Tale Seventeen (bag 1)

2.5K 254 10
                                    

Tale Seventeen

"Good friends like a stars. You dont always see them but you know they're always there."

–Anonim–

Dua minggu berlalu sejak hari di mana Samudera mengirim aplikasi ke Oxford. Ayya sih tidak terlalu antusias karena dia tahu hasilnya akan seperti apa: gagal. Apalagi Ayya menjadi orang terakhir yang mengirim aplikasi saking terlambatnya.

Ada perubahan di diri Samudera, menurut Ayya. Cowok itu jadi lebih hangat dan ceria, bahkan dia sudah bisa akur dengan Damar yang ternyata sudahh punya tunangan—hasil dari perjodohan orangtuanya. Terkadang Samudera akan memberi nasehat pada Damar yang sama sekali tidak bermutu dan sama sekali tidak patut di pikirkan.

Dan hari ini untuk kesekian kalinya Samudera membolos sekolah, setelah menjalani Ujian Nasional, tiba-tiba saja cowok itu hilang tanpa kabar. Sms, telepon dan segalanya tidak bisa dihubungi. Katakanlah Ayya hilang kontak dengan Samudera. Dia takut terjadi sesuatu pada cowok itu.

Cewek itu sedikit terheran-heran ketika melihat dua sahabat Samudera sedang berbicara serius dengan Damar di pojok kantin yang sepi. Ngapain mereka di sana? Kayaknya serius banget, pikir Ayya tanpa pikir panjang lagi berjalan menghampiri mereka dengan niatan ingin mengejutkan mereka.

Namun bukannya mereka yang terkejut malah Ayya sendiri yang dibuat sangat terkejut dengan obrolan mereka.

"Sam sakit parah, lo tadi liat 'kan dia kayak gimana?"

Samudera sakit parah? Bagaimana bisa? Ayya sama sekali tidak mengetahuinya.

"Dua hari ini dia udah nggak sadar, Ayya juga nanyain Sam terus. Nggak mungkin 'kan kita ngasih tau kalau Sam lagi di rumah sakit." Kali ini Reno yang bersuara, terdengar sedikit frustrasi.

Hening sekejap sebelum Damar membuka suaranya. "Sam nggak mau Ayya tau soal penyakitnya. Sebaiknya kita juga jangan kasih tau Ayya."

"Lalu kapan kita ngasih tau Ayya? Kalau kita kasih tau dia sekarang, bisa aja 'kan Sam mau dikemo seenggaknya dia bisa bertahan walau sedikit."

Damar menggelengkan kepalanya. "Nggak bisa, meski Sam dikemo dia bakalan tetep—"

"Tetep apa?" Kali itu Ayya yang bersuara, nadanya bergetar, antara tak percaya sekaligus terkejut.

Sontak ketiga cowok itu memandang Ayya terkejut, apa cewek itu mendengar semua percakapan mereka. Kalau gitu.

"Bilang sama gue, kenapa Sam nggak bakalan selamat meski dia dikemo? Sebenarnya Sam sakit apa? Kenapa kalian nggak ngasih tau gue?" tanya Ayya nanar. Merasa kesal pada mereka yang berani membodohinya, kesal juga pada Samudera yang tidak mau jujur padanya.

"Ayya," kata Damar, serba salah.

Tatapan Ayya menajam. "Apa yang kalian sembunyiin dari gue?"

Semuanya diam membuat Ayya semakin kesal. "Sam sakit apa?"

"Leukimia." Akhirnya Damar menyahut. "Stadium empat."

Saat itu juga Ayya merasakan dunianya seakan runtuh, Samudera sakit parah tapi kenapa dia sama sekali tidak mengetahuinya. "Sejak kapan? Kenapa Sam nggak bilang?" lirihnya pelan.

Tidak ada yang bersuara, apa semua jadi bisu sekarang? Tidak adakah orang yang mau menjawab pertanyaannya. "Sam nggak mungkin sakit parah segitu mudah 'kan?" Ayya bertanya, tidak mempedulikan bahwa apa yang dikatakannya bisa saja membuatnya dikutuk. "Pasti ada penyebabnya, pasti ada sesuatu yang membuatnya sakit begini."

If I Could Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang