"Lo tuh kalo nelpon tau jam dikit kek. Kenapa sih, Nad?" tanya Ben dari seberang telepon.
Malam ini Nadine tidak tau harus melampiaskan kepada siapa amarahnya kali ini. Dia menelepon Ajeng tadi tapi tidak diangkat. Pilihan terakhirnya adalah Ben. Semoga Ben rela kalau malam ini dia harus menemani Nadine wine-wine solution.
"He..he. Emangnya jam segini harusnya ngapain, Ben?" tanya Nadine dengan suara tertahan. Ya. Sedaritadi dia menangis. Rasanya sakit sekali.
"Jam segini itu jam gue buat ena ena sama Annika lah, Cantik. Wait. Are you okay, Nad?" tanya Ben dari ujung sana.
"Lo lagi ena ena sama Annika, ya?" tanya Nadine tak menghiraukan pertanyaan Ben.
"Jawab gue, Nad. Lo diapain sama calon suami lo?"
"Drunk as a blood or Katzenjammer?" tawar Nadine.
"Gila lo kenapa sih, Nad?!"
Kedua pilihan yang Nadine tawarkan pada Ben adalah tawaran yang sering Nadine berikan saat dia benar-benar sedang down. Ajeng dan Ben pasti mengerti bagaimana rasanya karena masing-masing dari mereka bertiga yang tahu istilah itu telah merasakannya.
"Gue traktir deh,"
"Nadine!"
Sepertinya Ben juga tidak akan bisa menemaninya. "I'll talk to you later. Gue ngantuk,"
"Besok gue sama Ajeng ke apartemen lo,"
Sambungan terputus.
Sialan!
****
Suasana malam di Dragonfly kelihatan cukup sepi dari yang biasanya. Cuman Dragonfly lah pub terdekat dari apartemen Nadine. Nadine benar-benar butuh minum walau bukan drunk as a blood atau katzenjammer karena dia tidak sedang bersama kedua karibnya.
Nadine telah menghabiskan dua gelas whsikeynya. Meskipun begitu, perkataan Rey tadi terus membayang-bayangi pikirannya.
Nadine terus meneguk whiskey yang disediakan bartender sampai dia benar-benar merasa mabuk. Tapi, sebelum dia benar-benar mabuk, seseorang menepuk pundaknya.
Samar-samar Nadine bisa melihat orang itu.
Genta.
"Mau ditemenin?" tawar Genta tersenyum.
"Boleh?" tanya Nadine
"Boleh?" tanya Genta kembali.
Nadine tersenyum sambil kemudian mengangguk. At least, Genta bisa menemaninya katzenjammer tanpa kedua karib yang sedang ena ena mungkin di rumah mereka.
Entah ini sudah gelas keberapa yang pasti Genta tidak menyentuh minuman apapun tetapi dia terus menatap wanita di sebelahnya yang sudah sangat mabuk itu.
"Lo nggak minum, Gen?" tanya Nadine.
"No, thanks. Kalo lo mabuk dan gue juga mabuk, sayang ntar mobil mahal gue nabrak pembatas tol," kata Genta.
Nadine tertawa. Genta masih tetap sama dengan khasnya disaat sedang berbicara. Santai.
"Secara nggak langsung lo nawarin gue pulang bareng dong?" Nadine tersenyum.
"Bisa dibilang iya,"
"Maksa ya,"
"Nggak maksa, Nad. Siapa lagi yang ntar nganterin lo pulang? Rey? Gue nggak yakin dia tau calon istrinya lagi ngebooze di pub tengah malem gini,"
Nadine kembali tertawa. Entah mengapa bawaannya sekarang hanya ingin tertawa bersama Genta. Alkohol sudah menyihir otaknya. Rasa sedih karena Rey langsung lenyap seketika.
"Lo tau darimana gue calon istri Rey?" tanya Nadine mengerutkan alisnya.
"Darimana aja. Semua juga udah tau lo bakalan jadi Nyonya Cakrawangsa kali, Nad,"
"Kalo misalnya gue bilang bahwa gue akan tetap jadi Nadine Sasrowidjaja, lo kaget?"
Wajah Genta yang berwarna-warni karena lampu di pub tetap tak bisa luput dari mata Nadine. Genta terkejut. Tapi kemudian laki-laki itu tersenyum.
Sialan!
"Lo mabuk, Nad," ujar Genta.
"Gue mau lo nganterin gue pulang sekarang,"
"Dengan senang hati, J," kata Genta.
"Thanks, G,"
KAMU SEDANG MEMBACA
As You Are
RomanceSusah payah menata kembali hatinya yang dulu hancur berkeping-keping, Genta kembali lagi mengacaukan hati Nadine. Sebuah kebetulan yang tidak pernah direncanakan saat Genta dan Nadine harus bertemu lagi malam itu. Tapi, kali ini Nadine tidak sendiri...