ONE

603 23 0
                                    

"Nadine Jillian Sasrowidjaja?" panggil seseorang.

Wanita yang dipanggil Nadine itu menoleh ke belakang melihat siapa gerangan yang memanggil nama lengkapnya. Nadine menoleh dan mendapati seorang pria yang mengenakan tuxedo hitam sedang tersenyum ke arahnya.

"Nadine?" panggil pria itu lagi.

Ah. Suara ini.. Nadine mengenalnya. Suara yang sudah delapan tahun terakhir tak pernah didengarnya.

"Maximillian Genta Baskoro?" sapa Nadine tersenyum.

"Masih ingat, bukan?"

Nadine tertawa. "Sejak kapan aku lupa?" balas Nadine.

Pria bernama Genta itu tersenyum sambil menawarkan segelas wine pada Nadine. Ah, ya. Daritadi Nadine mencari keberadaan minuman itu. Dengan senang hati, Nadine menerima minuman itu dan meneguknya dengan anggun.

"Sibuk apa sekarang, Nad?" tanya Genta membuka percakapan.

"Proyek sama fotografi kadang-kadang. You?"

"Same. Proyek dan proyek,"

Nadine tersenyum sambil mengangguk. Pandangannya menerawang pada sosok pria yang sedang berjalan ke arahnya sambil terus memamerkan senyuman.

Dia.

Nadine membalas senyuman pria yang sebentar lagi akan bersanding bersamanya di pelaminan.

Reynaldi Cakrawangsa.

"Kenapa menyendiri, babe?" tanya Rey panggilan akrab Reynaldi.

"Kamu sibuk dengan klien-klien kamu. So, aku memilih mencari ini," kata Nadine menunjukkan gelas wine yang sedaritadi dipegangnya.

Rey tersenyum sambil mengecup kening Nadine.

"Oh ya. Rey kenalin Genta. Gen, kenalin ini Rey," kata Nadine pada kedua pria di hadapannya.

"Maximillian Baskoro, bukan?" tanya Rey pada Genta

Genta tersenyum sambil mengangguk kemudian mengulurkan tangan kanannya pada Rey. Mereka berdua berjabat tangan. "Long time no see, bro," sapa Genta pada Rey.

Nadine mengerutkan kedua alisnya karena bingung. Apa mereka berdua sudah saling kenal?

"You both know each other?" tanya Nadine

"Max ini adik dari Daniel Baskoro, Nad. Daniel itu sahabat aku sejak kuliah dulu dan otomatis aku jadi bisa kenal sama Max. But, aku nggak tahu kalau kamu manggil Max itu Genta," jelas Rey tertawa

Well, mereka berdua ternyata saling kenal. Batin Nadine.

"Aku duluan, ya? Papi udah dateng dan minta aku buat ketemu sama salah satu temen lamanya. Ga papa, kan?" tanya Rey pada Nadine.

"Ga papa kok," jawab Nadine disertai dengan anggukannya.

Rey mengelus rambut tunangannya kemudian mengecup puncak kepala Nadine.

"Next time, Max?" kata Rey menepuk bahu Genta yang dibalas dengan senyuman dari Genta.

****

Nadine pulang ke apartemennya dalam keadaan yang sangat mabuk. Well, di novel Antologi Rasa karya Ika Natassa ada diceritakan tentang kebiasaan Harris dan Keara yang sering melakukan wine-wine solution. Nadine juga sering melakukan ritual seperti itu seperti itu tapi kali ini sahabatnya itu ada dua orang. Ajeng dan Ben. Fyi, Ben dan Ajeng itu kawan sehidup semati Nadine sejak duduk di bangku sekolah dasar. So, ga ada namanya cinta segitiga di dalam persahabatan mereka apalagi Ben sekarang ini sudah menyandang status sebagai seorang suami. Ya. Ben sudah menikah tahun lalu dengan Annika teman kampusnya dulu. Ajeng? Jangan tanya. Di usia dia yang ke dua puluh empat ini dia bukan hanya menyandang status sebagai seorang istri tapi juga seorang Mamah muda. Well, married by accident. But, Nadine terkadang iri dengan Ajeng yang kalau bisa dilihat sampai sekarang romantis terus sama Vier suaminya. Mereka sangat bahagia.

Nadine?

Sebentar lagi Nadine akan naik ke pelaminan bersama Rey tunangannya. Dua bulan lagi Nadine akan membuat komitmen sehidup semati bersama Rey. Well, dua bulan lagi Nadine akan menikah tapi Nadine masih tidak bisa komitmen untuk melepas kebiasaan wine-wine solution bersama kedua sahabatnya. Apakah benar keputusan Nadine kali ini? Entah. Terlalu banyak yang dipikirkannya sampai dia mabuk seperti ini.

Genta.

Genta lah yang memenuhi pikiran Nadine sejak dari pesta syukuran proyek milih perusahaan Rey.

Kenapa harus sekarang, Gen? batin Nadine.

****

Delapan tahun lalu . . .

"Nad, ayo kantin!" ajak Ajeng.

"Bentar, Jeng, nanggung nih kimia gue," kata Nadine masih terus sibuk dengan menyalin tugasnya.

"Nah, kan. Daritadi gue udah bilang ke elo kerjainnya pas jam Pak Setyo malah ngeyel sih. Gue duluan deh, ya? Ben ngomel-ngomel nanti ke gue," kata Ajeng.

Nadine mendengus sebal. "Ga setia kawan banget sih lo, Jeng. Nanggung gitu dua nomor lagi juga kelar,"

"Dua nomornya segimana, Nad? Satu lembar kertas. Udahlah gue duluan. Lo mau gue bawain apa?"

"Ntar gue nyusul deh. Gue nulisnya cepet kok,"

Ajeng pun hanya mengangguk lalu segera beranjak dari bangkunya dan menuju ke pintu kelas.

****

BUKK!

"Ah! Gila! Lo jalan ga pake mata gitu, ya?" bentak pria yang ditabrak oleh Nadine tanpa sengaja

"Maaf. Gue buru-buru soalnya," kata Nadine

Pria itu menatap Nadine cukup lama sampai akhirnya dia beranjak pergi tanpa sepatah kata apapun. Ya ampun jadi cowok kok ga tau diri gitu, ya?

Sudahlah. Nadine tidak ingin memusingkan hal yang tak penting seperti itu karena sekarang hal yang terpenting baginya adalah mengisi perutnya yang sejak pagi tadi belum diisi barang sedikitpun. Sedangkan, waktu istirahat tinggal lima belas menit lagi. Sial! Batin Nadine.

Sesampainya Nadine di kantin, dia menuju ke meja tempat Ben dan Ajeng duduk. Di atas meja sudah tersedia mie ayam dan es teh pesanannya.

"Kok lama, Nad?" tanya Ben yang sedang sibuk dengan batagornya.

"Tadi ada sedikit kecelakaan,"

"Apaan?" tanya Ajeng.

"Gue nabrak orang tadi ya gitu deh," jawab Nadine santai.

Ben dan Ajeng hanya manggut-manggut sambil melanjutkan kegiatan mengisi cadangan makanan mereka kembali.

As You Are Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang