Dengan sangat pedenya Samudera berjalan ke tengah lapangan, setelah berunding dengan sang kapten akhirnya dia diikutkan dalam permainan. Semua orang bersorak menyambut permainan Samudera—yang terlihat sangat kacau. Jelas sekali kalau cowok itu bukan pemain futsal apalagi bola yang andal. Permainannya sangat kacau, Samudera berlari ke sana-sini demi mendapatkan bola dan pada akhirnya capek sendiri karena berlarian tanpa henti.
"Kenapa main bola itu sesusah ini," gumamnya, berdiri menyandar di tiang gawang sambil meminum air mineral yang diberikan oleh Dikta—sang kapten sekaligus kiper tim.
"Elo sih, udah tau nggak bisa main bola. Sok jago mau ikutan, kalau kalau baru tau rasa lo."
Samudera mencebik, dilihatnya ke arah Ayya yang malah sedang menyoraki si murid baru daripada dirinya. "Kenapa Ayya malah dukung Lamar. Gue dicuekin."
Dikta yang sama-sama santai, menatap Samudera dan Putih bergantian. "Ahh tue tau. Lo pasti ikut main karena cewek itu, kan? Siapa namanya, Ayya. Gue denger kalau dia lagi deket sama Damar. Bukannya lo selalu bela dia tiap Ayya dibully sama Citra."
Samudera mendesah pelan, tiba-tiba saja dia merasa kepalanya pening. "Kayaknya dia lebih suka sama Lamar, padahalkan gue lebih ganteng daripada si Lamar."
Dikta memutar bola matanya. "Damar, Sam, Damar," koreksinya, setengah kesal yang dibalas cebikan tak peduli oleh Samudera.
"Iya deh, itu dah."
"Apa yang buat lo main? Gak mungkinkan lo main bola secara suka rela? Elo, kan, paling males olah raga."
"Wahh, Dik, lo nyakitin hati gue," katanya, "kalau Damar menang Ayya bakal kencan sama dia. Bisa lo bayangin itu? Ahh rasanya kepala gue mau pecah mikirinnya. Tuh anak punya jurus apa bisa dapet perhatian Ayya. Gue aja yang selalu ngintilinnya nggak pernah berhasil narik perhatian Ayya."
Dikta berpikir. "Mungkin lo kurang jantan kali."
Saking seriusnya mereka ngobrol, mereka tak sadar kalau gawang mereka kebobolan sampai dua kali berturut-turut. Sungguh tidak bisa dipercaya.
Tim lawan bersorak bahagia atas kemenangan mereka sedangkan Samudera dan Dikta hanya bengong. Kenapa mereka bisa kemasukan bola separah itu?
"Ini semua gara-gara lo," kata Dikta, kesal. Dari tadi Samudera mengajaknya bicara sehingga dia tidak fokus pada permainan dan berujung pada kekalahan.
Samudera mengeluh. Selain mendapat omelan panjang lebar daru Dikta dia juga harus merelakan Ayya kencan sama Damar. Ini tidak boleh terjadi, Samudera ingin berjalan menghampiri Ayya yang sedang memberikan minum untuk Damar.
"Eh, mau ke mana lo? Lo harus tanggung jawab atas kekalahan kita." Teman-teman setim Samudera menarik lengan cowok itu ke tengah lapangan.
"Tapi, tapi, itu Ayya. Ayya, hei!!" teriak Samudera, namun diabaikan. "Tunggu, gue harus pergi." Samudera ingin mengejar Ayya dan berniat memisahkan kedua orang itu agar rasa panas dalam hatibya sedikit mereda, namun teman-teman setim Samudera tidak mempedulikan berontakan Samudera.
"Karena lo yang buat gue gagal fokus, maka lo yang harus ngewakili kami dihukum."
Samudera menaikan sebelah alisnya. "Eh, apa? Tapi, kan."
"Nggak ada tapi-tapian, sudah sana pergi. KetOs lagi butuh orang buat nyanyi di acara peringatan sekolah."
Lagi, Samudera mengerutkan keningnya tak mengerti. "Eh, emangnya ada acara apaan sampai harus nyanyi segala."
Redo meneloyor kepala Samudera. "Makanya, jangan suka bolos mulu. Liatkan bahkan lo nggak tau kalau setiap taunnya sekolah kota selalu ngadain acara perpisahan buat kelas tiga."
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Could
Teen FictionAyya adalah siswa baru di SMA Century, sekolah yang paling dibenci oleh Ayya karena di sana dia selalu dibully oleh semua orang. Dan yang lebih parah lagi adalah Samudera, cowok aneh yang selalu mengikuti Ayya membuat cewek itu kesal setengah mati...