebut ke dinding ruangan. Tumbukan rantai dengan dinding menciptakan ledakan kecil yang memekakkan telingaku. Saat itu pula, aku membalikkan pandangaku seperti semula, seraya menenangkan letupan-letupan kecil di dadaku.

"SIALLL!" pekiknya.

Bunyi tumbukan lain menyusul kemudian. Entah apa yang coba dia hancurkan kali ini, aku berharap itu dapat menutupi letupan di dadaku yang semakin keras ini.

"BERENGSEKKK!" Sekali lagi, Tuan Penyekap mengumpat.

Derap langkahnya lalu terdengar kembali. Bergemuruh, menggema di seluruh ruangan. Gemuruh langkahnya itu perlahan berkurang intensitasnya.

Setelah itu, hening kembali.

Haruskah aku keluar sekarang? Kurasa tidak. Aku belum mendengar suara pintu terbuka. Tuan Penyekap masih berada di dalam rumah. Namun, aku juga tidak mendengar langkah kaki Tuan Penyekap di mana pun. Ke mana Tuan Penyekap pergi?

Sebaiknya aku menunggu sebentar lagi.

Kalau dilihat-lihat, ruangan ini memang begitu berantakan. Banyak barang yang sebenarnya tidak penting, tetapi masih disimpan di sini. Kenapa Tuan Penyekap tidak membuangnya saja? Bukankah barang-barang ini hanya membuat ruangan penuh? Selain berantakan, barang-barang di sini juga tertimbun oleh debu. Terutama di pojok-pojok ruangan seperti ini. Aku bahkan tidak bisa melihat warna asli dari barang-barang di sini. Sepertinya Tuan Penyekap bukan orang yang suka kerapian.

"Ha ... hatsyi—!"

Aduh, hidungku gatal!

Untung saja Tuan Penyekap sedang berada di tempat lain. Bisa gawat jika Tuan Penyekap menemukanku kembali, dengan alasan yang sangat konyol pula. Tempat ini terlalu berdebu. Kali ini aku beruntung, tetapi jika aku bersin lagi saat Tuan Penyekap sedang berada di sini, aku tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi.

Setelah beberapa lama terdiam di sini, punggungku mulai terasa pegal. Kapan Tuan Penyekap akan keluar dari rumah? Aku sudah terlalu lama menunggu.

Aku menghela napas panjang yang baru saja kusadari adalah hal bodoh tepat setelah aku melakukannya. Debu-debu beterbangan memenuhi udara di hadapanku.

Let Me Escape (Edisi Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang