Tale Twenty Two

2.7K 270 107
                                    

Tale Twenty Two

"The best and most beautiful things in the world cannot be seen or even touched. They must be felt with the heart."

–Hellen Keller–


Samudera benar-benar tidak memedulikan wajah kesal yang dipasang Papanya. Dengan riang dia bercerita kalau hari ini di sekolah Galih ada pementasan drama anak-anak, kebetulan di sana Galih dapat peran jadi narator. Sesekali mengomeli Om Henry yang tidak pernah peka sama perasaan anak-anaknya.

"Kalau Papa nggak mau merhatiin aku seenggaknya Papa harus merhatiin Galih. Dia masih kecil, masih butuh Papa buat jadi panutannya," omel Samudera menghentikan mobilnya saat melihat lampu lalu lintas yang bewarna merah. Dengan serius dia bicara, "Aku nggak mau aja Galih jadi anak bandel yang nyusahin Mama, mending kalau besar nanti Galih nggak sebandel aku. Lhaa kalau lebih gimana, kasian 'kan. Katanya dari buku yang aku baca katanya seorang anak akan lebih baik jika dia mendapat perhatian dari kedua orangtuanya."

Om Henry menganggukan kepalanya. "Oh, jadi ceritanya kamu sedang curhat, begitu?"

Jshabdklr ... Samudera speechless bahkan semua kata yang terangkai di otaknya mendadak kacau saat mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Om Henry. Aehh, nyebelin banget pria paruh baya yang satu itu. Dari tadi Samudera cerita panjang lebar eh malah disahuti dengan begitu. Ya ampuun, tabahkanlah hati hamba-Mu ini ya Allah, gumam Samudera dalam hati.

Nyebelin banget punya Papa kayak Om Henry yang kepekaannya naudzubillah. Samudera hanya mencibir, dia mematikan mesin mobilnya kemudian ke luar tanpa memedulikan Om Henry yang berteriak memanggilnya.

Sudah cukup kesal Samudera menghadapi tingkah Papanya yang tiba-tiba jadi nyebelin banget. Kalau saja semua ini bukan karena Galih dan permohonan yang ditulis anak itu di dinding Someday Cafe mana mau dia repot--repot datang ke pengadilan bahkan sampai diusir sama satpam yang jaga kalau saja Samudera tidak cekatan bilang kalau dirinya itu anaknya Henry Stevano sambil memberikan KTPnya sebagai bukti bahwa dirinya bukanlah preman apalagi pencuri.

Hah, hanya karena dia pakai kaus Metalica disertai dengan kemeja yang sengaja tidak dikancingkan serta celana jins robek-robek maka semua orang menganggap dirinya preman? Hah, itulah yang paling menyebalkan dalam hidupnya.

Sudah ada banyak orangtua murid yang datang ke sekolah, termasuk Hania bersama ketiga sahabatnya—Reno, Dion, dan Damar—yang sedang menunggu sambil mengobrol, di antara mereka juga ada cewek yang tampak heboh dengan percakapan mereka. Samudera tersenyum, ahh kenapa hatinya mendadak bahagia begini hanya dengan melihat senyuman lebar Ayya.

"Lihatlah mata lelaki yang sedang jatuh cinta. Semuanya hilang hanya melihat satu titik yang membuatnya terpesona," celetuk Om Henry tiba-tiba saja sudah berjalan di samping Samudera.

Cowok itu terkejut setengah mati saat menyadari kalau Papanya tahu ahwa dirinya menyukai Ayya. "Ahh, terserah Papa aja. Aku nggak peduli," sewotnya

Sementara itu keempat orang yang melihat tingkah Samudera dengan Papanya melongo tidak percaya. Apa mereka sedang berhalusinasi atau ada sesuatu yang menutupi mata mereka.

"Sam, ini elo 'kan?" tanya Reno panik begitu Samudera berdiri di hadapan mereka.

Kini gantian Dion yang angkat bicara, masih dengan wajah melongo dia menggoyangkan badan Samudera sambil berteriak histeris. "Ya Allah, ada apa sama lo Sam. Gue nggak lagi mimpi, kan? Ini beneran lo, tapi bagaimana lo bisa akur sama Om Henry?"

If I Could Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang