THIRTEEN

153 10 0
                                    

Malam ini setelah Laura pulang, Nadine segera menelepon Ryan teman kantornya dulu sebelum dia resign.

"Ada apa, Nad?" tanya Ryan dari seberang.

"Lo bulan lalu itu ke Berlin, kan?"

"Hm,"

"Kerja sama kalian itu sama perusahaan apa?"

"Gue lupa, Nad,"

"Ogeb. Ga bisa gitu lah," paksa Nadine.

"Bisa lah, oneng,"

"Kenal Anna Nasution?"

"Arsitek cantik itu 'kan?"

Nadine terdiam sekeketika saat mendengar jawaban Ryan. Ryan mengenal Anna.

"Di Berlin kalian bareng?"

"Di Seattle juga,"

Sialan!

Nadine semakin membungkam.

Sambungan telepon langsung putus. Nadine terduduk lemas di lantai marmernya sambil terus menatap kosong ke arah balkon.

Ternyata selama ini Rey begitu bersemangat dengan proyek Berlin dikarenakan Anna. Anna Nasution mantan pacar Reynaldi.

Bahkan, setelah Nadine sudah hampir menikah dengan Rey, dia bahkan tidak tahu masa lalu Rey.

Miris.

***

Pagi itu suasana kota Jakarta masih cukup untuk mobil milik Nadine melaju ke rumah Ajeng. Hari ini kebetulan weekend. So, Nadine pun mengambil kesempatan untuk mengunjungi Ajeng yang sekarang harus sering ditinggal Vier kerja.

"Utukk.. utuk.. temen gue nyepi mulu tiap hari ditinggal si abang," ejek Nadine ketika sampai di rumah Ajeng.

Ajeng mendengus sebentar sambil menarik tangan Nadine untuk masuk ke rumah.

"Nadiiii!!!" pekik Dave langsung berhambur ke pelukan Nadine.

"Gantengnya Nadi lagi makan, ya?"

"Iya dong biar cepet gede,"

"Ngapain cepet gede? Gini aja ah. Kan unyu,"

Dave tersenyum lebar memamerkan lesung pipinya, "Dave kan mau cepet gede biar jagain Mama,"

Ajeng langsung bertepuk tangan sambil menghujani Dave dengan ciumannya.

Iri? Tentu Nadine iri. Kapan dia bisa punya bocah kecil yang ganteng atau cantik rupawan?

Sadar, Nad. Lo aja baru gagal kawin. Ralat. Nikah. Batin Nadine.

Jangankan mikir kawin, Nadine masih tak bisa berhenti memikirkan Anna. Anna. Anna. Dan Anna. Arsitek muda dan cantik itu.

Ya elah keles cakepan juga gue. Arsitek berkelas. Batin Nadine memuji dirinya sendiri.

"Jadi, lo pikir semua ini karena si Anna itu?" tanya Ajeng sambil menyuapi Dave.

Nadine mengangguk. "Yakin banget gue,"

"Terus?"

"Terus kenapa?"

"Kalau iya si Rey nyantol sama Anna terus lo mau ngapain beibeh?"

Benar juga. Nadine terdiam sejenak. Merusak? Jangan bercanda. Bukan tipikal Nadine Sasrowidjaja yang suka merusak hubungan orang lain.

"Mau gue ijabin aja, Jeng,"

"Halah. Nadine sok setrong,"

"Apasih, Jeng. Kayak lo setrong aja Bang Toyib jarang pulang jarang dibelai. Utuk utukk," ejek Nadine

Ajeng langsung menoyor kepala Nadine. "Gue doain kalo nikah bintitan deh tuh elo di rumah seharian laki lo kerja,"

"Yaelah, Jeng. Doain aja calonnya ada dulu. Calon gue soalnya belum lama ini nyantol di hati sang mantan,"

"Amsyoongg, Nad. Gunanya si Genta apa kalo ga lo jadiin calon?"

Sumpah si Ajeng mulut kayak bebek asal cerocos. Umpat Nadine

"Mulut lo, Jeng."

"Amin."

"Amit."

"Sok amit padahal diaminin halal."

"Anju,"

"Sama lah, Nad. Win-win solution Rey balik sama arsitek itu terus lo balik sama Genta,"

Eh?

As You Are Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang