Tale Twenty Three

2.7K 267 29
                                        

Tale Twenty Three

"Dalam diamnya seorang ayah  ada kebanggan ketika melihat anaknya beranjak dewasa. Dia seolah-olah dia cuek, tapi percayalah dia selalu mendoakanmu."

–Unknown–

Malam itu setelah Samudera selesai menceritakan keinginan Galih yang ingin semua orang datang ke sekolah untuk melihat dirinya pentas drama, tetap duduk di kursi meja makan dengan gelas yang sudah kosong. Di hadapannya Hania tampak menghela napas panjang memerhatikan anaknya.

"Papamu pasti datang," katanya tersenyum.

Samudera tersenyum sinis. "Papa itu orang paling sibuk sedunia, mana mau Papa datang ke acara yang nggak jelas."

Kali ini Hania yang tersenyum. "Kamu nggak tau aja siapa Papa yang sebenarnya. Walaupun dia keliatannya keras sama nggak peduli tapi sebenarnya dia sangat peduli sama Galih, terutama kamu."

"Mama jangan bercanda deh. Kalau emang Papa peduli atau sayang sama Sam, mana mungkin sikapnya dingin banget udah gitu Papa sering ngelarang Sam buat ketemu sama Mama Rena."

"Kamu tau nggak kenapa alasannya Papa ngelarang kamu ketemu sama Rena?"

Samudera mendadak diam, selama ini dia tidak pernah memikirkan kenapa Papanya melarang dirinya bertemu dengan Tante Rena. Yang Samudera tahu mungkin Papanya marah karena Tante Rena pergi begitu saja meninggalkan mereka.

"Papa marah mungkin, Sam kan anaknya bandel jadi kalau ketemu sama Mama Rena pasti Sam tambah bandel."

Hania tertawa lembut. "Bukan, salah," sangkalnya masih dengan senyuman. "Ahh, Papa-anak ini, ya. Kenapa nggak jujur aja kalau mereka saling sayang bukannya mikirin yang enggak-enggak."

"Maksud Mama apa? Apanya yang saling sayang?!"

"Kalian saling sayang tapi nggak pernah nunjukinnya secara terang-terangan. Kamu tau kalau sebenarnya Papa sangat sayang sama kamu? Dia bahkan rela dipermalukan hanya demi bisa langsung pergi ke sekolah waktu denger kalau kamu ikut tawuran terus terluka cukup parah. Tapi ya kamu tau gengsi Papamu kayak gimana, dia malah liat kamu dari kejauhan terus nyuruh Mama buat datang ke sekolah."

Samudera semakin terdiam, teringat setahun yang lalu ketika dia ikut tawuran. Dia pikir Papanya tidak datang ke sekolah waktu itu padahal tante Fatma sudah meneleponnya berulang kali. Saat itu dia benar-benar merasa sendirian, ada banyak orangtua yang datang dan memarahi anak-anaknya meski begitu Samudera sadar mereka melakukannya karena mereka sayang sama anaknya. Sedangkan dirinya sendiri, tidak ada yang memarahinya tapi hal tersebut membuatnya sadar bahwa tidak ada seorang pun yang peduli padanya.

Hania peduli padanya, tapi dia terlambat datang membuat Samudera yakin bahwa tidak seorang pun yang peduli sama anak bandel seperti dirinya.

"Papa terus nunggu kamu sampai Mama datang, tapi dia nggak bicara apapun hanya bilang kalau Mama harus jaga kamu karena Papa harus pergi lagi. Dua tahun yang lalu ketika kamu memutuskan buat tinggal sendiri di apartemen Papa marah besar."

Samudera mengerutkan keningnya, setahunya dulu saat dia memutuskan untuk tinggal sendiri Papanya bersikap acuh tak acuh, malah seolah bersikap kalau hal itu sangat bagus untuk Samudera.

"Papa takut terjadi sesuatu sama kamu kalau tinggal sendirian, apalagi waktu itu dia sedang menghadapi kasus besar yang bisa saja salah satu dari mereka mencelakaimu. Tapi setelah Mama bujuk Papa ngizinin kamu pergi, karena Papa sadar kamu terlihat murung saat tinggal bersamanya.

If I Could Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang