NINETEEN [NADINE]

158 12 2
                                    

Hari ke hari aku semakin sering bersama dengan Genta. Pergi kantor, pulang kantor, bahkan terkadang disaat weekend kami berdua sering menghabiskan waktu bersama.

Terkecuali hari ini, aku harus mengunjungi Mama di rumah kalau tidak ingin dikatai sombong. Entah Mama semakin menjadi sensitif karena semua anak-anaknya selalu memiliki kesibukan mereka masing-masing.

"Kamu nggak sibuk 'kan?" tanya Mama.

"Enggak kok, Ma. Lagian weekend juga 'kan?"

"Mama denger kamu sudah pindah kantor?"

"Yes. Aku pindah sudah dari bulan lalu, Ma."

"Bersama Genta?"

Aku terdiam.

Pertanyaan Mama lumayan menjebakku. Bilang saja Mama ingin bertanya perihal Genta. Tapi, kalau dipikir-pikir aku memang belum cerita ke Mama kalau aku pindah kantor.

"Iya."

Diana menghela nafas. "Kamu kok mau sih ngulangin kesalahan dua kali, Nad?"

Bener 'kan? Mama pasti menyangkut-pautkan dengan masa lalu.

"Ma? Aku sama Genta nggak ada hubungan khusus. Kita cuman temen, Ma." jelasku pada Mama. Cih, tidak ada hubungan khusus? Aku tak yakin dengan jawabanku sendiri. Akhir-akhir ini adalah buktinya.

"Tidak ada hubungan khusus tapi setiap hari pergi pulang bareng, makan bareng, bahkan liburan bareng. Itu hanya teman, Nadine?"

Mama tau darimana?

"Mama tau dari Genta." kata Mama kemudian.

Aku membelalak. Apa? Tolong dokter THT periksakan telingaku. Dua-duanya. Mama tau dari Genta?

Aku tertawa. "Nggak salah, Ma?"

"Mama tau semua itu dari Genta."

Aku terbahak kali ini dan langsung dicubit Mamaku. Kebiasaan nyubitin anak ih.

"Mama serius, Nadine."

"Nggak mungkin, Ma."

"Kemarin Mama bertemu dengan Genta."

Aku membelalak lagi. Apakah aku masuk di acara Super Trap? Yang benar saja. Aku menatap ke seluruh penjuru rumah Mama. Tidak ada ciri-ciri kamera tersembunyi.

"Kamu nyari apa sih?"

"Hidden camera." jawabku spontan sambil mataku mulai berkelana ke seluruh penjuru istana sang Ibu Negara. Useless.

Mama geleng-geleng kepala. "Mama cuma mau kamu ingat ya, Nad. Mama mau yang terbaik buat anak bungsu Mama. Mama terlalu sayang sama kamu sampai-sampai Mama takut kalo kamu salah milih pasangan hidup kamu."

Ah, melihat wajah tulus mama kandungku ini aku jadi luluh. Mama tidak bercanda. Inilah sisi keibuan Diana. Walau dia tegas tapi dia tidak pemaksa. I liked that.

Sudah kubilang bahwa dia itu most wanted mother 2017.

Tapi, perkataan Mama tadi seperti aku akan menikah saja. Bahkan, saat aku akan menikah dengan Rey pun Mama tidak memberiku nasihat seperti ini.

"Ma? Nadine belum mau nikah. Calon laki aja belum ketemu masa mau nikah." kataku bercanda.

"Bukannya sudah ada?"

Aku mengernyit. "Genta?"

Mama mengangguk. Ya ampyun, cyin.

"Ma, aku tuh nggak ada apa-apa sama Genta."

"Sebentar lagi ada." sindirnya

"Mama apa sih."

"Mama harap kamu nggak melakukan kesalahan yang sama ya, Nad?"

Aku bungkam.

***

"Nggak lucu, Gen." ujarku tegas.

"Gue nggak ngelucu, Nad."

"Kita itu nggak ada hubungan apa-apa sampai lo harus ngajak nyokap gue ketemuan. Lo kata mau minta restu, hah?"

Genta diam. Aku bahkan tidak ingin memberikannya kesempatan untuk menjelaskan kronologi lanjutan antara pertemuan Genta dan Mamaku.

Aku tidak tahu kenapa aku marah.

Sungguh.

Kehadiran Genta membuat Mama khawatir. Pasti. Aku tak ingin menyusahkannya lagi. Cukup dulu saja.

Tanpa berkata apa-apa lagi Genta berlalu dari hadapanku tanpa mengucapkan sepatah katapun. Sedangkan, aku masih terdiam di tempat.

Apa dia marah?

Bodo amat.

***

Sudah seminggu ini aku tidak lagi mendapat traktiran Warmindo dan kawan-kawannya setiap pagi. Genta sudah tidak lagi menjemputku ataupun mengantarkan aku pulang.

Dia benar-benar marah kali ini.

Sudahlah, aku tidak ingin peduli.

Aku pun mencoba melanjutkan kembali sketsa yang sementara kubuat tapi tetap saja nihil. Ini semua karena Genta.

Genta sialan!

Kenapa dia yang marah? Kenapa bukan aku? Harusnya aku yang marah.

"Nad, ada meeting dadakan sama investor dari Singapore. Pak Wijayan pengen semua yang ngerancang proyek buat ikutan." kata Fina rekan kantorku tiba-tiba.

"Jam berapa?"

"Katanya sih lima belas menit lagi udah harus kumpul. Sori banget gue lupa tadi."

"Oke. Thanks ya, Fin."

Aku pun segera bersiap-siap untuk menuju ke ruangan meeting yang letaknya tiga lantai di atas lantai ruangan kerjaku.

Sambil menunggu lift, aku menyempatkan diri mengecek akun media sosialku. Nama Genta adalah nama yang pertama kali terpikir olehku. Sudah seminggu apa dia udah ngegebet cewek baru?

Kemarin terakhir kali dia mengunggah foto dan hanya sebatas quote.

In truth you like the pain. You like it because you believe you deserve it.

Caption : maaf saja tak akan pernah cukup

Aku mengerutkan dahiku. Heran.

Belum sempat aku memikirkan quote itu, satu suara menginterupsi.

"Ada yang kangen jadi mainnya stalking ig, ya?" katanya.

Aku menoleh.

Genta.

Sialan!

As You Are Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang