Tale Twelfth 1

2.9K 263 9
                                    

Tale Twelfth 1

'Hanya dia yang bisa mengakhiri hidupku. Tapi dia jugalah yang terus membuatku ingin hidup.'

–Goblin–

Samudera berharap saat datang ke kelas dia akan bertemu dengan Ayya dan memeluknya atau apalah yang bisa membuat moodnya kembali bagus. Namun yang didapatinya hanya kekesalan yang semakin membuat moodnya tambah buruk. Bagaimana tidak, si Damar-Damar itu, cowok yang berani mendekati Ayya dan mencuri perhatian cewek satu sekolah itu kini sedang duduk santai di bangkunya sambil membaca buku.

"Beraninya dia," gumam, Samudera kesal. Apa karena dia sering bolos guru wali kelasnya memberikan kursinya pada si anak baru itu dan mengusirnya, begitu.

Saat bel bunyi bukannya masuk ke dalam kelas Samudera malah keluar dari dalam kelas. Saat di depan pintu dia berpapasan dengan Ayya yang baru saja tiba, tetapi Samudera mengabaikannya membuat Ayya sedikit heran. Tidak biasanya Samudera bersikap dingin seperti itu.

"Ngapain kamu jalan ke sana. Kelasnya ada di depan," kata Bu Esi, yang melihat Samudera berjalan menjauhi kelasnya.

Samudera memutar bola matanya. "Pagi juga bu," sapanya dengan ceria. "Ahh, untuk apa juga saya datang ke kelas kalau tempatnya aja udah nggak ada buat saya. Jadi saya pergi aja."

Wajah bu Esi memerah. "Tapi kamu bisa ambil kursi baru di gudang."

Samudera menatap nyalang wali kelasnya, bukannya dia bersikap tidak hormat. Hanya saja sekarang ini moodnya benar-benar kacau, jadi jangan salahkan dirinya jika pagi ini kata-katanya terdengar begitu pedas. "Akan saya ambil," katanya, kemudian beranjak pergi meninggalkan bu Esi yang memandanginya dengan sorot minta maaf.

Tidak ada tempat khusus yang ingin dikunjungi Samudera. Semuanya tampak membosankan di matanya sekarang, pilihan terakhirnya adalah atap sekolah, setidaknya di sana dia bisa tidur dengan tenang.

"Semakin dia mengingatmu, semakin kau akan mendekati kematianmu."

Kata-kata itu terus terngiang dalam kepalanya, saling bersahut-sahutan membuatnya tambah pusing. Samudera menghela napas panjang, kedua matanya menatap ke atas langit yang panas, beruntung dia berbaring di tempat yang teduh coba kalau tidak pasti kulitnya akan hitam terus nanti Ayya semakin tidak tertarik padanya dan pada akhirnya akan memilih Damar.

"Kenapa gue ingat dia lagi," ratapnya, kesal.

Dipejamkan matanya, bukannya ketenangan yang didapat dia malah semakin gelisah. Berkali-kali Samudera duduk kemudian tidur lagi, hal itu terus terjadi berulang kali sampai dia tidak sadar kalau bel istirahat berbunyi.

"Widiih, cepet banget," katanya, terkejut.

Samudera berjalan menuju pembatas gedung yang menghadap langsung ke lapangan sekolah.

"Kita cariin lo di mana-mana, ternyata lo bersembunyi di sini," teriak Reno.

"Parah lo nih. Bolos nggak ngajak-ngajak kita," tambah Dion, yang sudah berdiri di samping Samudera.

"Kalian nggak ada waktu gue pergi. Gue juga lupa bawa hape," sahutnya, melihat ke bawah dengan tatapan kosong.

Reno dan Dion ikut melihat ke bawah, sontak mereka langsung saling berpandangan dengan tatapan curiga sebelum akhirnya menatap Samudera yang masih bersikap biasa saja.

Jangan-jangan cowok itu sedang marah besar?

Meskipun raut wajah Samudera datar-datar saja tapi mereka—yang kenal Samudera banget—tahu kalau cowok itu sedang menyimpan amarah yang sangat besar.

If I Could Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang